Part 68

21.8K 2.4K 339
                                    

Tangan yang awalnya memegang pisau belati kini dilempar begitu saja ke sembarang arah. Azzura berjalan mundur sedikit menjauhi Novi dan Rama. Gavril memicingkan matanya menunggu apa yang akan dilakukan sang istri, mereka berdua sudah berjanji kalau urusan membunuh Rama maupun Novi menjadi urusan anak buah Gavril. Azzura tak boleh ikut membunuhnya. Tapi, tindakan Azzura saat ini sungguh membuat Gavril sedikit was-was.

"Mati lo, Bangsat!" Teriak Azzura kencang sembari menarik pistol milik suaminya dari saku celana belakang. Menembak tepat di dada bagian kanan Rama membuat semua orang syok.

"Azzura!" Gavril berjalan cepat menghampiri istrinya dan memeluknya dari belakang. Sedangkan Rion juga merebut senjata yang digunakan Azzura tadi. Bukannya merasa takut atau perasaan bersalah, Azzura justru tertawa terbahak-bahak melihat Rama kesakitan.

"Sayang, apa yang kamu lakuin?" Tanya Gavril sangat pelan.

"Aku janji sama Kakak buat bunuh mereka dengan tanganku sendiri, Mas. Aku janji sama mereka!" Jawab Azzura berteriak sembari berontak dari kungkungan tubuh suaminya. Dia berusaha lepas dari pelukan Gavril, namun tenaga Gavril sangat jauh lebih kuat dari Azzura.

"Dek, Kakak gak pernah meminta adik kecil Kakak menjadi seorang pembunuh. Kamu harus tetap bersih, tak ada noda dosa pembunuhan." Suara yang sangat familiar membuat Azzura menoleh kesembarang arah untuk mencari sosok yang memiliki suara seperti kakaknya. Suara sangat teduh dan menenangkan dari Kenzo dan Azzura hafal betul akan suara tersebut.

Perlahan, bayang-bayang ketiga kakak Azzura berdiri dibelakang Rama dan Novi. Mereka tersenyum manis menatap adik kecilnya yang sekarang sudah dewasa, bahkan mainannya bukan boneka ataupun kecebong lagi. Tapi pistol dan belati. Mata Azzura mengikuti setiap gerakan yang memperlihatkan kakaknya berjalan. Kenzo berjalan melewati Rama mendekati dirinya, sedangkan Alvi dan Kenzi tersenyum dari kejauhan.

"Kak, aku cuma mau balas dendam sama mereka yang udah ambil nyawa kalian."

"Apa setelah kamu balas dendam Kakak akan ada lagi? Tidak, Sayang. Walaupun jiwa Kakak selalu ada disisi kamu dan Mama tapi raga Kakak tak bisa. Kak Ken mohon, hidup dengan baik bersama Gavril dan anak-anakmu nanti. Sayangi Mama, bahagiakan Mama karena Kakak belum sempat membahagiakan Mama. Dan, lupakan kesalahan Papa berdamai dan terima Papa, ya." Mata Azzura terpejam merasakan tangan hangat kakaknya menyentuh pipinya. Terasa sangat hangat dan nyaman, sama seperti dulu.

"Pulanglah, anakmu menunggu." Azzura membuka kedua matanya segera mendengar kata anak.

Bayang-bayang yang awalnya terlihat sangat dekat kini perlahan hilang membuat Azzura tersenyum tipis. Dia mengangguk cukup kuat membuat Gavril sedikit heran, ada apa dengan istrinya? Namun rasa herannya hilang seketika saat melihat Azzura tersenyum kearah bagian kosong dari gudang.

"Tuan, Dev menangis histeris mencari Non Zura." Ujar Fiko setelah mendapat pesan dari salah satu pegawai rumah Gavril. Azzura mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya untuk menetralkan rasa sakit hatinya.

"Bu Novi, sebelum saya pergi. Saya hanya ingin berkata. Banyak orang bisa memiliki anak, bisa melahirkan anak tapi tak semua orang bisa menjadi orang tua. Tak semua orang bisa menjadi sosok orang tua dan panutan untuk anaknya. Seharusnya sebelum memutuskan untuk menghadirkan sosok anak didalam hidupmu pikirkanlah dahulu, apa anda bisa mengatur diri anda sendiri dari rasa egois, ingin menang dari orang lain ataupun memiliki jiwa iblis. Anda sendiri saja belum bisa mengatur hidupmu sendiri bagaimana bisa memutuskan memiliki anak yang itu tanggung jawabnya ada pada dirimu sebagai sosok ibu. Mungkin saya baru jadi ibu, tapi saya mengerti betul karena saya juga pernah berjuang untuk mendapatkan garis dua. Banyak orang bilang mandul gak bisa punya anak. Kalau gak punya anak dikatakan mandul, lalu apa sebutan untuk seorang orang tua bahkan ibu yang gagal mendidik anaknya menjadi orang baik. Kalaupun tak jadi orang baik setidaknya jangan jadi monster untuk orang lain. Menjadi ibu itu pilihan kita sendiri, tak ada yang memaksanya, punya anak juga pilihan kita sendiri dia tak pernah berharap dilahirkan dari rahim perempuan yang salah. Dia juga ingin hidup bahagia, tapi bukan dari dorongan sesuatu yang salah seperti anda mendidik Rama."

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang