52 - She's Mad

7K 1.1K 63
                                    

REJECT ME BY GALEXIA

Instagram : @gaalexiaa dan @hf.creations

***

Shena pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Rasa cemas dan segala pikiran buruk yang berkecamuk di kepala. Dadanya seperti terhimpit batu dengan berat berton-ton, membuat dadanya sesak dan sulit bernapas. Bibirnya ia gigit kuat-kuat menahan tangis yang siap pecah. Serta tubuh yang bergetar hebat membuat semuanya makin parah.

Perasaan itu muncul pertama kali saat Shena mendapati kabar bahwa ayahnya kecelakaan. Kala itu dia masih berada di sekolah, tengah khusyuk mengikuti pelajaran. Berkali-kali ponselnya berdering, tantenya menelpon. Shena kira itu hanya telepon biasa, sampai tantenya mengatakan sebuah kabar buruk yang sukses membuat kepalanya blank.

Shena masih ingat saat dia langsung berlari meninggalkan sekolah tanpa meminta dispensasi terlebih dahulu. Shena masih ingat saat dia berdebat dengan satpam yang menjaga gerbang karena tak mengizinkannya keluar hanya karena dia tak memiliki surat dispensasi. Dengan kewarasan yang tersisa seperempat, Shena menendang selangkangan satpam itu dan buru-buru mencuri kunci gerbang dari saku celananya.

Dan setelah sampai di rumah sakit, kaki Shena langsung lemas saat melihat mamanya yang menangis histeris. Bukan hanya mama, tapi om dan tantenya juga. Mereka memang tidak sehisteris mama, tapi ekspresi berduka mereka dan serangkaian kata-kata menabahkan itu sudah cukup menjelaskan apa yang tengah terjadi. Skenario terburuk yang menghantui kepalanya menjadi kenyataan.

Papanya, cinta pertamanya, dunianya, dipanggil oleh Tuhan untuk menuju tempat yang lebih tinggi. Meninggalkan segala urusan yang ada di bumi, meninggalkan keluarganya, serta rasa sakit yang teramat.

Shena hancur. Sehancur-hancurnya.

Dan setahun setelahnya mimpi buruk itu terulang kembali. Alurnya hampir mirip dengan yang sebelumnya, tapi demi apapun Shena memohon agar bagian akhirnya berbeda. Karena jika tidak begitu Shena tidak tau akan jadi sehancur apalagi dia.

Shena mengikuti langkah Alta dengan harap-harap cemas. Mereka berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit. Shena tidak tahan untuk meminta Alta mempercepat langkahnya, tapi cowok itu terlihat sibuk dengan ponsel di genggaman. Shena benar-benar ingin berlari dan melihat kondisi Arga secepat mungkin. Segala perasaan sedih, panik, dan cemas bercampur aduk memenuhi dirinya, membuat Shena nyaris gila saat itu juga.

"Arga udah dipindahin di ruang rawat inap. Bentar lagi sampe kok." Alta menyimpan ponsel ke dalam saku.

Ucapan Alta membuat jantung Shena serasa diremat. Rawat inap? Separah itu kah sampai Arga perlu di rawat inap?

Berbagai skenario buruk yang tadi sempat menghilang kembali bermunculan di kepalanya, diikuti rasa pening hebat yang tiba-tiba menyerang kepalanya. Satu tetes air mata berhasil terjun membasahi pipinya, buru-buru Shena mengusap air mata sialan itu.

Kak Arga pasti baik-baik aja.

Kak Arga pasti baik-baik aja.

Kak Arga pasti baik-baik aja.

Dia berusaha mensugesti dirinya sendiri dengan hal-hal baik. Namun semua itu hancur begitu saja saat langkahnya berhenti di depan sebuah ruangan dan yang ia dapati adalah raut-raut wajah yang terasa familier. Raut wajah yang Shena dapati di hari pada saat papanya meninggal.

Tanpa pikir panjang Shena membuka kasar pintu ruangan tempat di mana Arga dirawat.

Orang-orang yang melihat hal itu membiarkan Shena melakukan apa yang dia mau. Sementara Alta menatap empat orang di hadapannya. Ada Clovis dan Bian, sementara dua orang lainnya merupakan panitia acara yang tadi ikut membawa Arga ke rumah sakit. Keduanya terlihat sangat lelah dan masih sedikit shock dengan apa yang terjadi.

REJECT METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang