"Al?" suara bariton mengejutkan dirinya, gadis itu segera mengembalikan pigora tersebut ke tempat asalnya dan beralih memandang Nantha yang sudah ada di belakangnya. "Lagi ngapain?" tanyanya melangkah mendekati Al.
"Liat-liat aja," jawab Al dengan senyuman, Nantha berdiri tepat di samping Al.
"Itu bokap-nyokap gue, yang di samping bokap itu kakak gue," ujar Nantha, Al yang awalnya memandang Nantha kini beralih memandang pigora tersebut.
Al sedikit mengukir senyum, "Keluarga lo kelihatan harmonis ya, Tha," ujar Al tiba-tiba, pandangannya masih memandang pigora tersebut.
"Maybe. Mereka itu lucu, kadang juga ngeselin, sering bikin gue kesel juga," sahut Nantha, terlukis senyum pahit di wajah Al. "Gimana keluarga lo?"
Al menolehkan kepalanya menghadap kearah Nantha dengan ekspresi yang sulit untuk di artikan, namun sebisa mungkin ia tetap menyembunyikan kesedihannya.
"Emh, gimana mobil gue? Udah kelar?" tanya Al mengalihkan pembicaraan, Nantha mengerutkan keningnya bingung.
"Bentar deh, gue tanyain dulu," jawab Nantha lalu berlalu menuju sofa yang di sana terdapat ponselnya.
Keluarga gue gak seberuntung keluarga lo, Tha. Batin Al.
Nantha kembali mendekati Al yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Gimana?"
"Katanya kemungkinan besok baru kelar. Nanti biar gue ambilin aja, sekarang mending lo nginep sini, atau mau gue anter balik?"
"Emh, gak usah gue balik aja."
"Kalo gitu biar gue anter lo pulang," ujar Nantha dan hendak berlalu mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja, namun lebih dulu di tahan Al.
"Eitss, mau ngapain lo? Gak usah, gue bisa naik taksi."
"Ya kali gue ngebiarin cewek naik angkutan umum sendiri?"
"Gak usah lebay deh. Gue udah biasa," kekeuh Al dengan memutarkan matanya malas.
"Lagian juga gue yang ngebawa lo kesini, jadi gue yang harus balikin lo dengan selamat," ujar Nantha membuat Al terdiam seolah berfikir. Sampai akhirnya Al pun menyetujui ajakan Nantha untuk mengantarnya pulang. Hitung-hitung menghemat biaya batin Al.
*****
Kini mereka telah berada di satu mobil, hanya hening yang berhasil masuk kedalam mobil yang mereka kendarai. Al memilih untuk membuang muka menghadap ke luar jendela, menikmati suasana malam dengan rintikan hujan yang masih menetes di luar sana.
Sedangkan Nantha masih memandang lurus jalanan dengan jari telunjuknya yang ia ketuk-ketukkan di stir mobil mengikuti irama musik. Namun di balik itu, ia terus berfikir bagaimana caranya ia membuka obrolan dengan miss jutek ini. Sesekali ia melirik Al yang masih setia memandang luar jendela.
"Ekhemm."
Deheman yang sengaja Nantha keluarkan itu, berhasil mengalihkan pandangan Al menghadapnya. Al menautkan alisnya, seolah-olah ia bertanya 'kenapa'. Namun, detik berikutnya Al kembali memalingkan wajahnya menghadap luar jendela.
"Kalo mau ngomong, ngomong aja gue dengerin. Kalo mau tanya juga silahkan, gue bakal jawab," ujar Al tiba-tiba membuat Nantha bingung, bagaimana bisa Al tau apa yang ada dipikirannya. Apa gadis ini memiliki telepati?
"Emh, gue cuma mau tanya, kenapa sih lo jutek banget sama orang?" tanya Nantha dengan sesekali melirik Al.
Al menarik nafasnya panjang, "Gue dulu pernah hampir tunangan," jawab Al menggantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA (SELESAI)
Teen FictionKesakitan terhebat bukan karna broken heart, melainkan broken home. Luka terhebat adalah saat keluargamu tak kan pernah kembali utuh. Kesedihan terhebat adalah saat rumah yang seharusnya menjadi tempatmu pulang justru terasa asing. Kepedihan terheba...