Malam menjelang gadis itu berjalan menuju balkon kamarnya, ia duduk di pagar balkon sambil memandang detik-detik tenggelamnya matahari. Dalam hatinya selalu berharap hal yang sama.
Semoga dengan tenggelamnya matahari, masalah gue bisa ikut tenggelam, dan akan terbit sesuatu yang lebih indah. Semoga. Batin Al dengan mata tertutup.
Kini ia sendirian di sini, tak ada siapapun. Mamanya? Entahlah, mungkin beliau lupa jika dia mempunyai anak yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayangnya, ya dia selalu melupakan hal itu. Matanya kembali memanas karna mencoba menahan sesuatu yang hendak keluar di dalam sana.
Kenapa hidupnya se menyedihkan ini? Kenapa keluarganya tak bisa utuh seperti dulu? Al rindu saat mereka masih bisa merasakan makan bersama."Kalau gue gak ada. Apa penderitaan ini selesai?" gumamnya. Tanpa diduga setetes air mata mengalir jatuh melewati pipinya yang dengan segera ia usap kasar.
Bersamaan dengan itu, telinganya berhasil menangkap teriakan seseorang yang cukup memekakkan telinga, dan ia tau siapa pelaku tersebut. Pintu kamarnya terbuka lebar, membuat Al membalikan badannya."AL... ALOOO..." teriaknya dengan suara 8 oktav dengan melangkah masuk kedalam kamar Al, membuat Al menutup kedua telinganya rapat.
"Busyett. Tuh mulut bisa diem gak ya? Gue gak budeg kali Ken," balas Al kesal sambil melangkah mendekat kearah sahabatnya itu. Ia duduk di atas kasur queen size-nya yang di sana sudah ada Kena yang sedang merebahkan tubuhnya. "Lo ngapain teriak-teriak sih nyet?" tanyanya sambil memukul pelan tubuh Kena.
"Ya abisan, lo di panggilin dari tadi kaga nyaut sih."
"Gua kaga denger tuh," balasnya santai. Kena memutar bola matanya malas.
"Ke basecamp kuy, anak-anak udah di sana," ujar Kena yang kini telah merubah posisinya menjadi duduk di sisi lain tepi kasur milik Al.
"Sekarang?"
"Tahun depan. Ya sekarang lah, pinterr," jawab Kena sedikit kesal yang di balas kekehan kecil dari Al, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu kamar Al.
"Gue tunggu di bawah, lo yang cepet.""Iye, bawel banget lo." Kena pun keluar dan tidak lupa menutup pintu kamar Al.
*****
Mereka kini tengah berada di sebuah rumah kecil jauh dari kota, terdapat sebuah danau indah di sana. Tempat biasa yang sering mereka sebut dengan sebutan 'basecamp'. Suara tawa mereka terdengar nyaring jika di dengar, jika orang lain melihatnya pasti akan berfikir jika kehidupan mereka begitu mulus, namun nyatanya tidak sama sekali. Kini mereka tertawa, bahkan mungkin mereka lupa dengan kenyataan. Orang itu terus saja melemparkan lawakan-lawakan yang mampu membuat teman-temanya tertawa, bahkan tak jarang dari mereka akan tertawa dengan perdebatan konyol dari yang lain. Inilah sahabat menurut Al. Di manapun dan kapanpun akan tetap sama.
"Hahaha gila, udah lah, mules nih gue ketawa mulu," ujar Kena yang terlihat sudah lemas dengan tangannya yang masih memegang perutnya.
"Jorok lu, mules ya mules aja kaga usah bilang juga," keluh Jojo.
"Ya lo juga yang bikin gue mules"
"Lah? Gue?"
"Ssttt.. Udah deh, gue kawinin juga lo berdua kalo masih aja debat," ujar Rey melerai perdebatan tidak penting dari mereka. Al terkekeh melihat tingkah mereka.
Di tempat lain, bersama dengan kelompok sendiri yang terdiri dari 4 orang remaja putra, sedang duduk di meja salah satu cafe, tempat tongkrongan mereka. Di sana mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri, ada yang sibuk dengan ponselnya entah ber-chat ria atau bermain game, ada yang sibuk dengan makanannya, ada yang sibuk dengan buku-bukunya entah buku apa yang ia baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA (SELESAI)
Teen FictionKesakitan terhebat bukan karna broken heart, melainkan broken home. Luka terhebat adalah saat keluargamu tak kan pernah kembali utuh. Kesedihan terhebat adalah saat rumah yang seharusnya menjadi tempatmu pulang justru terasa asing. Kepedihan terheba...