Extra part 1

29.2K 2.7K 521
                                    

11 bulan berlalu...

Kaki jenjang yang tengah masuk sebuah rumah mewah di ikuti bocah yang juga memiliki raut wajah sedang kesal membuat lelaki tampan yang baru turun selesai mandi mengernyitkan dahinya. Ada apa dengan istri dan anaknya? Kenapa tingkahnya sama persis, bahkan ekspresi wajahnya sama persis. Tangan Azzura bersidekap didepan dada dan Devnath juga mengikuti. Saat sampai sofa ruang keluarga Azzura ambruk diatas sofa di ikuti Devnath. Bocah itu ikut duduk dan bersandar seperti ibunya.

"Pada kenapa?" Tanya Gavril heran, dia ikut duduk disebalah anaknya menatap istrinya meminta penjelasan.

"Anakmu loh, di mall gak mau diajak pulang katanya mau semua mainan, dikira gak beli apa. Nangis di depan toko mainan, Mas. Mommy malu, Dev. Dikira nanti Mommy pelit, kikir, padahal Mommy kan image didepan publik Ibu yang lemah lembut dan dermawan jangan rusak pencitraan Mommy dong." Gavril tersenyum tipis dan menggeleng pelan melihat tingkah anak istrinya yang sama saja sebetulnya. Hanya saja Azzura kurang berkaca.

"Omy peyit, uwangnya anti diakan okek." (Mommy pelit, uangnya nanti dimakan tokek.) Azzura melirik anaknya kesal sebelum berdiri dan meninggalkan Devnath menuju kamarnya untuk ganti baju. Devnath yang sudah sibuk akan turun ikut ibunya ditahan oleh Gavril. Lelaki itu menggeleng pelan.

"Dengerin Daddy, mainan Dev udah banyak, banyak banget malah. Mau beli lagi buat apa? Coba sebutin mainan yang Dev mau dan itu harus belum punya. Kalau udah punya Daddy gak mau beliin. Dan juga, gak semua yang Devnath mau harus dibeli. Ada banyak hal yang lebih Devnath butuhin daripada mainan, lihat sendal Dev. Baru sebulan udah gak muat. Mending beli sendal yang lebih penting." Devnath menatap Gavril berusaha mengingat mainan apa yang akan dia beli tadi. Dia sebetulnya juga bingung ingin beli apa, tapi saat melihat mainan sangat banyak di mall mainan Devnath di rumah terasa sangat jelek dan buluk.

"Api ata olang-olang uwang Edy anyak, Ev uma inta ainan. Edy dakna uwang?" (Tapi kata orang-orang uang Daddy banyak, Dev cuma minta mainan. Daddy gak punya uang?)

"Punya uang, tapi nggak buat beli mainan Devnath semua. Bisa buat sekolah, buat beli makan Devnath, beli baju yang dipakai Devnath. Jangan mainan terus yang dimau. Bisa beli yang lain. Mainan Devnath juga udah banyak, lihat Kak Meli. Mainannya cuma boneka kelinci sama boneka beruang satu."

"Eyi dah betal, Ev acih icil." (Meli udah besar, Dev masih kecil.)

"Masa iya segini kecil? Udah minum susu dari dot itu udah besar. Kalau kecil minumnya dari Mommy kayak Terangga sama yang lain." Devnath terdiam mendengar ucapan Gavril. Dia semakin kesal juga dengan ayahnya. Sekarang ayahnya sama saja dengan ibunya, suka mengomeli dirinya. Padahal dia tak melakukan apapun. Dia juga tergolong anak pendiam dan baik-baik.

Devnath terus berpikir membuat Gavril yakin sebetulnya anaknya sedang rewel saja. Mainan Devnath mulai dari hewan air laut, air tawar, binatang di darat, di udara, mobil-mobilan kebanyakan ada. Bahkan Gavril membuat satu kamar khusus untuk mainan yang Devnath sudah bosan. Tapi nanti pasti dicari lagi jadi Gavril meminta orang rumah untuk menyimpannya saja.

"Dev bilang, tadi mau mainan apa?"

"Kenapa diem aja?" Tanya Azzura yang sudah kembali dan berganti kaos polos bewarna putih serta rok diatas lutut bermotif kotak-kotak. Kaosnya kini dilapisi jaket yang ada disofa, jaket yang tadi dibawa Devnath daripada nganggur lebih baik dia pakai.

Dia duduk disebelah anaknya, tepat disebelahnya tak ada jarak sama sekali. Dan itu membuat Devnath menggeser posisi duduknya mendekati Gavril. Dia masih kesal dengan ibunya, Azzura memang sangat mengesalkan menurut Devnath. Tapi kalau tak ada Azzura Devnath juga bingung mencarinya.

"Ev pupa," (Dev lupa,) jawab Devnath setelah sekian lama diam. Gavril tersenyum dan mengangguk, dia mulai mengeluarkan ponselnya untuk memberitahu Lerga kalau anaknya sudah pulang. Entah apa yang akan dilakukan lelaki itu sampai bertanya apakah Devnath ada dirumah atau tidak, padahal jarak rumah mereka tak jauh. Jalan juga sampai mengecek sendiri juga bisa.

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang