REJECT ME BY GALEXIA
Instagram : @gaalexiaa dan @hf.creations
***
Arga tengah membongkar isi kulkas saat Gea menuruni tangga dan berjalan menuju dapur. Dia menghampiri kakaknya penasaran. "Kak Arga ngapain?"
Arga menghentikan kegiatannya saat mendengar suara Gea. Dia berbalik sekilas untuk kemudian kembali sibuk dengan kulkas di depannya. "Ge, kamu lihat es krim choco mint Kak Aga nggak?"
Mata Gea terbelalak. Teko yang ia gunakan untuk untuk menuang air ke dalam gelas ia letakkan lagi. "Tadi siang aku makan. Kenapa? Nggak boleh ya?" tanyanya takut-takut.
"Seriusan?!" Arga berbalik cepat, suaranya jadi sedikit lebih tinggi.
"Beneran nggak boleh ya," ujarnya lagi yang lebih terdengar seperti pernyataan daripada pertanyaan.
Tubuh Arga langsung melemas saat itu juga. "Itu dari Shena...," katanya lesu.
Wajah Gea seketika menunjukkan ekspresi penuh penyesalan dan bersalah. "Kak Aga sorry aku nggak tau."
Jujur Arga merasa sangat sedih sekarang. Dia tak terlalu suka es krim. Tapi itu adalah es krim pemberian Shena yang cewek itu berikan pada hari di mana mereka pulang dari alun-alun setelah menerbangkan layang-layang. Shena bilang makan es krim membuat perasaan jadi lebih baik. Tapi tanpa memakannya pun perasaan Arga sudah membaik karena keberadaan Shena. Makanya Arga memilih untuk menyimpan pemberian itu di kulkas.
Dan sekarang es krim itu sudah berakhir di perut Gea. Kalau orang lain yang melakukannya Arga sudah pasti mencak-mencak. Meminta orang itu mengembalikan es krimnya bagaimanapun caranya. Tapi ini Gea, adiknya sendiri. Rasanya Arga tak punya pilihan lagi selain ikhlas.
Tapi itu pemberian Shena. Pemberian dari orang tersayang memang memiliki makna lebih berharga.
Tak tau harus bagaimana lagi, akhirnya Arga memilih untuk kembali ke meja makan. Duduk di hadapan laptopnya untuk mengecek laporan reorganisasi OSIS yang akan dilakukan minggu depan.
Gea mengikuti Arga. Duduk di hadapan cowok itu dengan segelas air putih di tangan. "Kak Arga maaf," katanya lagi masih dengan nada penyesalan yang jelas.
Arga mendongak sambil tersenyum tipis. "Santai aja. Gapapa kok," ujarnya meskipun dalam hati tak berkata demikian.
"Seriusan gapapa?"
"Gapapa. Ketimbang es krim doang, nanti bisa beli lagi."
"Tapi itu kan dari Shena..."
Arga menarik ke dua sudut bibir ke dalam. Berusaha membentuk senyum tapi wajahnya justru terlihat makin prihatin. Dengan berat hati dia kembali berujar, "Nggak papa Ge. Nanti Kak Aga minta beliin lagi juga Shena pasti mau."
"Seriusan nggak papa ya?" tanya Gea memastikan.
Arga mengangguk kuat-kuat. Membentuk huruf V dengan telunjuk dan jari tengahnya. "Duarius!"
Gea nampak lebih lega setelahnya. Dia menenggak air dalam gelas hingga sisa setengah. Kedua tangannya ia gunakan untuk menangkup gelas. Mendadak merasa gelisah. Matanya menatap Arga ragu. Seolah ingin mengatakan sesuatu tapi lidahnya terlalu kelu.
Sadar sedari tadi ditatap Gea, Arga mengangkat kepala. "Kamu nggak balik ke kamar, Udah malem loh ini, tidur gih." tanya Arga heran. Ini sudah cukup malam, sudah waktunya Gea untuk tidur. Bahkan kedua orangtua mereka pun sudah terlelap sejak beberapa saat lalu.
"Ada apa?" tanya Arga sedikit menyingkirkan laptopnya. Sadar akan gelagat Gea.
Gea menggeleng cepat. Dia menunjuk laptop Arga dengan dagunya. Bermaksud menghindari pertanyaan Arga. "Kak Aga sendiri ngapain kok jam segini belum tidur?"
"Lagi ngecek laporan buat reorganisasi OSIS. Besok siang udah harus disetor ke pembina soalnya."
"Wiihh, ada yang mau lengser nih bentar lagi," ujar Gea disertai senyum menggoda yang hanya dibalas Arga dengan dengusan geli.
"Kenapa ngerjainnya malah di dapur, nggak di kamar aja?"
"Di kamar lihat kasur bawaannya ngantuk mulu pengen tidur."
Gea mengangguk mengerti. "Ya udah lanjutin aja, aku temenin. Tadi kebangun sekarang jadi nggak ngantuk lagi."
Arga menatap Gea beberapa saat. Menilai apakah Gea menyembunyikan sesuatu darinya. "Oke," putusnya kemudian. Tangannya kembali ia gunakan untuk meraih laptop dan melanjutkan pekerjaannya.
"Tadi Kak Alta hubungin aku," ujar Gea 5 menit kemudian.
Gerakan jari Arga yang sedang mengetik di atas keyboard otomatis terhenti. Arga menatap Gea dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Adiknya itu nampak terkejut akibat ucapannya sendiri. Sekarang Arga mengerti kalau keterdiaman Gea tadi karena dia ragu ingin mengatakan hal itu atau tidak.
"Terus?" Terdengar nada dingin dan tak suka dari pertanyaan Arga.
Gea menggigit bibir. "Dia minta maaf."
Arga mendengus. "Setelah sekian lama? Kenapa nggak dari kemarin-kemarin?"
"Karena sama kayak Kak Aga, Kak Alta juga nggak salah!" Mendengar ucapan sarkas dari bibir kakaknya, naluri Gea langsung tergerak untuk membela Alta. Bahkan suaranya terdengar lebih tinggi dari yang ia harapkan.
Arga nampak tak bisa berkata-kata dengan jawaban Gea. Saat Shena menyarankan untuk membicarakan kegelisahannya dengan Gea langsung, Arga memang segera melakukannya. Dia meminta maaf kepada Gea atas kejadian yang menimpanya saat itu. Seperti dugaan Shena, Gea memang sama sekali tak menyalahkan Arga barang sedikit pun. Dia justru merasa sedih mengetahui fakta bahwa selama ini kakaknya merasa demikian.
"Ge, setelah apa yang dia lakuin ke kamu, kamu masih bisa belain dia?" tanya Arga tak habis pikir.
"Kak, yang nyelakain aku itu Mora, bukan Kak Alta."
Arga menarik napas. Berusaha mengendalikan diri. Topik ini memang lebih sensitif baginya. "Dia ninggalin kamu gitu aja setelah kamu kecelakaan. Dia nggak ada di saat kamu butuh dia. Dan tau-tau dia tunangan sama Mora, orang gila yang udah bikin kamu celaka. Semua yang dia lakuin ke kamu itu juga terhitung kesalahan."
"Aku yakin Kak Alta punya alasan. Dia nggak sejahat itu." Gea bersikeras.
"Sedalam apa sih perasaan kamu ke dia sampai hal kayak gini aja kamu dibikin buta."
"Dulu Kak Alta bilang mau selalu jagain aku. Dan aku yakin dia selalu nepatin janjinya."
"Nyatanya dia ninggalin kamu Ge. Janji mana yang ditepatin? Nggak ada." Arga berusaha menyadrakan Gea sekalipun dengan kata-kata tajam dan menusuk.
"Bisa aja itu emang cara dia buat nepatin janjinya Kak. Dia ninggalin aku karena itu cara dia buat jagain aku. Semua orang mungkin nggak ngerti, tapi aku ngerti! Aku yakin pengertian aku nggak salah!" Kilatan kedua mata Gea memang menunjukan keyakinan cewek itu akan ucapannya.
Tapi semua yang keluar dari mulut Gea sama sekali tak terdengar masuk akal bagi Arga. Bagi Arga, Gea sudah dibutakan oleh perasaannya pada Alta. Entah apa yang sudah Alta lakukan sampai adiknya itu jadi seperti ini. Arga kira, semua yang terjadi lambat laun akan membuat Gea sadar, tapi nyatanya tidak.
"Ge, gunain logika kamu," kata Arga singkat namun sangat jelas maknanya. "Dia tunangan sama Mora. Dari situ aja udah kelihatan betapa brengseknya Alta. Mora, Ge, Mora. Kita bahkan nggak bisa ngelakuin apa-apa buat balas perbuatan dia. Kamu inget, pihak sekolah menutup mata akan khasus ini cuma karena orangtua Mora donator terbesar di sana. Kita juga bahkan nggak bisa ngelaporin dia ke polisi karena orangtuanya punya kuasa di mana-mana. Sejahat itu perbuatan Mora ke kamu. Dan Alta tunangan sama orang jahat itu. Pikirin baik-baik Ge, lihat kenyataannya."
Gea menelan ludah. Jujur hatinya juga terasa ngilu mendengar semua perkataan Arga. Tapi dia tetap teguh dengan keyakinannya. "Kak, kadang beberapa hal emang gak bisa dicerna pake logika. Bisanya pakai perasaan. Dan mungkin perasaan yang Kak Aga punya nggak cukup besar untuk mengerti semua yang dilakukan Kak Alta."
Gea mengerti.
Dia berusaha mengerti.
Dan mati-matian berharap agar pengertiannya tak salah.
![](https://img.wattpad.com/cover/280492862-288-k315749.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REJECT ME
Teen FictionDemi kepentingan riset novelnya, Ashena Saletta rela melakukan hal gila!!! Keinginannya satu, dia ingin tau rasanya ditolak cowok. Dan, untuk mewujudkan hal itu Shena rela membuang rasa malunya dan dengan nekat menembak Arga Fidelyo Zavendra, Ketua...