Happy Reading...❣️
.
.
.
*****Mobil hitam berhenti dipinggir danau, Nantha keluar dan membukakan pintu untuk Al. Al berjalan mendahului pemuda itu menuju tepian danau, sejujurnya ia sudah lama tak lagi mendatangi tempat itu.
"Lo ngapain ngajakin gue kesini?" tanyanya sembari membalikkan badan.
Nantha berjalan mendekati posisi gadis itu berada, "Gue tau ini tempat kesukaan lo, tempat lo menyendiri," Al menaikkan sebelah alisnya, "gue mau jadi orang terakhir yang menutup kenangan lo di tempat ini," lanjutnya.
Al hanya menatap pemuda itu tanpa membalas ucapannya, lalu memutuskan untuk duduk di atas batu besar yang tak jauh dari tempatnya berdiri. "Lo tau, gak semua yang lo pengen bakalan terjadi?"
Al menoleh kepada Nantha, "lo juga gak bisa dateng, pergi, terus dateng lagi."
"Gue gak bisa balik sama lo, Nan," lanjutnya dengan senyum tipis, sedangkan pemuda itu hanya diam.
Entah apa yang dipikirkannya, tetapi ia benar-benar merasa lenyap dari dunia tempatnya berdiri. Kata-kata gadis itu seolah gumpalan batu besar yang menghantap dadanya, sesak. Ia mencoba mencerna kembali perkataan Al dengan seksama, apakah ia baru saja menerima pernyataan putus?.
"B-bukannya kita udah baik-baik aja?" tanya Nantha pada akhirnya dengan suara sedikit bergetar.
"Iya, kita emang udah baik-baik aja. Gue gak mau putus sama lo dengan keadaan kita yang lagi perang dingin," balas Al.
Nantha mencoba untuk mengatur luapan emosinya, "Apa lagi sekarang, Al?" Jujur saja ia tak mengerti apa lagi yang salah sekarang.
"LDR itu berat, Nan, gue gak tau bakal bisa tetep sama lo atau nggak," kata Al, tentu saja itu bohong, alasan sebenarnya adalah karena orang tua Nantha yang tak menginginkan kebersamaan mereka.
"Kalau cuma masalah itu, gue bisa kok ikut lo pindah ke Itali, kita bisa kuliah bareng di sana, kita gak perlu putus." Nantha meraih kedua pergelangan tangan Al erat, seolah tak pernah ingin untuk melepaskannya.
"Gue gak yakin lo bisa lakuin itu dengan mudah."
"Kenapa? Jujur sama gue, alesan yang sebenarnya?"
"Itu alesan gue, lo mau denger apa lagi?"
Nantha menggeleng, "Pasti ada yang lain."
"Terserah lo, yang pasti gue gak bisa lanjut sama lo," katanya sembari melepas genggaman tangan Nantha.
Tentu saja ia tak bisa mengatakan alasan sebenarnya, ia tak mau ibu dan anak itu kembali bertengkar karena dirinya. Nantha cukup tau hubungan mereka berakhir karena kepergiannya.
Al tersenyum tipis lalu bangkit dari duduknya. Ia menghela napas, ia pun merasakan sesak didadanya seolah-olah ada sebuah api yang membakarnya di dalam sana. Api yang memberontak untuk menerobos keluar melalui emosinya yang tertahan.
"Gimana kalau kita balik?" tanyanya mencoba bersikap seperti biasanya. Nantha hanya memandang gadis itu tanpa kata.
Terpancar tatapan tak percaya dimata pemuda itu, tatapan yang menelisik kejujuran dari raut muka Al. Gadis itu tersenyum, menyembunyikan kebenaran. Nantha menghela napasnya berat, lalu bangkit lalu memeluk gadis itu tanpa aba-aba.
"Gue gak tau lo punya alasan apa dibalik ini, tapi gue mencoba ngehargai keputusan lo," katanya, Al yang mendengar kata-kata itu mendongakkan kepalanya, matanya mulai memanas, ia hanya berdoa agar air matanya tak mengalir tanpa permisi,
"gue gak bakal bisa lepasin lo semudah itu, gue bakal tunggu lo. Gue tunggu sampai lo balik lagi sama gue," lanjutnya, "gue bakal mundur setelah gue liat lo bareng sama orang yang bener-bener lo mau, orang yang lebih baik dari gue dalam versi lo. Setelah itu terjadi, gue gak bakal lagi ngusik hidup lo, gue bakal pergi jauh dari hidup lo, sampai lo lupa kalo gue pernah ada di hidup lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA (SELESAI)
Teen FictionKesakitan terhebat bukan karna broken heart, melainkan broken home. Luka terhebat adalah saat keluargamu tak kan pernah kembali utuh. Kesedihan terhebat adalah saat rumah yang seharusnya menjadi tempatmu pulang justru terasa asing. Kepedihan terheba...