Part 35

20.4K 2.1K 696
                                    


Ervi turun dari anak tangga untuk sarapan dan berangkat bekerja. Sejak tadi pulang dari rumah sakit dan mengantar Lalita ke hotel, dia sama sekali tak bisa tidur. Pikirannya menerawang pada wajah damai, senyum manis, dengkusan bahkan wajah murung Lalita saat dia menggodanya. Perasaan yang dulu hambar dan hilang tiba-tiba muncul lagi.

"Kamu takut Mas perkosa?"

"Dih apa sih, Mas. Aku cuma jaga-jaga kalau istri kamu lihat nanti dia mikir aneh-aneh lagi." Sahut Lalita sembari mengambil ponsel dari dalam tasnya. Dia hendak mengubungi pegawainya agar mengantarkan mobilnya, jadi dia bisa leluasa pergi kaman pun tanpa bantuan siapapun.

Ervi tak menyahut ucapan Lalita, perasaan kesal tiba-tiba juga muncul saat Lalita menyebut Novi dengan panggilan 'istri kamu' walaupun itu kenyataan kalau Novi istrinya, tapi entah kenapa rasanya tetap kesal. Dia tak ingin ada obrolan lain diantara mereka berdua.

"Kalau lagi ke makam anak-anak bareng aja, Mas udah lama gak kesana."

"Rencana lusa, tapi kamu sama istrimu juga loh. Aku gak mau ada gosip."

"Kenapa sih, Lit? Kenapa kamu seakan menghindari Mas?" Tanya Ervi sembari memutar setir mobilnya menepi ke bahu jalan. Kalau sampai dia melanjutkan mengemudi, bisa dipastikan emosinya akan memuncak dan tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya.

"Mas, kita udah bukan suami istri loh. Aku mantan istri, bawahi kata mantan. Kamu statusnya juga punya istri. Gak pantas janda jalan sama suami orang, ini kalau gak karena Azzura aku juga males satu mobil sama kamu!" Jelas Lalita sangat tajam.

Emosi Ervi yang sudah memuncak menatap Lalita semakin tajam, bukannya takut Lalita justru menatap semakin tajam. Dia sudah tak takut dengan Ervi, dulu dia tak melawan Ervi karena berstatus istri jadi takut dosa saat melawan suami.

"Lalita Magdalena!" Bentak Ervi kencang, dia melepas sabuk pengamannya sangat cepat dan memajukan tubuhnya mengungkung Lalita yang berusaha menghindari Ervi.

"Kamu mau ngapain?" Tanya Lalita pelan, tangannya mendorong dada bidang Ervi pelan karena tubuhnya terasa kaku tak bisa mendorong lebih kencang lagi.

"Kamu tak merindukan Mas, Buna?" Bisik Ervi sangat pelan, tubuh Lalita menegang mendengar panggilan lamanya terdengar sangat pelan nan halus. Seperti malam-malam awal pernikahan yang pernah mereka lewati bersama dulu.

"Mas, ingat istrimu."

"Jangan bicarakan orang lain saat kita bersama, Lita."

Lalita berusaha membuka pintu mobil dengan tatapan mata masih terarah pada mata coklat mantan suaminya. Detak jantungnya semakin menggila dan juga tangannya bergetar hebat, namun dia masih berusaha membuka pintu mobil.

Ervi yang tak mendapat balasan apapun dari Lalita semakin menundukkan wajahnya, ujung hidung mancungnya menyentuh ujung hidung Lalita. Sedikit saja bergerak sudah bisa dipastikan bibirnya akan menempel sempurna.

Clek ... Suara pintu mobil terbuka membuat Ervi seketika tersadar, dia menarik Lalita dan memegang kedua tangannya. Matanya terpejam dengan bibir mencium ujung hidung mancung mantan istrinya.

"Kenapa sulit sekali melupakanmu, Lita. Kenapa dulu kamu meminta pisah padahal kamu tahu kalau Mas tak bisa hidup tanpa kamu, semakin Mas berusaha melupakan semakin sulit." Gumam Ervi sangat pelan, dahinya menyentuh dahi kecil Lalita dengan mata terpejam.

"Kenapa juga dulu Mas menikah lagi, kalau Mas gak bisa hidup tanpa aku. Harusnya Mas gak macem-macem diluar rumah."

"Mas terpaksa, Lit. Mas gak bisa .... Ahhhh!" Teriak Ervi kencang sembari menarik tubuhnya dari depan Lalita. Dia menyandarkan punggungnya pada kursi mobil, tangannya terkepal sangat kuat. Lengannya menutup kedua matanya dengan air mata mulai menetes.

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang