Part 66

22.4K 2.5K 500
                                    


Mobil CRV melaju cukup kencang di jalan raya membuat Rama yang duduk dibangku tengah menatap jalan raya dengan perasaan campur aduk. Entah bahagia akan segera menikah dengan Geby atau perasaan takut karena ditinggalkan kekasihnya sendiri. Yang jelas perasaan Rama saat ini campur aduk.

"Kalau boleh tahu, kenapa lo dendam sama Gavril? Setahu kita Gavril bukan orang sembarangan. Dia bisa ngelakuin apa aja kalau ada yang nyenggol keluarganya." Tanya Alister yang duduk dibangku depan samping kemudi. Rama yang awalnya termenung kini mulai sadar.

"Dia udah racunin otak Papa gue, dia udah bikin gue gak bisa ngambil harta bokap gue sendiri. Padahal gue lebih berhak atas harta itu daripada dia. Dan yang paling parah, dia cuci otak anak Papa sama mantan istrinya dulu biar ngelawan sama bokapnya sendiri. Gavril itu bukan manusia kayaknya. Terlalu kejem." Sahut Rama sangat kesal, tatapan matanya juga sangat tajam. Namun hal itu tak membuat anak buah Gavril takut.

Percayalah, mereka belum pernah menemukan orang lain dengan tatapan mata lebih tajam dari Gavril. Aura yang sangat kuat dari keberadaan Gavril disekitar mereka saja membuat bulu kuduk mereka meremang. Padahal hanya berdiri di sekitarnya, tak menatap tajam ataupun berbicara kasar. Terkadang mereka bepikir, bagaimana perempuan mungil seperti Azzura bisa meluluhkan sosok tuan besarnya yang terkenal kejam dan tak beperasaan.

Beberapa waktu lalu...

Flashback...

Lelaki dengan setelan baju serta hitam turun dari mobilnya dan berjalan sangat santai sembari menikmati rokoknya. Sebelum masuk sebuah bangunan ditengah hutan, Gavril memang menyalakan rokoknya terlebih dahulu. Hal yang sangat lumrah dia lakukan.

"Boss," panggil Fiko sembari mengulurkan pisau belatinya. Gavril dengan senang hati menerimanya, dia memutar pisau belati dengan ujungnya berlubang.

"Selamat malam, Bapak. Udah capek kaburnya?" Tanya Gavril tersenyum miring, lelaki paruh baya yang statusnya sebagai paman Vellin menatap Gavril tanpa berkedip sama sekali.

"Kenapa? Kaget? Ternyata orang yang selama ini menemanimu bekerja orang saya anda terkejut?" Gavril terkekeh pelan sembari mendekati lelaki tersebut. Saat sampai di depannya, Gavril menginjak kaki paman Vellin menggunakan ujung sepatu kerjanya.

Dulah, paman Vellin hanya bisa meringis merasakan sakit karena injakan kaki Gavril. Melihat wajah menderita Dulah bukannya berhenti Gavril justru semakin menekannya sangat kuat. Setelah puas melihat wajah menahan sakit Gavril beralih mengambil rokoknya yang diapit bibir, menggesekkan bara apinya di leher Dulan dengan gerakan sangat pelan.

"Mending lo bunuh gue cepet!" Teriak Dulah kencang, Gavril tertawa cukup kencang sebelum merubah ekspresi wajahnya menjadi datar lagi.

"Anda kira dulu sebelum pergi istri saya tak merasakan sakit yang sama? Anda kira istri saya tak merasakan sakit? Anda kira istri saya langsung pergi tanpa merasakan sakit? Dia juga sakit, Bangsat! Istri saya juga merasakan sakit!" Teriak Gavril kencang, pisau belati yang awalnya ada digenggaman tangan Gavril kini menancam sempurna di paha Dulah.

"Mau mati? Mau cepat pergi? Baik, saya kabulkan." Bisik Gavril diakhir kalimatnya, sebelum beranjak berjalan Gavril menyempatkan menarik pisau dari paha Dula sangat kasar, darah keluar sangat banyak tak membuat Gavril berbelas kasihan sama sekali.

Gavril berjalan mundur cukup jauh, anak buah Gavril yang awalnya berada dibelakang dan di sekitar Dulah beralih  berdiri di belakang tubuh boss besarnya. Tangan yang awalnya memegang rokok kini dia buang kesembarang arah. Jari tengahnya bergerak memutar pisau belati yang awalnya menancap di paha Dulah. Tak menunggu waktu lama Gavril melemparkan pisau belati yang masih penuh darah kearah Durah, tertancap sempurna diperut lelaki itu.

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang