27 - Rapat Dies Natalis

9.8K 1.2K 54
                                    


Setelah jam istirahat selesai Arga skip kelas karena ada rapat OSIS untuk melanjutkan pembahasan tentang perayaan dies natalis sekolah yang semakin dekat.

    Di antara banyaknya event yang diselenggarakan sekolah, dies natalis adalah event terbesar yang persiapannya menguras banyak waktu dan tenaga. Bahkan harus rela bolak-balik skip kelas 

Tambah lagi dies natalis SMA Star High sudah layaknya event tahunan yang bukan hanya dinantikan oleh siswa-siswa SMA Star High, tapi juga anak-anak dari sekolah lain. Karena saking niat dan megahnya acara ini. 

"Untuk masalah dies natalis, tadi gue udah ngomong sama Pak Abi, beliau bilang semuanya suruh clear-in dulu, mulai dari susunan panitia, berapa biaya yang perlu kita keluarin, apa aja yang kita butuhin, terus untuk guest starnya juga. Nanti kalau udah, kita ada rapat lagi sama guru-guru," ujar Arga langsung setelah rapat dibuka. Semua pasang mata tertuju padanya sambil mengangguk-angguk mengerti setelah mendengar penjelasannya.

Rapat OSIS siang itu berlangsung lebih serius dan intens ketimbang rapt-rapat biasanya.

"Eh, guys tanya dong." Salah seorang cowok bernama Jimmy mengangkat tangan ingin bertanya. "Untuk panitia nanti kita bakal minta bantuan dari anak-anak dari ekskul lain kayak tahun lalu kan ya?"

Arga mengangguk membenarkan. "Pasti sih. Soalnya kalo ngandelin anak OSIS doang masih kurang."

Setiap ada event besar seperti ini, OSIS pasti akan selalu bekerja sama dengan anak-anak dai ekskul lain. Yang paling sering itu dari ekskul Pramuka, Paskibra, sama PMR. 

"Oke-okeee," balas Jimmy paham. 

Jarum jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul sebelas  siang. Pengurus OSIS sudah menghabiskan waktu satu jam hanya untuk pembagian panitia dan membicarakan teknis acara. 

"Terus ini nanti untuk tema acara pengennya gimana? Any suggestion?" tanya Yofa yang menjabat sebagai Ketua Divisi Acara. Seluruh orang di ruangan itu langsung memasang ekspresi berpikir. Beberapa di antara mereka berbisik-bisik kecil, masih ragu dengan ide yang mereka sampaikan dan mendiskusikannya kembali dengan anggota yang lain.

Setelah beberapa menit belum ada jawaban pasti, Tama si wakil ketuas OSIS buka suara. "Ga, lo inget gak sih pembicaraan kita yang waktu itu?" tanyanya pada Arga.

Tentu saja Arga langsung mengernyit bingung. Tidak mengerti pembicaraan mana yang dimaksud. "Hah, yang mana?"

"Yang pas kita habis kelar Jumatan random banget ngomongin dies natalis."

"Ohhh..." Tanpa perlu waktu lama Arga langsung ingat. "Iya-iya yang waktu itu."

"Apaan Ga?" tanya Yofa penasaran.

"Jadi gini, waktu itu gue sama Tama pernah kepikiran, kita kan diesnatalis tanggal sebelas bulan sebelas ya, kayaknya boleh juga tuh kalo tema acaranya 11:11." Dia memberi jeda sebelum kembali menjelaskan. "Ada yang pernah denger gak sih, kalo kita lihat jam 11:11 dan minta harapan, harapan kita bakal terkabul?"

Yofa mengangguk ragu meskipun belum sepenuhnya mengerti arah pembicaraan Arga. "Jadi tuh ceritanya kayak ... 11:11, When Your Wish Come True gitu?" tanyanya memastikan.

Arga dan Tama langsung mengangguk membenarkan. 

"Bener banget Yof. Apalagi kan momennya bertepatan banget ya sama dies natalis sekolah, di mana kita pasti ada harapan-harapan baik buat sekolah kita di masa mendatang." Tama menambahkan.

Yofa merenungi ucapan Tama baik-baik. "Bener juga sih... Keren-keren. Kalo gue sih oke ya, menurut kalian gimana? Ada yang mau nambahin saran lagi?"

"Kalo nanti puncak acaranya dibikin jam 11:11 malem gimana? Biar serba 11:11 gitu? Eh, kemaleman gak sih tapi?" tanya salah seorang bernama Ega.

