70

324 25 8
                                    

Happy Reading..❣
.
.
*****

Al menyesap habis minumannya dan mulai membereskan barang-barangnya hendak pergi dari tempat itu, karena sepertinya kesempatan yang ia berikan akan terbuang sia-sia. Namun, saat ia hendak bangkit dari posisi duduknya, terlihat diujung matanya seseorang tengah berdiri didekatnya.

Al menoleh, itu bukan Nantha, tapi seorang gadis yang menjadi pemicu kerenggangan hubungannya dengan Nantha, Dara. Dengan raut angkuh dan style feminim ala anak manja, ia duduk di sofa yang berada di sebelah sofa yang diduduki Al.

"Kayaknya kemarin gue janjian sama Nantha, kenapa yang dateng malah pengikutnya?"

"Lo, bisa gak stop ganggu Nantha? Jauhin dia!"

Al menaikkan sebelah alisnya sangat-sangat bingung dengan ungkapan yang Dara katakan. Sejak kapan ia mengganggu Nantha? Bukankah justru pemuda itu yang selalu menggangu dan tidak mau menjauhinya.

Al menahan tawanya, "Lo... sehat kan? Oke, jadi dari sisi mana yang lo maksud gue 'menganggu' dia?" tanya Al dengan mengangkat dua jari telunjuk dqn tengahnya memberikan gestur tanda kutip di kata 'mengganggu' dengan sedikit penekanan.

"Berhenti ngebuat dia selalu dateng ke rumah lo cuma buat ngemis maaf."

Al terkekeh, sepertinya gadis yang ada di hadapannya itu sedikit terbutakan oleh ambisinya pada Nantha, "Sorry ya, Dar, tapi gue sama sekali gak pernah nyuruh dia buat dateng kerumah gue, dan kayanya lo juga harus tau segimana caranya gue buat ngusir dia," kata Al, "kalo pun dia mau ngemis maaf, bukannya itu wajar?"

"Gara-gara lo, Nantha sakit sekarang!" Al reflek membulatkan matanya, lalu menoleh kearah gadis yang sedari tadi enggan ia pandang, sepertinya hujan semalam berhasil menumbangkan pemuda itu, "dan lo masih nyuruh dia buat dateng nemuin lo?!"

"Dia sakit juga karena dia sendiri yang batu! Kenapa lo jadi nyalahin gue? Lagian kalo lo emang suka sama dia, kenapa lo biarin dia dateng ke rumah gue terus?? Kenapa lo gak seret dia pergi dari depan rumah gue? Lo kira gue mau setiap hari liat dia di depan gerbang rumah gue? Enggak! Gue juga risih."

"Lo gak punya hati ya, Al!"

Lagi-lagi Al dibuat tertawa dengan pernyataan Dara. Apakah ia tak salah dengar?

"Lo ngelawak? Gue? Gak punya hati lo bilang?" Al meraih ponselnya dan membuka aplikasi kamera, lalu menghadapkannya pada Dara, "udah Liat? Belum jelas? Perlu gue beliin kaca yang guuedee? Biar lo bisa ngaca sepuasnya sebelum ngatain orang, malu kali kalo sendirinya lebih parah," lanjutnya lalu memasukkan ponselnya kedalam saku celananya.

Gadis itu meraih kunci mobil dan dompet yang sebelumnya ia letakkan diatas meja, lalu bangkit dari duduknya. "Lo harusnya sadar, siapa pengacau yang sebenarnya." Al berjalan menjauh setelah mengatakannya, tetapi langkah berikutnya ia kembali berhenti dan menoleh pada Dara.

"Gue ada saran nih, mendingan lo berobat deh, obsesi lo gak waras," katanya sembari tersenyum lebar, "Bye, b*tch!"

Al keluar dari cafe tersebut meninggalkan Dara yang terlihat mempererat kepalan tangannya menahan emosi dengan perkataan Al. Dara kesal, bisa-bisanya ia diremehkan oleh gadis seperti Al, ia melayangkan pukulannya kesofa, "Argh! Sial!"

Dara mengalihkan pandangannya pada Al yang terlihat dari jendela cafe masih berjalan menuju mobilnya, raut mukanya merah padam, ia benar-benar tak bisa menerima hinaan itu.

"Gue yang bakal bikin lo gak waras, Alona," gumamnya.

***

Setelah pertemuan yang gagal dengan Nantha dan memutuskan untuk tidak langsung pulang, dan memilih untuk berjalan-jalan sebentar mengelilingi kota Surabaya. Meskipun demikian, ia masih memikirkan pemuda yang menjadi inti pembicaraannya dengan gadis tadi.

ALONA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang