"Gue kira cuma gue yang tau tempat ini."
Al berbalik dan melihat Vero tengah berdiri memandangnya, Vero yang berpakaian casual berjalan mendekati Al, dengan kedua tangannya yang di masukkan ke dalam saku celana dengan tatapan matanya yang tajam menambah kesan cool yang di milikinya. Al mengerutkan keningnya saat pemuda itu berhenti di sampingnya.
"Setau gue, kalo orang pergi ketempat sepi gini, berarti dia lagi ada masalah," ujar Vero menoleh menoleh ke arah Al.
Al hanya meliriknya, "Lo Vero kan? Yang kemaren itu," ujar Al memastikan, yang di balas seutas senyuman oleh Vero. "Lo ngapain disini? Jangan bilang kalo lu mau bunuh diri," tambahnya.
"Eh, mulut lo ya," Al menyunggingkan cengirannya.
Al menghela napasnya, lalu duduk di atas hamparan rumput hijau di sana, memposisikan dirinya untuk memeluk kedua kakinya. Al mengukir sekilas senyum yang seolah menyihir Vero yang tak sengaja melihatnya, Vero ikut untuk duduk di samping gadis itu, matanya masih belum lepas dari wajah Al seakan benar-benar terhipnotis.
Namun saat matanya menjelajah, ia melihat tangan kanan Al masih memperlihatkan luka yang menganga, itu cukup membuat Vero merinding karna luka tersebut cukup lebar dan banyak."Awwhh," ringis Al saat jari Vero menyentuh pelan luka di tangannya. "Sakit bego!"
"Tangan lo kenapa?" tanya Vero, Al melirik ke arah lukanya dan segera menyembunyikan nya.
"Gak papa."
"Kaya gitu mah gak mungkin gak papa, pasti ada apa-apa," ujar Vero. "Ntar aja ceritanya, sekarang mending gue obatin dulu tangan lo. Lo tunggu sini gue ambil kotak obat bentar."
Al menaikkan sebelah alisnya bingung dengan tingkah Vero yang seolah-olah begitu panik, "Kenapa sih tuh cowok?"gumamnya di ikuti kekehan kecil.
Beberapa menit kemudian Vero kembali dengan sebuah kotak P3K merah dan kembali duduk di sebelah Al.
"Sini, mana tangan lo," titahnya.
"Mau ngapain?"
"Mau gue gado."
"Kejam lo."
"Ya enggak lah, gue mau ngobatin tangan lo kali," ujar Vero meraih tangan kanan Al.
"Gak usah lah, ntar juga gue obatin sendiri," tolak Al sambil kembali menarik tangannya, Vero berdecak pelan.
"Itu luka parah, ntar kalo lo kena infeksi gara-gara itu lo sendiri yang susah. Gak usah nolak, mumpung gue baik nih."
Al menghela nafasnya, dengan pasrah ia mengulurkan tangan kanannya ke arah Vero dan mulai membersihkannya.
Vero mengambil kapas yang sebelumnya sudah ia tuangkan alkohol untuk langkah awal membersihkan luka tersebut, ia melakukannya dengan sangat pelan dan hati-hati. Saat kapas itu menyentuh permukaan kulit Al, ia sedikit meringis karna merasakan rasa dingin yang berubah dengan rasa perih.
"Tahan, bentar lagi ilang perihnya," ujar Vero mencoba menenangkan Al.
Setelah selesai membersihkan luka yang ada di tangan Al dengan alkohol, Vero berganti meraih kapas lain yang sebelumnya sudah ia tuangkan obat merah dan kembali mengusapkannya ke tangan Al dengan pelan. Dan sekali lagi, Al meringis karna sensasi perih itu kembali muncul. Sesekali Vero melirik wajah Al, lucu menurutnya dalam diam ia hanya menyimpan senyum di kepalanya.
"Sakit? Sabar, bentar lagi kelar kok," ujar Vero, Al berdecak.
"Iya, ellah!"
Vero meraih perban yang ada di kotak P3K nya itu dan mulai melilitkannya ke tangan Al, sangat pelan. Tanpa sadar Al memandang wajah Vero yang dengan telaten mengobati lukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA (SELESAI)
Teen FictionKesakitan terhebat bukan karna broken heart, melainkan broken home. Luka terhebat adalah saat keluargamu tak kan pernah kembali utuh. Kesedihan terhebat adalah saat rumah yang seharusnya menjadi tempatmu pulang justru terasa asing. Kepedihan terheba...