"Enggak lah. Tahun-tahun sebelumnya malah puncak acaranya selalu tengah malem jam dua belasan," sahut Yofa.

"Yaudah sih pake itu aja gapapa," tanggap yang lain nampak tidak keberatan. Bahkan beberapa di antara mereka justru menambahkan beberapa masukan.

"Oke kalau gitu fix nih. Sekretaris catet ya!" pesan Arga pada Nana dan Vio.

Selanjutnya mereka beralih membahas tentang bintang tamu yang akan mereka undang.

"Untuk file list fee guest starnya udah gue kirim di grup ya kemaren. Menurut kalian gimana? Enaknya kita ngundang siapa nih?" tanya Arga sembari mengscroll layar iPad yang menampilkan dokumen daftar bintang tamu dan berapa biaya yang perlu mereka keluarkan.

"Sekarang kan anak-anak muda pada demen banget tuh sama musik indie, gimana kalo kita undang penyanyi indie aja? Tapi itu buat awal acara gitu. Nanti buat puncak acaranya kita ngundang band pop rock. Jadi mellow di awal have fun di akhir," usul Ega yang juga merupakan anggotaan band sekolah. Jadi dia lebih ngerti perihal beginian.

"Bisa aja sih. Terus lo ada rekomendasi gitu gak band-nya apa?" respon Arga.

"Kalo buat band indie sih menurut gue Hindia. Tapi ya fee-nya rada pricey, lagi naik daun soalnya," jawab Ega tidak yakin dengan masalah biaya.

"Kata Pak Abi tadi nggak usah khawatir sama masalah biaya. Sekolah bakal kasih berapapun biaya yang kita butuhin. Toh sponsor sama donatur sekolah kita juga banyak, jadi aman lah." Ucapan Arga membuat semuanya bersorak kegirangan.

 Pokoknya kalo urusan dana lancar, semuanya otomatis ngikut lancar.

"Demen nih gue yang begini-begini."

"Mantap banget dah sekolah kita kalo soal duit. Nggak pernah pelit." 

"Berarti konsumsi juga aman yaa?"

"Lo mah konsumsi mulu yang dipikir."

"Tiada logika tanpa logistik bro..."

"Emang dasar otak lo aja otak makanan!"

Arga sontak tertawa mendengar celetukan teman-temannya yang random bin nyeleneh itu. "Udah, udah, udah...," lerainya.

"Oke berarti yang band indie Hindia, yang pop rocknya siapa?" tanya Yofa lagi.

Ega berpikir sejenak. "Ada yang masih inget Bang Jev sama temen-temennya gak sih? Alumni dua tahun lalu. Dulu kan mereka ngeband tuh sampe sekarang masih terkenal. Sebelas dua belas lah sama Hindia."

Arga mengerti band mana yang dimaksud Ega. "Oh, Enam Hari?" 

"Iya Ga Enam Hari."

"Kalo itu mah setuju banget gueee!"

"Ya ampun Kak Jev dulu ganteng tapi sekarang makin ganteng!!!"

"Kalo kata gue sih lebih gantengan Kak Brian!"

"Enam Hari tuh band yang semua anggotanya vokalis itu kan Kak? Yang cakep-cakep?"

"Lagunya Enam Hari bikin loncat-loncat tapi mah aslinya lagu galau semua."

"Ini kalau seriusan ngundang Enam Hari gue give away dua juta nih."

Beberapa anak cewek yang dari tadi tidak banyak bicara langsung berubah heboh saat nama Enam Hari disebut.

Anak-anak cowok yang melihat hal itu Cuma bisa geleng-geleng kepala. Dasar cewek kalo udah demen.

"Menurut lo gimana Ga? Oke nggak?"

"Oke aja sih kalo gue mah."

"Seinget gue dulu lo deket deh sama Bang Jev, boleh lah entar lo omongin."

Arga berdesis. "Dulu sih temen nongkrong, tapi sekarang beliaunya udah sibuk banget, jarang ketemu kita. Cuma save-savean nomor WA aja. Coba deh entar gue omongin."

"Sip dah."

Setelah masalah bintang tamu mereka kembali melanjutkan pembahasan tentang masalah perlengkapan, publikasi acara, dan juga yang tak kalah penting yaitu konsumsi.

Saat jam menunjukkan pukul satu siang mereka sempat menjeda rapat untuk istirahat dan makan siang. Sampai pada akhirnya rapat hari itu selesai pada pukul lima sore dan mereka pun kembali pulang ke rumah masing-masing.

REJECT METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang