70 - A Word

4.8K 727 69
                                    

REJECT ME BY GALEXIA

Instagram : @gaalexiaa dan @hf.creations

***

Setelah setengah jam menunggu di luar, Arga dan Shena memutuskan untuk masuk ke dalam kamar rawat inap mama Shena. Mereka berjalan mendekati brankar tempat mama Shena berbaring dengan selang infus di tangan kirinya. Wanita itu masih tertidur pulas seperti terakhir kali Shena melihatnya.

"Pulas banget mama kamu," bisik Arga dengan suara rendah.

Shena tersenyum hambar. "Gapapa, kalo nggak gini mama nggak istirahat. Kata temen mama yang juga kerja di sini, mama emang selama ini overworked."

Arga mengangguk mengerti. "Selama ini kamu juga sering cerita kalau mama kamu sering ngehabisin waktu di rumah sakit daripada pulang ke rumah. Makanya kamu selalu di rumah sendiri."

"Setiap pulang ke rumah mama selalu keinget papa. Dan menyibukkan diri di rumah sakit adalah cara mama biar nggak keingat papa terus."

Arga melingkarkan tangannya di bahu Shena, menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Menyalurkan sisa-sisa kekuatan yang dia punya.

Setelah berpacaran dengan Shena, Arga memang lebih paham masalah antara Shena dan mamanya. Melalui cerita yang ia dengar dari Shena, Arga sedikit banyak mengerti tentang alasan di balik sikap mama Shena yang terlihat acuh pada anaknya sendiri.

Kepergian papanya membawa dampak yang besar pada wanita itu. Dia terlalu berlarut dalam kesedihan dan rasa kehilangan sehingga acuh akan banyak hal. Termasuk kewajibannya sebagai seorang ibu yang baik bagi Shena. Ditambah juga kurangnya komunikasi di antara dua wanita dengan gengsi yang sama-sama tinggi itu.

Setelah cukup lama berdiri, keduanya memutuskan untuk duduk di sebuah sofa yang terletak di sudut ruangan.

"Kak Arga yakin nggak mau pulang aja? Aku udah ngerasa mendingan kok sekarang." Shena benar-benar merasa tak enak hati.

"Udah jam segini, nanggung. Mending pulang besok pagi sekalian. Lagian entar kalo aku pulang kamu di sini sendirian. Aku nggak mau ya!" Arga mengatakan dua kalimat terakhir dengan ekspresi keberatan.

"Tapi besok pagi kan harus sekolah. Kalo aku besok mau izin aja."

"Aku juga mau izin aja kalo gitu."

"Ih, kok gitu?!"

"Kelas dua belas udah nggak ngapa-ngapain lagi di sekolah. Ujian udah kelar segala macem udah kelar. Aku juga nggak perlu ikut pendalaman materi buat UTBK."

"Iya deh camaba ITB!" cibir Shena sambil memutar bola mata. Sementara Arga membalas dengan menaik turunkan alisnya bangga. Cowok itu memang dinyatakan lolos seleksi SNMPTN di salah satu kampus yang jadi impiannya sejak dulu. Insitut Teknologi Bandung dengan jurusan Teknik Sipil.

"Tapi tetep aja harus masuk dong. Kan ada absennya, mana boleh bolos?"

"Siapa sih yang bilang mau bolos? Aku tuh mau izin!"

"Mau izin apa?" Dagu Shena sedikit terangkat ke atas, menantang.

"Camer sakit, gitu."

Jawaban Arga langsung dihadiahi tabokan keras dari Shena. Bukannya mengaduh kesakitan Arga malah tertawa puas. Shena sendiri sebenarnya tidak kesal, lebih ke salah tingkah aja. Kerusuhan itu hanya terjadi dalam waktu singkat saat keduanya sadar mereka masih berada di rumah sakit dan bisa menganggu mama Shena yang tengah beristirahat.

Tak lama berselang, handphone di dalam saku celana Arga bergetar. Cowok itu buru-buru mengambilnya. Saat ia cek ternyata ada beberapa pesan masuk.

Shena mengamati Arga yang tengah mengotak-atik ponselnya dengan rasa penasaran. Tengah malam begini siapa yang menghubungi cowok itu. "Orang rumah nyariin?"

REJECT METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang