Azzura berjalan pelan memasuki pekarangan rumah yang sudah dia tempati dengan suaminya selama dua bulan terakhir ini. Dia memang ikut Gavril ke desa untuk menjaga hubungannya tetap baik, tak ada konflik yang sangat tak perlu seperti beberapa waktu lalu. Untuk masalah Melisya, dia di asuh Mina. Mantan asisten rumah tangga Azzura saat masih dirumah orang tuanya.Karena sudah mengenal Mina cukup lama, dan Azzura juga sangat pro dengan Mina akhirnya Azzura memilih Mina. Ingat bagaimana dulu awal Azzura bertemu kucing Melisya dia bergosip dengan Mina di depan rumah dan di tegur Kenzo. Jika mengingat hal itu, dia rindu dengan keluarga utuhnya. Azzura juga sedikit menyesal pernah berkata ingin menjadi anak tunggal. Semua ucapannya saat itu menjadi kenyataan saat ini, tak ada yang memarahi lagi, tak ada yang menegurnya. Bahkan dia terasa tak memiliki keluarga.
"Bumil darimana?" Tanya lelaki dewasa yang duduk di depan rumahnya dengan beberapa lelaki lain.
"Belanja, kalian pagi-pagi udah nangkring disini aja. Dari rumah jam berapa?" Tanya Azzura balik sembari membuka pintu rumahnya agar tamunya bisa masuk.
"Jam tiga, kalau siang takut macet." Azzura hanya mengangguk dan mempersilahkan tamunya untuk duduk. Bukan tamu spesial sebetulnya hanya sahabat Gavril yang biasanya, Bachtiar dan kawan-kawan. Ditambah satu lelaki musuh bebuyutan Azzura setelah dia menikah dengan Gavril, yaitu Lerga sepupu suaminya.
"Badan makin berisi aja nih, di pompa berapa kali sehari sama Gavril?" Azzura menaruh belanjaannya setelahnya dia melirik Lerga sinis.
Azzura menarik kursi plastik dari samping Vernandi dan dia gunakan untuk duduk. Dia bersidekap dada dengan sorot mata mengarah pada Lerga yang ada di seberang meja. Sorot mata yang tajam menurut Azzura namun menggelikan menurut Lerga.
"Kak Ler, jomblo gak laku gak usah sok pengen tahu masalah ranjang sepupu. Nanti di kasih bocoran gak kuat, depresi, gigit jari terus nyalahin aku sama Mas Gavril." Ejek Azzura dengan wajah sinis.
Lerga mengurut dadanya pelan, tak bisa membantah ucapan Azzura dari dulu. Harusnya dia tahu akan hal itu. Sedangkan lelaki lain yang ada di sana sudah tertawa ngakak mendengar ejekan dua orang itu, mereka selalu adu mulut saat bertemu. Entah Azzura dulu yang memulai atau sebaliknya.
"Udah sarapan?" Tanya Vernandi menatap Azzura dari samping. Dia menggeleng pelan karena Azzura memang belum sarapan. Setelah adzan subuh tadi dan Gavril baru pulang dari musholla. Azzura terus muntah bahkan sangat lemas, melihat air putih saja mual apalagi makanan yang lain.
"Nih, tadi di depan stasiun ada penjual roti bakar. Kamu biasanya suka roti bakar rasa blueberry." Vernandi mengulurkan sebungkus roti bakar yang sebelumnya dia beli bersama temannya yang lain.
Azzura menatap bungkusan tersebut dengan senyum manis, dia segera menariknya dan membukanya sangat tak sabaran. Aroma roti bakar yang masuk kedalam hidungnya membuat Azzura semakin tersenyum lebar.
"Buah pesananmu," Tio yang duduk di samping Lerga mendorong satu buah semangka tanpa biji pesanan Azzura. Sebelumnya dia meminta Tio membelikan semangka karena di sana sangat sulit mencari semangka.
"Makasih Om, baik banget deh kalian. Perlu diganti gak nih?" Tanya Azzura basa-basi. Padahal dia tahu saat Azzura pesan apapun mereka tak akan pernah mau di ganti. Mengganti uang yang tak seberapa termasuk penghinaan menurut mereka.
Pernah juga saat ponsel Azzura kehabisan daya dan dia ingin membeli sebuah tas berbentuk boneka kelinci dari online shop. Azzura meminjam ponsel Edward, membeli dari akun Edward dan membayar menggunakan uang Edward juga. Mereka sama sekali tak masalah kalau yang di beli Azzura masih di bawah lima puluh juta. Kalau sudah di atas itu, mereka akan minta ganti dari Gavril. Tapi Azzura juga tak pernah sampai sebegitu kurang ajarnya menghabiskan uang mereka. Paling besar nilainya dua juta dan itu dari ponsel Bachtiar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...