Lelaki jangkung yang sedang menyeret koper memasuki rumah membuat beberapa pengawalnya menunduk. Dia meliriknya sejenak dengan wajah masih datar dan tatapan mata sangat dingin. Matanya terpejam sejenak sebelum menekan tombol di lift, menyiapkan mental untuk menghadapi istrinya saat ini adalah hal yang utama."Zura ada, kan?" Tanya Gavril melihat Lesi berjalan menghampirinya menyerahkan paper bag berisi kopi kemasan dan kue tradisional yang sempat dia beli di depan pasar kota.
"Nona sedang keluar, Tuan. Katanya mau beli baju."
Gavril terdiam sejenak sebelum mengangguk, rasanya sudah sangat lama Azzura tak berbelanja. Uang di ATM Azzura sebulan ini saja hanya habis delapan puluh juta. Awalnya Gavril hendak bertanya kenapa istrinya sangat irit, tapi saat melihat beberapa potong baju kiriman Widi, makanan dari resto Kenzo, Kenzi maupun Alvi membuat dia tahu. Azzura tak jajan di luar kecuali nongkrong bersama temannya.
"Kamu tahu kemana?" Tanya Gavril sembari memegang pintu lift agar tak tertutup lagi.
"Ke mall dekat taman kota yang baru buka, Tuan."
"Ya sudah kamu kerja lagi. Tolong juga pisahkan buahnya Meli dan Azzura. Mungkin sama Fiko sudah dibawa ke dapur." Lesi hanya mengangguk dengan patuh. Setelah melihat Tuan besarnya masuk lift Lesi baru bisa bernapas lega.
Berdekatan dengan Gavril membuatnya sulit bernapas. Pesona Gavril sungguh tak main-main untuk Lesi. Dia yang mengobrol antara atasan dan bawahan saja seperti itu rasanya. Apalagi kalau pasangan seperti Azzura yang sering berinteraksi lebih dengan Gavril. Lesi berpikir kalau Azzura akan memiliki penyakit jantung kalau terus merasa deg-degan saat dekat dengan suaminya.
Tak berapa lama, Gavril sudah berganti pakaian yang lebih santai. Dia akan menyusul istrinya yang kemungkinan besar juga membawa anaknya. Memang Azzura sudah terbiasa pergi bersama Melisya. Kemanapun itu, walaupun di rumah banyak orang tetap saja Azzura merasa was-was sebagai seorang ibu.
"Azzura di antar siapa?" Tanya Gavril melihat Jeno mencuci mobilnya yang tadi dia pakai.
"Sama Pak Rahmat, Tuan."
"Ya sudah, saya nyusul Zura dulu. Kalau ada teman saya bilang suruh nunggu atau datang nanti malam saja."
"Baik, Tuan."
Gavril mengambil sebatang rokok sembari berjalan meninggalkan Jeno. Lelaki muda yang melihat punggung Gavril menjauh tersenyum tipis. Dia dulu tak mengira bisa bekerja di bawah kepemimpinan Gavril. Melihat Gavril dari kejauhan saja bulu kuduknya sudah berdiri. Padahal kalau di lihat-lihat badan Gavril tak besar. Dia termasuk kurus dengan tinggi badan di atas 180 cm.
~~~
"Selamat datang, Tuan." Sapa salah satu satpam yang menjaga pintu depan mall. Gavril mengangguk pelan dan berjalan cepat menuju eskalator.
Dia sudah tahu dimana tempat Azzura berbelanja saat ini. Dan dia tahu dari Rahmat, kata sopirnya Azzura pamit untuk naik ke lantai tiga. Berjaga-jaga kalau Melisya yang saat ini sedang les mencari dirinya. Jadi Rahmat langsung bisa mencari Azzura.
"Pak Gavril," sapa pegawai mall yang lain. Gavril hanya membalas dengan anggukan kepala pelan.
"Pak Gavril makin tua makin ganteng, ya." Bisik perempuan yang ada di belakang Gavril.
"Udah punya istri," sahut temannya yang lain.
Memang sangat di sayangkan lelaki seperti Gavril sudah beristri, padahal lebih baik menduda saja menurut mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...