Maaf kalau ada typo maupun kata yang kurang jelas.
Happ reading.~~~
Tubuh kaku menatap tiga jenazah yang sedang di salatkan dari luar jendela membuat Rena lagi-lagi harus mengusap bahu Azzura pelan. Sorot mata kosong, wajah tanpa ekspresi dan bibir satu garis lurus. Hanya air mata yang masih mengalir walaupun tak sederas tadi. Isakannya seakan sudah habis setelah menangis hebat saat sadar dari pingsannya dan melihat ruangan bernuansa biru muda khas rumah sakit yang ada dibawah kepemimpinan Armish Group.
Tangan masih bergetar, kaki terasa lemas namun tetap di paksakan berdiri untuk berdiri membuat Allera dan Rena menyangga tubuh Azzura di bagian kanan dan kiri. Berjaga-jaga agar ada yang menahan saat Azzura tak mampu berdiri lagi. Perempuan muda yang tengah hamil itu memang lebih menjaga jarak dengan uang lain, terbukti saat orang tua dan kerabatnya ada di depan rumah. Azzura lebih memilih di samping melihat jenazah kakaknya dari jendela. Melihat tiga keranda berjajar rapi yang sangat tak pernah dia bayangkan akan melihat penampakan seperti itu sebelumnya.
"Aku sama siapa, Ken? Cuma kamu yang aku punya sekarang, Kenzo." Teriakan kencang dari suara sangat nyaring di depan pintu tak membuat Azzura menoleh sedikitpun.
Widi terus berteriak tanpa henti, saat tubuhnya terasa lemas dan tak berdaya dia akan ambruk lagi. Widi tak hanya sekali dua kali pingsan, tapi berkali-kali. Inka menemani Widi dan terus menyemangatinya dia juga hidup sebatang kara. Sama seperti Widi. Orang tua Widi meninggal tepat tiga bulan yang lalu karena kecelakaan juga, ayah, ibu, dua adiknya juga ikut pergi kedalam kedamaian.
Dan saat ini, dia melihat kekasihnya pergi dengan cara yang sama. Pergi meninggalkannya dengan luka yang belum sembuh. Sebetulnya, mereka sudah berencana tunangan satu bulan yang lalu. Sudah menyewa gedung dan menyiapkan segalanya. Tapi karena kepergian orang tua serta adik Widi. Akhirnya Kenzo mengundur acaranya, Widi tak pernah mengira Kenzo akan mengundur acara lamarannya untuk selama-lamanya.
"Ikut ke makam?" Tanya Rena menatap Azzura.
Azzura menoleh menatap Rena dengan anggukan pelan. Allera menuntun Azzura untuk berjalan menuju mobil, tiga jenazah kakak Azzura juga sudah di bawa masuk ambulance. Teriakan Widi tak berhenti sama sekali melihat keranda kekasihnya masuk mobil ambulance.
"Sayang, kalau gak kuat gak usah ikut, ya. Di rumah sama Meli." Ujar Gavril yang baru datang. Azzura hanya menggeleng tanpa ekspresi, dia juga tak menatap suaminya. Tatapan matanya terarah pada keranda terakhir yang dia yakini di dalamnya ada Alvi.
Bibirnya terasa kelu, tak bisa mengucapkan sepatah katapun. Hanya gelengan dan anggukan sebagai respon dari pertanyaan suami maupun sahabatnya. Rena menatap Gavril dengan anggukan pelan agar lelaki itu menuruti keinginan istrinya. Gavril menghela napas panjang, dia menarik lengan Azzura dan menuntunnya menuju mobil yang sudah di siapkan Fiko.
Jenazah Kenzo, Kenzi dan Alvi memang di rawat di rumah lama Gavril. Satu komplek dengan rumah Ervi. Karena Lalita sangat tak ingin ketiga anaknya masuk lagi kerumah Ervi, dan kalaupun harus kerumah Lalita juga jaraknya lumayan jauh. Memakan waktu berjam-jam. Akhirnya Gavril menawarkan rumah lamanya untuk di tempati merawat jenazah kakak iparnya.
"Kepalanya, sayang." Tahan Gavril saat kepala Azzura hampir menabrak bagian atas mobil. Azzura hanya mengikuti perintah Gavril tanpa menyahut sama sekali.
Mobil pertama yang keluar gerbang komplek milik Gavril, di susul mobil Ervi, dan tiga mobil ambulance. Di belakangnya ada mobil sahabat Gavril serta pengawalnya.
"Halo, Azzura. Kematian kakak lo di sebut karma pertama dari kejahatan orang tua lo gak sih?"
Azzura menatap datar gadis kecil berbaju merah yang duduk di atas sandaran kursi depan. Gadis yang menampilkan senyum miring dan menekan dagunya pelan menggunakan telunjuk membuat Azzura semakin naik pitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...