"Jika kamu bertanya apa yang membuat mereka bahagia, satu yang ku tau, kebahagiaan mereka bukanlah diriku. Aku hanya bayangan yang tak berarti untuk mereka, jadi jangan pedulikan aku."
-ALONA CASANDRA-
*****
Hidupnya yang indah kini telah berubah. Tunggu, hidup indah? Pernahkah dia merasakan kehidupan yang indah? Haha, kurasa tidak. Keharmonisan keluarga tersebut kini semakin menghilang termakan waktu. Setelah kejadian dimana kedua orang tuanya bertengkar hebat, yang berakhir dengan kepergian lelaki yang sangat ia sayangi. Gadis itu tak bisa melakukan apapun selain menutup rapat mata dan telinganya saat pilihan itu terjadi dan semakin membuat hidupnya tak terlihat.
Matanya terpejam rapat saat serpihan ingatan itu kembali menyerang kepalanya, kenangan yang begitu memilukan untuk kembali di kenang, kejadian beberapa tahun lalu bahkan seakan-akan kembali terulang, begitu nyata. Sampai suara teguran seseorang berhasil membuyarkan ingatan itu, membuatnya kembali tersadar akan kenyataan, bahwa itu semua hanya bayangan dan kenyataanya semua sudah terjadi, meninggalkan dirinya sendiri walau sebenarnya mereka ada.
"Non Al, dimakan atuh sarapannya. Nanti Non lemes disekolah kalo gak sarapan," tegur wanita paruh baya yang kini tengah meletakan segelas susu di atas meja makan. Wanita yang sudah menjaga dan merawatnya sejak kecil, wanita berharga yang telah mengajarinya arti kasih sayang seorang ibu, yang sudah di anggapnya sebagai ibunya, miliknya.
Al mengalihkan pandanganya menghadap wanita itu dengan senyum lembut.
"Al udah kenyang Bi."
"Gimana bisa? Dari tadi bibi perhatiin, Non cuma diem melamun." Al kembali tersenyum.
Iya bi, Al udah kenyang, kenyang sama drama sialan kaya gini.
"Serius bi, Al udah kenyang. Lagian semalem kan Al udah makan, mana banyak lagi makanya," ujarnya.
Bi Isum menghela nafas, seakan-akan lelah menghadapi sikap anak majikanya yang semakin lama kian berubah pasif.
"Ya udah kalau gitu, Non Al siap-siap berangkat sekolah. Tadi bibi udah bilang Anwar buat panasin mobilnya Non," ujar Bi Isum.
Al mengangguk dan memberikan lambang 'OK' dengan jarinya. Meraih tas dan mengulurkan tangannya meraih tangan Bi Isum, lalu menciumnya dan melangkah pergi. Namun saat langkahnya baru beberapa, suara seseorang kembali menghentikan langkahnya.
"Non jangan lupa pamit sama Mamah," ujar Bi Isum sambil melangkah mendekati p.osisi Al.
"Udah kok, kan Bibi mamahnya Al."
"Jangan gitu Non, gimanapun juga Nyonya tetap Mamahnya Non Al."
"Bi, mamah gak bakal peduli aku pamit atau enggak, itu semua gak ngaruh buat dia. Karna yang mamah peduliin itu cuma kerjaan-nya."
"Tapi Non..."
"Udah deh bi, Al mau berangkat dulu. Takut telat," ujarnya lalu segera melangkah pergi meninggalkan Bi Isum yang kini tengah menggelengkan kepalanya.
Di halaman rumahnya sudah terdapat mobil sport merah miliknya dengan seorang pemuda yang kini tengah membersihkan kaca bagian depan mobil tersebut. Melihat itu, Al tersenyum girang dan segera berlari kecil menghampiri pemuda itu, Al menyentuh pelan pundak pemuda itu saat tubuhnya berada tepat dibelakangnya.
"Pagi Bang Anwar," sapa Al dengan tersenyum. Pemuda itu menoleh menghadap Al dan membalas senyumanya.
"Pagi Non Al." Mendengar jawaban dari Anwar berhasil mengubah ekspresi Al menjadi kesal.
"Kambuh lagi deh, udah berapa kali sih Al bilang. Jangan panggil Al dengan embel-embel Non. Al gak suka tau. Lagian umur kita cuma selisih 3 tahun kan." Protes Al membuat Anwar terkekeh.
"Ya gak bisa dong. kamu kan majikan abang,jadi abang harus berperilaku sopan kan."
"Karna Al majikan abang, jadi abang harus nurut sama yang Al suruh. Kalo Al nyuruh abang panggil Al langsung nama, abang juga harus nurut," ujar Al dengan senyum kemenangan dan sesekali menaik turunkan alis nya.
Anwar kembali terkekeh, dengan tanganya yang mengusap sayang kepala Al."Iya-iya, abang panggil kamu gak pake Non lagi. Ya udah, buru gih berangkat. Ntar telat lagi," ujar Anwar dengan membantu Al membuka pintu mobilnya. Al mengangguk dan segera masuk kedalam mobilnya.
Al duduk di bangku kemudi, diam. Entah apa yang kembali merasuk ke dalam pikiranya saat ini, ia mengarahkan tanganya ke kepalanya, seakan-akan kembali mencoba merasakan kenyamanan yang baru saja ia rasakan saat Anwar mengusap lembut kepalanya, ia sedikit tersenyum. Ia menurunkan tanganya dan mengarahkan kepada stir mobilnya, menggenggamnya erat dengan kepalanya yang mendongak dan memejamkan matanya rapat.
Sampai sebuah ketukan kaca mobil menyadarkanya, ia sempat terlonjak terkejut lalu menoleh kearah samping, tepat di dapati Anwar sedang memandangnya khawatir. Ia memberikan kode untuk membuka jendela mobilnya, Al pun menekan tombol pembuka jendelanya.
"Kamu kenapa Al, sakit?" tanya Anwar khawatir, Al menggelengkan kepalanya dengan tersenyum. "Serius? Mau abang anterin aja?"
"Enggak usah bang, Al gak papa. Mending abang masuk terus sarapan. Al berangkat dulu," ujarnya lalu segera menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumahnya, meningalkan Anwar yang masih diam terpaku.
*****
Butuh waktu lima belas menit untuk Al sampai di sekolahnya, ia segera memarkirkan mobilnya. Kebiasaanya adalah, ia akan tertidur di dalam mobil selagi menunggu bel masuk berbunyi. Sebelumnya, ia meraih earphonenya dan ia pasang disebelah telinganya dengan lagu Dairy depresiku yang mengalun melalui telinganya. Lagu kesukaannya selama dua tahun berlalu.
Bel masuk pun berdering, Al keluar dengan santai dari mobilnya. Ia melangkahkan kakinya berjalan melewati koridor sekolahnya yang mulai sepi akan murid, hanya ada beberapa siswa atau siswi yang berlarian menuju kelas masing-masing. Sangat berbeda dengan Al yang memilih berjalan santai dengan tanganya yang ia masukan ke dalam saku hoodie abu-abu yang ia gunakan.
Sesampainya di depan kelas, Al segera melangkah masuk kedalam kelasnya santai. Matanya menangkap dua sosok manusia absturd yang duduk di bangku belakang tepat di belakang Al. Ia menatap keduanya malas, namun tetap terlukis senyum sekilas di bibir Al. Baru saja ia duduk namun seseorang telah menepuk bahunya membuat Al menoleh ke belakang malas.
"Apa?" tanyanya malas.
"Muka lo biasa aja dong, lecek gitu," jawab salah satu dari mereka, manusia absturd, penyuka onar dan mesum. Edward Joe Vernan.
"Bacot," balas Al malas.
"Lo kenapa? Muka kaya baju gak di setrika gitu?" tanya Rey. Reynald Abimanyu, salah satu manusia absturd yang pintar, jahil, mesum, namun juga bijak dan dewasa.
"Gak papa, lagi males aja gue," jawabnya, lalu kembali memosisikan tubuhnya menghadap depan.
Bersamaan dengan itu guru pelajaran pertama masuk ke dalam kelasnya dengan tak lupa membawa setumpuk buku. Membuat kelas yang awalnya riuh ricuh menjadi tenang dan hening.*****
'Hal sederhana yang kami inginkan.
Saat kami terbangun
Saat kami duduk dimeja makan
Saat kami hendak kesekolah.
Kalian ada untuk sekedar
Memberikan ucapan
Selamat pagi sayang.
Apakah sulit untuk kalian
Mewujudkan itu?'-ALONA CASANDRA-
*****
Please for Vote and Comment
Dankje__
Greeting_Agatha😘
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONA (SELESAI)
Teen FictionKesakitan terhebat bukan karna broken heart, melainkan broken home. Luka terhebat adalah saat keluargamu tak kan pernah kembali utuh. Kesedihan terhebat adalah saat rumah yang seharusnya menjadi tempatmu pulang justru terasa asing. Kepedihan terheba...