Part 62

25K 2.6K 461
                                    


Hujan turun sangat deras membuat Ervi berkali-kali harus menghela napas cukup panjang. Dia cukup khawatir dengan anak cucunya yang sampai saat ini belum juga pulang dari toko roti Azzura, sedari pagi mereka berangkat dan Devnath berontak ingin ikut. Baru ditinggal satu langkah keluar rumah Devnath sudah mengamuk, semua dibuang bahkan teko yang terbuat dari keramik diatas meja dibuang. Azzura yang tak mau rumahnya berubah menjadi kapal pecah berakhir membawa anaknya.

"Nunggu Zura? Dia masih lama." Ujar seseorang yang baru datang dengan kedua tangan memegang nampan berisi bubur ayam serta wedang jahe. Ervi mendengar suara Lalita menoleh dan tersenyum tipis.

"Hujannya deres banget, takut Zura gak bisa fokus nyetir mobil karena jarak pandang pendek banget pasti."

"Gak mungkin suaminya biarin Azzura nyetir sendiri, pasti Gavril ngirim orang buat jemput Azzura. Kamu gak usah khawatir. Ini bubur sama wedang jahe, kamu cepet makan terus minum obat." Tutur Lalita sangat lembut, dia menaruh nampannya dimeja depan Ervi. Lelaki itu hanya menatap tanpa minat buburnya. Terasa tak enak makan kalau belum melihat anaknya pulang. Rasa khawatir Ervi memang semakin menjadi akhir-akhir ini. Sehari tak melihat Azzura saja Ervi kelimpungan, jadi kemanapun Azzura pergi harus pamit dulu dengan Ervi.

"Tanganku sakit habis disuntik, gak bisa makan."

"Terus kamu gak makan? Katanya mau sembuh buat dateng ke perceraianmu sama Novi." Lalita memposisikan dirinya didepan Ervi, menarik kursi kecil yang biasanya dipakai Melisya duduk untuk menonton televisi.

"Kamu yang paling antusias waktu aku cerai, ya Lit?"

Gerakan tangan Lalita yang sedang mengaduk bubur tiba-tiba terhenti. Dia menatap bubur yang awalnya berwarna putih kini berubah karena sudah bercampur bumbu lainnya dengan tatapan mata kosong. Apakah dia bahagia melihat rumah tangga mantan suaminya hancur? Dan berakhir di meja hijau. Dia tak pernah berpikir hari dimana dia melihat Ervi memutuskan untuk bercerai akan datang secepat itu atau bahkan memang terjadi. Mengingat bagaimana dulu Ervi sangat membela Novi didepan dia dan anaknya. Jika diingat sungguh menyakitkan memang.

"Mas, dia orang yang udah bunuh ketiga anakku, berusaha membunuh cucuku, bahkan mau memperkosa anakku yang masih hidup dan membunuh dua anaknya. Kamu pikir aku sebagai ibu dan nenek gak sakit hati? Gak marah sama perlakuan mereka? Mas, mereka itu bukan manusia tapi udah kayak iblis tahu gak? Rela melakukan apapun demi tujuannya tercapai. Rela membunuh tiga anak suaminya sendiri."

"Bukan karena kamu masih mencintaiku, Lit?" Lalita menatap Ervi datar sembari menyuapkan satu sendok bubur ayamnya pada Ervi.

"Udah gak pantes ngomongin cinta, usia kita udah gak pantes jatuh cinta."

"Kalau mengulang cinta bagaimana? Bukan demi Zura ataupun Devnath. Tapi demi kita sendiri."

"Luka yang kamu beri belum sembuh betul kamu udah bilang mau balik? Kamu gak mikir sakit hatiku selama ini? Kamu gak mikir luka yang kamu beri buat aku, Zura dan keluarga kita dulu kayak apa? Kamu berduaan sama perempuan lain waktu aku kerja banting tulang gantiin posisi kamu. Aku pulang malem terus sampai gak ada waktu buat Kenzo, Kenzi, Alvi bahkan Azzura. Tapi kamu kemana waktu itu? Sibuk berduaan dengan Novi keparat itu? Emangnya apa yang dia punya dan aku gak punya, Mas? Apa!"

Ervi menatap wajah Lalita dengan bibir terbuka menerima suapan bubur dari mantan istrinya. Walaupun bibirnya terus berbicara tapi Lalita masih mau menyuapi Ervi makan, dan Ervi juga menerima setiap suapan dari Lalita.

"Maaf kalau dulu aku gak punya pendirian, gampang goyah dan berpikir bisa menyelesaikannya apapun sendiri karena kehebatanku dimasa muda. Melupakan kamu sebagai istri yang seharusnya menjadi tempatku bertukar kisah pahit manis kehidupan yang menimpa hidupku. Bukannya menyimpan sendiri, saat sudah lelah justru cerita sama orang lain. Aku waktu itu mikirnya gak mau bebani kamu, Lit. Aku mau kamu bahagia terus sama aku, gak mikir sedih-sedih sama aku. Biar aku aja yang mikir dan cari jalan keluar. Tapi ternyata itu semua salah, aku justru butuh kamu. Bukan orang lain yang bikin hidupku hancur sampai seperti saat ini." Lalita berdecak kesal sebelum menyuapkan kembali bubur kemulut Ervi.

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang