Gavril duduk berhadapan dengan Azzura dikamar mereka. Kamar yang tak terlalu luas namun sangat nyaman bagi ibu hamil dengan nuansa warna pink muda dan biru. Setelah Azzura pindah, semua barang di kamarnya berubah. Bahkan catnya juga berubah. Dulu abu-abu kini menjadi pink dan biru muda."Kamu kenal sama Livia dimana?" Tanya Gavril dengan sorot mata tajam. Bertujuan agar istrinya mau jujur dan tak menutupi semuanya.
"Em, mau cerita tapi gak mau kalau dimarahin." Sahut Azzura pelan, jari telunjuknya menekan jari telunjuk yang lain dengan kepala menunduk menatap tangannya sendiri.
"Enggak, Sayang. Mana mungkin Mas marahin kamu."
"Jadi, waktu itu ... "
Flashback ...
"Kamu tadi kesini sama rombongan cowok itu, kan?" tanya perempuan muda yang berdiri di samping Azzura.
Azzura menoleh dan memperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia merasa tak kenal dengan perempuan itu, melihat wajahnya juga baru kali ini. Wajah yang begitu kecil, hidung mancung, bibir tipis, mata sedikit sipit, dahi kecil serta rambut hitam legam yang lumayan panjang. Di lihat dari penampilannya seperti gadis yang sangat anggun, caranya tersenyum juga sangat berbeda dari Azzura. Lebih sopan dan menangkan.
"Iya, kenapa, Kak?" tanya Azzura balik dengan sedikit keraguan. Dia takut kalau di culik, walaupun dia bukan anak kecil tapi bisa saja penculikan terjadi pada perempuan seusianya untuk dijadikan wanita malam oleh orang jahat.
"Boleh ngobrol sebentar gak?"
"Iya boleh,"
Azzura dan perempuan tadi berjalan kebelakang restoran. Memilih tempat duduk yang memang kebetulan sedang sepi pengunjung. Azzura yang sudah duduk menatap perempuan yang dia perkirakan usianya tak jauh beda dengan dirinya, mungkin hanya berjarak beberapa Tahun di atasnya. Lama Azzura memperhatikannya sampai tak sadar gadis itu menepuk punggung tangannya pelan untuk menyadarkan Azzura dari lamunannya.
Perempuan yang tengah hamil muda itu menelan ludahnya susah payah sebelum menggigit bibir bawahnya pelan di iringi senyum canggung. Dia tak berniat menatap gadis itu dengan tatapan kagum seperti tadi. Tapi sungguh pesona gadis itu tak bisa di remehkan.
"Kenalin namaku Livia, panggil aja Lily."
"Azzura," sahutnya pelan sembari menerima uluran tangan Lily yang terasa begitu lembut dan dingin.
"Buset, alus banget. Gak pernah cuci piring sama nyuci baju nih pasti." Ujar Azzura dalam hati. Sampai bisikan pelan di sampingnya membuat Azzura melirik sejenak, ternyata dirinya dalam versi mini menghampirinya lagi.
"Memangnya lo pernah cuci piring sama cuci baju?" tanya gadis dengan tanduk merah di kepalanya, senyum miringnya membuat Azzura berdecih.
"Enggak, kan? Emang dasarnya tangan lo aja yang kapalan, keras Azzura!" Imbuhnya saat melihat ekspresi wajah Azzura. Dengan cepat Azzura membelalakkan matanya, dia sedikit tak terima dengan ucapan itu. Walaupun kenyataan.
"Gak apa-apa, Azzura. Walaupun tangan lo kapalan dan keras. Seenggaknya ada hal lain di tubuh lo yang empuk." Azzura menunduk untuk menyembunyikan senyumnya. Gadis kecil berjubah putih dengan sayap putih itu tersenyum manis dengan kepala miring ke arah Azzura untuk melihat wajahnya.
"Kamu kenapa, Ra?" tanya Livia yang merasa aneh dengan tingkah Azzura.
"Hah? Gak apa-apa kok, Kak." Sahut Azzura cepat. Dia tak mau di anggap gila karena sering berhalusinasi dengan dua bocahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...