Sesuai janji aku, bakal double up, setelah sekian lama gak up.
Enjoy guys and Happy reading ❣️
.
.
.
*****Hari ini Al memilih untuk menghabiskan Weekend-nya untuk rebahan di kamar masa kecilnya. Ah, dia jadi teringat dengan Almarhumah Omanya, jika pagi hari di hari Minggu seperti ini Omanya selalu mengajaknya untuk menikmati sejuknya hawa pagi. Dia jadi menyesal dulu sering menolak ikut jika Omanya mengajak.
Gadis itu duduk di sofa yang ada tepat di depan jendela, ia menggunakan tangannya untuk menyangga dagunya. Gadis itu memandang kosong kebun kecil milik omanya dulu, lalu ia menghela napasnya. Ia merindukan sosok wanita tua yang selalu mengerti dirinya, yang memberikan kasih sayang kepadanya, rasa sayang yang tak bisa ia dapatkan dari seorang Rani.
Sudah cukup lama dirinya berdiam diri memandang kebun bunga itu, hanya memandangnya dengan tatapan kosong. Sampai suara seseorang membuyarkan lamunannya, gadis itu menoleh ke belakang dan melihat seorang wanita paruh baya tengah berdiri tepat di belakangnya. Wanita itu tersenyum ramah yang juga dibalas senyuman oleh Al.
"Non Al mau sarapan dulu? Sarapannya sudah bibi siapkan," kata wanita itu sopan.
Al merubah posisi duduknya. "Iya, Bi, setelah ini ya. Aku mau keluar sebentar," balas gadis itu.
Wanita itu mengangguk paham, lalu beranjak pergi meninggalkan Al yang kini juga sudah berjalan ke luar rumah. Gadis itu duduk disebuah ayunan yang ada di depan rumah itu, ayunan masa kecilnya yang dibuat khusus hanya untuknya.
Pikirannya kembali melayang entah ke mana, akhir-akhir ini ia merasa banyak sekali hal yang harus ia pikirkan. Tentang kerinduannya dengan Surya, Omanya, dan juga Alan. Tentang Rani yang beberapa bulan lagi yang akan menikah dengan laki-laki yang belum Al kenal. Ah, dadanya kembali sesak mengingat pilihan Rani itu, tetapi apa yang bisa ia lakukan? Karna sekuat apapun dia menolak, wanita itu akan tetap dengan keputusannya.
Menit berikutnya, ponselnya bergetar dan dengan malas gadis itu merogoh saku celananya, tertulis 'Mom' dilayar ponselnya, ia menaikkan sebelah alisnya bingung. Gadis itu memilih untuk mengabaikan panggilan itu dan kembali memasukkannya ke dalam saku celananya. Namun, menit berikutnya ponsel itu kembali bergetar, dan dengan malas Al kembali merogoh kantong celananya dan mengeluarkan benda pipih itu. Ia memandangi layar yang bertuliskan 'Mom' itu cukup lama, dan akhirnya memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut.
"Halo?"
"..."
Al sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya, ia menaikkan sebelah alisnya bingung. "Kenapa?"
"..."
"Apa?!" kata Al terkejut dengan mata yang membulat. "Dimana sekarang?"
"..."
"Oke! Saya ke sana sekarang."
Setelah memutus sambungan telpon itu, Al memasukkan kembali ponselnya lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Gadis itu berlari menuju kamarnya, meraih jaket dan kunci mobilnya lalu kembali keluar dengan tergesa-gesa.
"Bi Iyem! Aku pergi dulu, mau ke rumah sakit," teriak Al sembari mengenakan jaketnya.
Wanita paruh baya yang di panggil pun bergegas keluar dari dapur. "Siapa yang sakit, Non?"
"Mama," kata gadis itu cepat, dan segera keluar dari rumah tersebut.
Gadis itu segera masuk ke dalam mobilnya dan segera melajukannya pergi dari rumah itu. Ini lah Al, sebenci apapun dirinya dengan Rani, ia akan tetap menyayanginya. Karena bagaimanapun juga, wanita itu adalah ibunya. Gadis itu mengendarai mobilnya kencang, untung saja hari ini masih pagi Weekend, jadi jalanan tak begitu macet.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA (SELESAI)
Teen FictionKesakitan terhebat bukan karna broken heart, melainkan broken home. Luka terhebat adalah saat keluargamu tak kan pernah kembali utuh. Kesedihan terhebat adalah saat rumah yang seharusnya menjadi tempatmu pulang justru terasa asing. Kepedihan terheba...