Perempuan dengan dress selutut yang baru turun dari mobil dengan suaminya nampak begitu antusias. Dia berlari memasuki rumah meninggalkan sang suami yang masih berjalan sangat santai di belakangnya, lelaki tiga puluh tiga Tahun itu menggeleng pelan melihat sikap istrinya yang selalu nampak antusias."Jangan lari nanti jatuh, Baby." Teriak Gavril lumayan kencang.
Azzura masih berlari tak menghiraukan teriakan suaminya sama sekali. Dia celingukan mencari seseorang, sampai tatapan matanya mengarah pada gadis muda yang sedang membersihkan meja makan. Senyum manis serta dehaman pelan keluar dari bibirnya. Dia berjalan begitu anggun dan berusaha mengatur napasnya agar tak terkesan ngos-ngosan.
"Les, tolong ambil belanjaan ku yang ada di mobil depan."
"Baik, Non." Gadis yang bernama Lesi itu segera berjalan meninggalkan pekerjaannya dan keluar dari area dapur.
Sedangkan Azzura tersenyum miring saat berhasil membohongi gadis muda itu. Dia terkikik geli sebelum meninggalkan dapur untuk menemui suaminya yang kini ada di ruang keluarga.
"Kamu jahil apa lagi?" tanya Gavril tanpa menatap Azzura. Lelaki itu fokus pada layar ponselnya.
Azzura kembali tertawa pelan, dia segera duduk di samping suaminya. Memeluk erat lengan Gavril dan mengusapkan ujung hidungnya pada kemeja biru muda yang di pakai Gavril. Lelaki satu anak itu juga nampak tak keberatan dengan apa yang di lakukan Azzura, terbukti dia masih fokus dengan layar ponselnya.
"Aku suruh Lesi ngambil belanjaan, Mas."
Gavril mengernyitkan dahinya pelan, dia menoleh menatap istrinya sebelum menaikan sebelah alisnya. Azzura tersenyum tertahan di tatap seintens itu oleh suaminya. Walaupun sudah sering mendapat tatapan mata genit, menggoda, mesum, jahil dan lain sebagainya. Tapi tetap saja Azzura merasa grogi.
"Kan ada Fiko,"
"Makanya, kalau gak ada Fiko mana mau aku suruh Lesi ambil kerjaan berat." Gavril menggeleng pelan dan mengusap kepala bagian belakang Azzura dengan lembut. Dia menarik tubuh istrinya untuk masuk kedalam pelukannya, mencium puncak kepala istrinya sangat pelan.
Di sisi lain, Lesi nampak kebingungan menatap Fiko yang sibuk mengambil belanjaan Azzura. Dia ingin menegur agar bisa membantu, tapi dia juga terlalu tak enak hati.
"Les? Ada apa?" tanya Fiko saat sadar Lesi berdiri tak jauh darinya.
"Em, itu Mas. Di suruh ngambil belanjaan sama Non Zura."
Deg, jantung Fiko seakan berhenti berdetak saat mendengar Lesi memanggilnya dengan sebutan Mas. Biasanya Lesi akan memanggil Fiko dengan sebutan Pak. Ternyata benar kata Gavril, panggilan Mas dari orang yang di suka membuat jantung bekerja secara tak normal.
"Gak usah, belanjaan Non Zura sedikit kok. Kamu masuk aja biar saya yang bawa." Lesi mengangguk dengan patuh dan menggeser posisi tubuhnya agar Fiko bisa lewat.
Fiko tersenyum manis saat melewati tubuh Lesi, Lesi ikut tersenyum dan mengikuti langkah kaki Fiko memasuki rumah. Saat tak sengaja melihat Azzura berdiri di depan lift, perempuan muda itu tersenyum miring dan mengedipkan sebelah matanya menatap Fiko. Lelaki muda itu hanya bisa menggeleng dan tersenyum tipis. Gokil juga cara Azzura membuat Fiko dekat dengan Lesi.
"Les, nanti pulangnya saya antar, ya. Perintah Non Zura."
"Sepeda saya gimana, Mas?" tanya Lesi bingung. Dia setiap hari menaiki sepeda untuk berangkat dan pulang kerja.
Gavril sebenarnya sudah menyiapkan pavilliun untuk pekerjanya. Apalagi yang belum berkeluarga dan berniat menghemat biaya, jadi tak perlu pulang pergi. Tapi karena kondisi orang tua Lesi yang kurang sehat. Akhirnya gadis itu pulang pergi setiap hari. Untungnya Azzura tipe majikan yang baik hati, dia membiarkan Lesi pulang pukul empat sore. Karena kalau pukul lima seperti pekerjanya yang lain, dia akan sampai rumah pukul setengah enam. Belum memasak untuk orang tuanya dan membereskan rumah. Maka dari itu Azzura membiarkan Lesi pulang pukul empat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...