"Mas Ervi!" Teriakan kencang Lalita mengundang perhatian dari Gilbert dan Melati yang tengah menjaga besannya di ruang rawat inap. Setelah pingsan tadi Lalita memang disarankan untuk dirawat terlebih dahulu karena keadaan sangat tak memungkinkan.Belum makan apapun sedari tadi pagi, siangnya diberi kabar kalau Ervi kecelakaan adalah hal yang menjadi faktor utama tubuh Lalita ambruk. Sebenarnya Lalita dan Melati memikiki rencana untuk makan siang bersama setelah selesai dengan pekerjaannya masing-masing. Tapi siapa sangka rencana sangat bagus untuk kedua orang itu harus berakhir seperti ini karena tragedi kecelakaan Ervi.
"Mas Ervi gak boleh meninggal, Mbak Mela." Lalita memeluk tubuh Melati sangat erat. Melati juga membalas pelukan Lalita, mengusap punggungnya pelan untuk menenangkannya.
"Meninggal?" Tanya Gilbert menatap Lalita dengan alis terangkat sebelah.
"Mas Ervi meninggal, Mas. Dia ninggalin aku sama Zura sendiri. Kita udah gak punya siapa-siapa, kenapa dia juga pergi." Isakan Lalita terdengar sangat menyayat hati membuat Gilbert segera mendudukkan pantatnya di pinggiran ranjang Lalita. Menatap besannya sangat intens.
"Mas Ervi gak meninggal, dia selamat loh. Cuma patah tulang kaki sama tulang pipinya retak, ini mau di operasi. Zura sama Gavril nunggu didepan ruang operasi." Jelas Gilbert membuat Lalita menatap Gilbert dan Melati bergantian. Dia jelas-jelas mendengar sendiri saat dokter berkata Ervi tak selamat, dia sudah tenang.
"Mungkin Mbak Lita mimpi tadi. Mbak Lita waktu ada dipelukan Zura udah pingsan soalnya,"
"Mbak aku mau ketemu Mas Ervi, mau lihat kondisi dia."
"Mending Mbak Lita istirahat dulu, keadaannya juga belum pulih betul. Takutnya makin down." Bujuk Melati sangat lembut.
Setelah perdebatan cukup lama akhirnya Lalita menurut, dia kembali duduk dngan benar dan bersandar dengan posisi mata terpejam berusaha memikirkan apakah tadi dia hanya mimpi? Tapi kenapa rasanya seperti sangat nyata. Tak ada keganjilan didalam mimpi tersebut kalau memang itu hanya mimpi.
"Mau makan, Mbak?" Tawar Melati pelan saat mengingat Lalita belum makan apapun.
"Nunggu kabar Papanya Zura selesai operasi dulu, Mbak." Melati mengangguk, dia melirik Gilbert sejenak untuk memintanya keluar. Mengerti kode istirnya Gilbert segera keluar kamar beralasan ingin membeli kopi.
Melati beralih duduk di tempat Gilbert sebelumnya, bisa menatap Lalita sangat leluasa dan melihat ekspresi wajahnya saat mengobrol. Walaupun Melati juga bingung harus memulai obrolan darimana melihat kondisi Lalita yang seperti sekarang.
"Mbak, dulu Mas Ervi bawa istri keduanya pulang juga setelah kecelakaan. Apa setelah ini dia juga akan bawa perempuan lain lagi untuk pulang?" Gumam Lalita tanpa menatap Melati. Dia lebih memilih menatap jarum infus yang ada di punggung tangannya.
"Gak ada kejadian menyakitkan yang terulang dua kali dalam kehidupan kecuali kehilangan seseorang yang memang sudah dipanggil Tuhan. Menurut aku sih, mungkin kecelakaan ini menjadi teguran buat Mas Ervi biar sadar dia pernah kayak gini dan kemalangan itu dibuat untuk memasukkan perempuan lain. Bukannya aku seneng loh Mas Ervi sekarang kecelakaan cuma bisa aja Tuhan menegur dari manapun dan bagaimanapun caranya, Mbak. Kita manusia biasa gak terlalu ngerti. Kadang hal yang kita pikir sebagai cobaan aja bisa jadi itu karma untuk kita."
"Apa aku sanggup menerima orang yang udah nyakitin aku sekian lama, Mbak? Apa aku bisa lupa akan kesalahan Mas Ervi dulu dan melihat dia sebagai Mas Ervi yang sekarang bukan yang dulu."
"Lupa sih mungkin enggak, cuma lebih menerima mungkin bisa. Mbak Lita coba rasakan pakai hati sendiri gimana rasanya saat sama Mas Ervi, apa lebih bahagia daripada sendiri? Kalau lebih bahagia sendiri janda juga bukan hal yang salah. Tapi kalau lebih bahagia sama Mas Ervi, kembali juga bukan hal yang salah. Baik buruk, bahagia tidak yang menentukan kita sendiri karena kita yang punya hati, Mbak. Bukan orang lain. Kalau Mbak Lita merasa bahagia sama Mas Ervi, masih ada rasa seperti dulu saat suami istri ya balik gak apa-apa." Lalita perlahan mendongak menatap mata Melati yang tampak sangat tulus dengan dirinya. Lalita hanya bisa mengangguk dan tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...