68 - Thinking Out Loud

4.7K 706 54
                                    

REJECT ME BY GALEXIA

Instagram : @gaalexiaa dan @hf.creations

***

Ada rasa tidak terima dalam diri Arga saat mengetahui fakta Alta akan melanjutkan kuliah di Jerman dari mulut Bian. Maksud Arga adalah, itu merupakan sebuah berita besar. Bisa-bisanya dia justru mendengar berita sepenting itu dari mulut orang lain. Bukan dari Alta sendiri.

Dan juga mengapa Bian bisa tau sementara dirinya tidak. Arga yakin kalau Clovis juga pasti sudah mengetahui hal ini. Hanya dia saja yang tidak. Jika seperti ini ceritanya Arga merasa terasingkan dan tidak dianggap.

Meskipun hubungan keduanya tidak bisa dibilang baik, Arga dan Alta masih sesekali bertemu kalau Bian dan Clovis maksa ngajak nongkrong. Seingat Arga juga Alta tak pernah menyinggung apapun tentang dia yang melanjutkan kuliah di Jerman. Dia memang sering berkata dan bersikap seakan tidak peduli dengan kehidupan Alta dan apapun yang cowok itu lakukan. Tapi Arga cukup yakin untuk nggak melewatkan hal sekrusial ini.

Apa selama ini jangan-jangan ketiga temannya membentuk circle baru di belakangnya? Apa mereka diam-diam membuat grup chat yang nggak ada Arga-nya? Apa mereka, terlebih Alta, tak menganggapnya sebagai teman lagi?

"Ingat kata-kata Bu Nisa, SNMPTN bukan satu-satunya jalan untuk masuk kuliah. Jam 3 nanti, apapun hasilnya, entah itu biru ataupun merah, entah lolos ataupun enggak, terima dengan hati yang lapang. Kalo keterima ya emang udah rezekinya, kalau belom masih ada jalur lain. Nggak lolos SNMPTN ikut SBMPTN, nggak lolos SBMPTN ikut jalur mandiri, nggak lolos mandiri masuk perguruan tinggi swasta, kalo maunya tetap masuk perguruan tinggi negeri ya gap year terus ikut seleksi lagi tahun depan."

Di depan kelas sana guru BK-nya tengah memberikan wejangan terkait serba-serbi perkuliahan. Dan di bangkunya sendiri Arga justru tidak fokus karena terlalu sibuk overthinking.

"Bisa dipahami anak-anak?" tanya Bu Nisa yang sepertinya bersiap mengakhiri sesi konseling singkatnya.

"Bisa Buuu," jawab teman-teman kelas Arga serempak.

Benar saja, tak lama setelah itu Bu Nisa merapikan beberapa barang bawaannya dan bersiap meninggalkan lelas. Seperginya Bu Nnisa dari kelas, teman-teman Arga kembali berpencar ke segala penjuru sehingga membuat suasana kelas menjadi ramai dalam waktu singkat.

"Nggak mau kan, nggak mau kan, nggak mau kan?" Clovis menawarkan tempe goreng hasil jarahannya dari bekal makan siang anak cewek kepada Arga, Bian, dan Alta secara bergantian. "Syukur deh kalo nggak mau." Belum sempat ketiganya menjawab satu potong tempe itu sudah sepenuhnya masuk ke mulut Clovis dalam satu kali suapan.

"Lo niat nawarin nggak sih sebenarnya?" tanya Bian kesal.

"Basa-basi doang sih," jawab Clovis enteng dengan mata terpejam menikmati rasa gurih tempe goreng itu.

Setelahnya Bian hanya memutar bola mata.

"Lo gimana Pis? Lanjut kuliah nggak jadinya?" tanya Arga mengalihkan topik pembicaraan mereka. Sekalian untuk memancing Alta dan melihat reaksi cowok itu saat Arga membicarakan tentang kuliah. Apakah dia akan tetap diam dan tidak memberitahu Arga?

Yang ditanya memutar kursi ke belakang menghadap Arga. Satu tangannya meraih botol minum di meja seberang, tanpa meminta izin pada pemiliknya Clovis langsung menenggak air di dalamnya sampai sisa setengah. "Bunda gue lawak banget anjir."

"Lawak kenapa?" tanya Bian mulai tertarik.

"Masa gue disuruh ambil kedokteran. Bayangin coy, kedokteran loh!" Clovis membuat ekspresi super dramatis. "Dikira muka gue ada tampang-tampang bocah pinter gitu? Kan enggak. Boro-boro dah tuh kedokteran, gue bisa keterima univ negeri aja udah termasuk keajaiban dunia."

Mata Arga melirik ke arah Alta yang sama sekali tak bereaksi. Seperti biasanya cowok itu selalu terlihat tidur meskipun kenyataannya tak benar-benar tidur.

"Terus lo jadi lanjut nggak nih? Kalo lanjut tuh ya ayo kita bantuin belajar UTBK dari sekarang," ujar Arga gregetan.

"Dari dulu nggak sih harusnya?" tanya Bian dengan dahi bekerut.

"Gimana mau dari dulu, orang yang mau diajarin aja nggak ada kejelasan sampe sekarang," sungut Arga makin nyolot.

Clovis menyandarkan punggung ke kursi. Tangannya terlipat santai di depan dada. Sama sekali kayak nggak ada beban hidup. "Ya udah sih nggak usah dibikin pusing. Entar paling gue lanjut di jurusan yang gampang-gampang aja."

"Enggak ada jurusan yang gampang! Semuanya sulit. Tinggal lo-nya aja gimana, sesuai sama kata hati lo nggak, serius nggak, mau usaha nggak?" ralat Bian yang disambut anggukan setuju dari Arga.

"Ah elah, iya iyaaa."

Bian melempar penghapus kecil ke muka Clovis. "Jangan iya-iya doang lu."

"Lo pada nggak ada yang kepikiran kuliah di luar negeri gitu?" Pertanyaan Arga ia lontarkan dengan sedikit lebih keras. Sengaja agar Alta bisa mendengarnya dengan jelas.

"Enggak dulu deh. Nggak tega gue ngebiarin nyokap di sini sendiri," jawab Bian langsung. Kedua orang tuanya memang sudah berpisah sejak ia masih kecil, dan sampai sekarang Bian hanya tinggal berdua bersama ibunya.

"Gue? Kuliah ke luar negeri? Paling pol ya ke negeri dongeng." Ganti Clovis yang menyahut. Cowok itu memang jarang serius dalam situasi apapun.

Sekali lagi Arga melirik Alta yang masih juga tak berkutik. Apakah cowok itu tidak sadar dengan kode-kode yang diberikan Arga. "Seriusan nih? Nggak ada gitu yang pengen lanjut ke Jerman? Kok kayaknya seru juga kuliah di sana." Arga sengaja menekankan kata Jerman dalam ucapannya.

"Jakarta aja deh Jakarta." Bian tak butuh waktu berpikir untuk menjawabanya.

"Nggak bisa bahasanya," balas Clovis yang sama sekali tak salah. "Ngang ngong ngang ngong doang gue di sana yang ada."

Arga berdecak. Bukan kesal karena jawaban Bian dan Clovis. Melainkan kepada sosok di depannya yang sama sekali tak berniat bergabung dalam obrolan ini. Sampai kapan Alta akan terus diam sperti ini tanpa memberitahuny?

Dibanding Bian dan Clovis, Arga sudah mengenal Alta terlebih dahulu. Tidak ada yang akan menduga kalau dua orang yang saling membisu bila bertemu satu sama lain itu sudah saling mengenal sejak SD.

Arga sama sekali tidak bisa menerima hal ini. Dia marah dan kesal. Setelah semua yang terjadi di masa lalu, bisa-bisanya Alta mau pergi begitu saja tanpa beban. Di sini adiknya berjuang melawan rasa takut dan trauma, dan bagaimana bisa Alta akan pergi seakan semua benang ruwet ini sudah benar-benar terurai.

Tapi terlepas dari semua alasan itu, di salah satu sudut paling kecil di hatinya, Arga hanya tidak ingin Alta pergi dengan hubungan mereka yang sama sekali belum membaik. Karena di antara rasa benci yang selama ini ia tunjukan, masih tersisa ikatan persahabatan yang selama ini ia simpan.

***

#FROMHFCREATIONS

Yeay, yeay, update lagi!!!

Beberapa part menjelang detik-detik terakhir cerita ini tamat ((kayaknya)).

Kalian maunya sad ending atau happy ending?

Ada request adegan tertentu gitu nggak? Siapa tau entar bisa aku masukin ke cerita, atau bisa juga aku bikin versi chat-nya aja di IG @gaalexiaa. Kalian bisa langsung DM aku di sana. Contoh: Kak bikinin adegan what if Arga-Shena putus dong ((contoh doang))

By the way gimana puasa hari pertama? Lancar nggak? Semoga hari besok dan seterusnya lancar juga yaaa

















REJECT METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang