Happy reading ❣️
.
.
.
*****Sepulang mereka dari kediaman Alan, mereka lebih dulu mampir ke toko bunga dan mengarahkan mobilnya menuju pemakaman tempat abadi salah satu sahabatnya itu. Dengan langkah pasti, gadis itu melangkah menyusuri jalan menuju makam Alan. Al berjongkok dan meletakkan bunga yang sebelumnya mereka beli di atas pusara bertuliskan nama Alan. Senyum sendu terukir di wajah gadis yang kini mulai membersihkan makam tersebut.
Jojo yang melihat sahabatnya seperti itu, jujur saja merasa sesak. Melihat Al menjadi gadis yang sangat berbeda jika sudah berangkutan dengan almarhum sahabatnya itu. Tak ada lagi gadis tegar yang selalu berbicara asal saat ia sudah berhadapan dengan pusara kematian dan kenangan yang terpendam. Jojo berjongkok di samping Al, dan tersenyum ke arah pusara tersebut.
"Hai bro, gimana kabar lo? Tau gak, kasihan tau nih cewe. Nangis mulu kerjaannya, lo gak mau ngehibur dia kaya dulu lagi, gitu?"
"Jangan bikin malu gue di depan Alan dong."
Jojo terkekeh, "Bro, lo sehat-sehat kan. Kita semua kangen lo," ujar pemuda itu dengan raut sedih.
"Kita selalu kangen lo," tambah Al.
Tak lama mereka pun kembali, karna memang hari sudah menjelang magrib. Jojo mengantarkan Al kembali ke rumahnya, lalu segera memutar balikkan mobilnya menuju kediamannya karna mereka melihat mobil Rani terparkir di halaman rumah Al.
Al memasuki kediamannya dengan malas, seperti biasa hanya bi Isum yang menyambut kedatangannya. Wanita paruh baya itu tersenyum ke arah Al yang di balas gadis itu dengan senyum juga.
"Akhirnya non Al pulang juga. Nyonya nyariin non, katanya ada yang mau di bicarain," ujar bi Isum membuat Al bingung.
"Tumben? Makasih ya bi, nanti Al temuin mama."
Wanita itu mengangguk, sedangkan Al melangkahkan kakinya menaiki satu persatu tangga. Ia memutuskan untuk membersihkan diri karna tubuhnya sudah cukup berkeringat. Setelah selesai membersihkan diri dan sudah menggunakan setelan santainya, ia keluar kamar dan menuju ruang kerja Rani. Ia tau persis wanita itu pasti ada di ruangan itu. Al mengetuk pintu tersebut detik berikutnya perintah masuk pun terdengar, gadis itu membuka pintu dan segera masuk dengan wajah datarnya. Rani memandang anaknya sekilas masih sibuk dengan kertas-kertas berkas yang ada di mejanya.
"Kata bi Isum mama nyari aku, kenapa?" tanya Al to the poin.
Rani melepas kacamata yang bertengger di hidungnya, "Ah iya, mama hampir saja lupa." Wanita itu menautkan jarinya untuk menopang dagunya. "Gimana keadaan kamu? Udah enakan?"
Al yang mendengar itu memutar bola matanya malas, "Aku tau mama bukan wanita yang seperhatian ini, dan pastinya bukan cuma masalah ini yang mau mama omongin sama aku. Langsung aja ke intinya, maksud mama apa?" tanya Al yang tak suka melihat Rani yang berbasa-basi dengannya.
Rani menghela napasnya, lalu menyandarkan tubuhnya, "Lama-lama sifatmu sangat mirip dengan Surya. Oke, jadi mama mau kamu mulai sekarang sedikit lebih belajar tentang bisnis, karna cepat atau lambat kamu yang akan jadi pengganti mama di kantor," ujar Rani, membuat Al memalingkan wajahnya dengan kekehan meremehkan.
"Gantiin mama? Siapa yang mau? Aku gak mau jadi wanita kaya mama, yang selalu sibuk sampai lupa dengan keluarganya sendiri!"
Rani sedikit memijat tulang hidungnya, mencoba menahan amarahnya, "Al, kita udah sering bahas masalah ini, kenapa kamu gak pernah ngerti?"
"Mama juga gak pernah ngerti perasaan Al selama ini! 17 tahun Al hidup, dan selama itu pula cuma papa yang perhatian sama Al. Mama gak pernah ikut andil buat kasih perhatian ke Al! Aku sayang sama papa, biarpun papa sibuk tapi dia masih punya waktu buat aku! Tapi dengan seenaknya mama malah cerai dengan papa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA (SELESAI)
Teen FictionKesakitan terhebat bukan karna broken heart, melainkan broken home. Luka terhebat adalah saat keluargamu tak kan pernah kembali utuh. Kesedihan terhebat adalah saat rumah yang seharusnya menjadi tempatmu pulang justru terasa asing. Kepedihan terheba...