Senyum manis Gavril tak bisa disembunyikan sama sekali untuk saat ini, terbukti lelaki itu sudah tersenyum sangat manis menatap istrinya yang sedang mengeringkan rambut setelah acara siraman beberapa waktu lalu. Azzura berganti baju dan mengeringkan rambut dikamar sembari menunggu dijemput suaminya. Acara memang sudah selesai, acara makan-makan, do'a dan juga siraman berjalan sangat lancar tanpa kendala apapun.Bahkan, Gilbert menyewa pawang hujan agar acara anak dan menantunya tak terkendala apapun. Melati sebetulnya tak terlalu percaya, namun dia juga iya-iya saja takut kalau hujan turun malah mengganggu acara anaknya. Bahkan, saat pagi hari mendung mulai berdatangan padahal biasanya mendung datang di jam sembilan keatas membuat Melati berdecak kesal. Padahal sudah ada pawang hujan, tapi kenapa masih mendung. Untungnya pukul sepuluh mendungnya sudah pergi. Entah karena pawang hujan ataupun tiupan angin.
"Cantik sekali Mommy," bisik Gavril saat Azzura mencatok rambutnya lagi. Walaupun acara sudah selesai, tapi kerabat Gavril, sahabat Gavril dan juga para orang tua sahabatnya masih ada disana untuk mengobrol. Kapan lagi mereka bertemu sebagai teman, bukan saingan bisnis.
"Makasih, Daddy." Sahut Azzura pelan, dia menyisir rambutnya sebentar sembari memberikan hiasan pita kecil di rambutnya. Terlihat sangat cantik dan serasi dengan dress yang dia pakai.
Gavril memeluk tubuh istrinya dari belakang sembari menyandar dagunya diatas pundak Azzura. Mencium aroma manis dari parfum istrinya, parfum yang dari awal menjadi aroma paling dia suka setelah mengenal Azzura. Padahal harganya masih tergolong murah bagi Gavril. Hanya sekitar 2 juta sudah mendapatkan parfum aroma manis kopi.
"Jangan panggil Daddy, kalau kamu manggil gitu bawaannya pengen Mas transfer aja." Kekeh Gavril pelan, Azzura ikut tertawa dan memegang tangan suaminya yang sedang mengusap perut buncitnya.
"Mau dong di transfer,"
"Mau berapa? Dua ratus? Tiga ratus? Atau satu M? Bilang aja kamu mau berapa." Sahut Gavril sangat enteng, Azzura lagi-lagi hanya tertawa. Lagipula untuk apa juga dia minta uang lagi. Setiap bulannya Gavril mengisi ATM untuk belanja dan jajan saja lima ratus juta, itu hanya untuk belanja tak penting dan jajan.
Belum termasuk kebutuhan rumah. Setiap keluar membeli baju maupun makan dan hal lain saat bersama Gavril, lelaki itu juga membayar pakai uangnya bukan uang yang dia berikan untuk Azzura berbelanja. Jadi bisa dibilang uang Azzura setiap bulannya berkurang hanya untuk perawatan tubuh. Makan sudah dirumah, segala makanan dirumah ada. Kalaupun dia mau check out belanja di toko online pasti Gavril sudah lebih dulu. Setiap malam Gavril selalu berselancar di aplikasi berbelanja online milik istrinya untuk melihat apakah ada barang dikeranjang istrinya atau tidak. Kalau ada pasti Garvil langsung membelinya dan itu juga menggunakan uang Gavril bukan dari Azzura, sebelum di mencheckout pasti Gavril mengisi saldo di aplikasi milik Azzura lebih dulu.
Pernah juga Azzura berbelanja sendiri, artian sendiri adalah bukan bersama Gavril dan Melisya namun masih ditemani Fiko dan Jeno. Saat hendak membayar Fiko menyerahkan kartu tanpa berkata panjang lebar. Azzura bertanya pada Fiko itu kartu siapa, lelaki itu dengan tegas menjawab kalau kartu itu milik boss besarnya yang tak lain Gavril. Jadi Fiko diberi kartu dengan pin ulang tahun Azzura agar gampang mengingat. Fiko hanya iya-iya saja karena tak mungkin membantah ucapan bossnya.
"Gak ah, uang aku masih banyak. Em, Mas aku pengen belajar nyetir mobil."
"Bukannya kamu udah bisa?" Tanya Gavril sedikit heran, dia memutar tubuh istrinya dan menatap mata Azzura sangat lekat.
Azzura melingkarkan kedua tangannya dileher Gavril sembari menjinjit sedikit karena perbedaan tingginya yang cukup jauh. Gavril menahan pinggang Azzura agar perempuan itu tak terlalu kesusahan bergelantung di lehernya dan membuat kakinya sakit. Kehamilan yang semakin besar membuat Azzura semakin sering merasakan pegal di kaki dan keadaan tak mengenakan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...