Kedua tangan Gavril menarik leher dua lelaki yang masih berdiri membelakanginya. Tatapan mata sangat tajam, embusan napas terdengar sangat berat membuat Azzura segera berlari menarik tangan Melisya untuk menjauh. Dia tak mungkin membiarkan anaknya melihat adegan yang lebih parah dari Gavril menendang kepala lelaki tadi. Melisya melihat Daddynya seperti itu saja syok bukan main, bagaimana kalau melihat hal yang lebih parah? Azzura tak mungkin bisa menjelaskan seperti apa Gavril yang sebenarnya."Ingin mati, hah? Saya kabulkan." Gavril mendorong sangat kuat dan membenturkan kepala dua lelaki itu ketembok. Satu lelaki yang jatuh paling awal berusaha menyerang Gavril, namun sekali lirik saja Gavril mampu menendang perut bagian bawahnya dengan posisi membelakangi lelaki itu.
Walaupun tendangan tersebut Gavril sendiri tak yakin akan melukai cukup parah, tapi masih bisa membuat lawan meringis. Gavril membenturkan wajah dua lelaki itu tanpa ampun, sampai mereka berdua sudah terkapar tak berdaya baru Gavril melepaskan mereka dengan cara mendorong sangat kuat hingga tersungkur diatas paving.
"Gusta!" Teriak Gavril yang melihat anak buahnya berlari kearahnya.
"Iya, Tuan."
"Bawa mereka ke tempat yang seharusnya, sepertinya ada yang minta main kasar." Ujar Gavril sangat tajam, Gusta hanya mengangguk. Dia menarik satu lelaki yang masih sangat sadar karena hanya mendapat tendangan dari Gavril. Tapi yang dua masih terkapar tak berdaya, wajahnya penuh darah yang keluar dari pelipis dan hidung.
Gavril tersenyum miring sembari berjongkok didepan dua lelaki itu. Tangannya menarik rambut salah satu lelaki didepannya untuk meneliti wajahnya, senyum miring Gavril terukir sangat mengerikan membuat Azzura yang melihat dari kejauhan menahan napas. Dia sudah menyerahkan kedua anaknya pada pengasuh dan dia berlari untuk menghampiri suaminya lagi.
"Istri saya sudah bilang untuk kalian pergi jika masih ingin melihat bulan purnama malam ini, tapi kalian memilih tinggal. Bukankah artinya kalian memilih tak melihat bulan maupun matahari untuk selamanya?" Tanya Gavril sangat tajam dan menusuk. Tangan yang awalnya menarik rambut lelaki itu kini mencengkram pipi dan membuat luka dikedua pipinya karena cengkraman tangan Gavril sangat kuat.
"Non Zura ke mobil dulu, saya akan membereskannya dengan Tuan." Ujar Gusta menenangkan Azzura. Perempuan itu hanya menggeleng dan melihat bagaimana darah terus mengalir dari wajah dua lelaki itu. Melihat bagaimana Gavril sekarang berdiri dan menginjak pergelangan tangan lelaki yang lain sangat kuat, bibirnya menyunggingkan senyum miring saat kakinya semakin kuat menekan pergelangan tangan lelaki dibawahnya.
"Tuan, ada Nona." Bisik Gusta pelan, Gavril segera menoleh untuk memastikan apakah benar ada istrinya atau tidak. Dan ternyata benar, Azzura berdiri tak jauh dari dirinya dengan tatapan mata fokus pada sepatu Gavril yang menginjak pergelangan tangan lelaki tadi.
Tangan Azzura terlihat bergetar membuat Gavril bergegas berlari menghampiri istrinya. Setelah ada didepan Azzura, Gavril berusaha menarik pergelangan tangan istrinya guna menenangkan Azzura dari rasa takut. Namun bukannya mendekat Azzura justru mundur beberapa langkah dengan sorot ketakutan melihat suaminya sendiri.
"Hey, gak apa-apa, Baby girl." Ujar Gavril berusaha menangkan istrinya. Tak mau basa-basi apalagi menunggu lama Gavril menarik pinggang Azzura dan memeluknya cukup erat, bibirnya mencium puncak kepala Azzura beberapa kali dengan tangan mengusap punggung mungil yang masih bergetar dipelukan Gavril.
"Aku takut,"
"Gak apa-apa, ada Mas, Sayang. Ada suami kamu." Bisik Gavril sangat lembut.
"Aku takutnya sama kamu," sahut Azzura bergumam. Gavril menegang mendengar penuturan Azzura, dia takut dengan suaminya sendiri? Bagaimana bisa. Padahal Gavril tak tergolong keterlaluan dalam menghajar tiga lelaki tadi. Hanya membenturkan kepalanya ke tembok dan menendang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...