"Pagi, Les." Sapa lelaki dewasa yang masih mengenakan kemejanya dari kemarin.Lelaki yang terlihat sangat tampan walaupun baru bangun tidur, belum tersentuh air sama sekali dari ujung rambut sampai ujung kaki membuat ketampanannya tak luntur sama sekali. Lesi yang di sapa hanya mengangguk dan tersenyum.
"Mau saya buatkan kopi, Pak?" Tanya Lesi menatap Bachtiar yang kini berdiri di belakangnya dengan posisi tubuh bersandar di meja.
"Boleh, tanpa gula gula seperti Gavril."
"Mohon maaf, Pak Gavril sekarang minumnya kopi manis. Sudah tak pahit lagi." Sahut Lesi sembari memutar tubuhnya menatap Bachtiar.
Bachtiar mengernyitkan dahinya pelan, sejak kapan kebiasaan sahabatnya berubah? Padahal dulu dia sama sekali tak bisa minum kopi manis. Minum kopi dengan gula seujung sendok teh saja dia sudah mual hebat. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba bisa minum kopi manis? Sepertinya Bachtiar harus menyelidiki hal ini.
"Ya sudah, saya kopi pahit saja. Saya tunggu di depan tv." Pamit Bachtiar dengan senyum manis menghiasi bibirnya. Tak lupa tangannya mengusap puncak kepala Lesi sangat lembut.
Lesi mendapat perlakuan seperti itu dari Bachtiar mematung. Biasanya yang mengusap puncak kepalanya hanya Fiko, dan saat ini Bachtiar juga mengusap puncak kepalanya? Sangat membuat jantungnya tak normal. Lesi hanya bisa menatap kepergian Bachtiar, melihat punggung lebar nan kokoh milik sahabat majikannya yang mulai menghilang di balik pintu.
"Jangan melamun," teguran pelan dari suara serak di belakang tubuh Lesi membuat gadis itu segera menoleh. Dia tersenyum manis menatap kekasihnya, Fiko yang baru bangun tidur dengan kaos pendek berwarna hitam serta celana pendek berwarna hitam juga membuat Lesi mengerucutkan bibirnya.
"Jangan pakai hitam-hitam, Mas. Gelap banget auranya." Omel Lesi sembari mengambil dua cangkir untuk membuat kopi.
Fiko menatap pakaiannya sendiri dan tersenyum miring, sepertinya setiap hari dia dan pengawal lain memakai baju berwarna gelap. Kemeja panjang hitam, celana kain hitam serta sepatu hitam. Itu sudah menjadi ciri khas anak buah Gavril.
"Setiap hari juga begini, sayang." Jelas Fiko, kini dia sudah memeluk tubuh kekasihnya dari belakang.
Menumpukan dagunya di pundak Lesi dan sesekali mencium pipi kekasihnya yang semakin hari semakin tembam. Setelah orang tua Lesi pulang ke desa yang sama dengan pabrik yang akan di bangun Gavril. Lesi terlihat lebih berisi, mungkin karena merasa tenang orang tuanya sudah ada yang menjaga. Dia juga tak perlu bolak-balik pulang karena merawat orang tuanya.
"Kalau kerja gak apa-apa. Tapi kalau tidur janganlah, Mas. Gak enak banget di lihatnya."
"Kamu lihat mukaku saja, jangan bajuku." Usul Fiko dengan senyum manis. Lesi hanya menggeleng pelan dan berusaha melepaskan pelukan dari tangan Fiko sebelum Azzura turun.
Sebentar lagi pasti Azzura akan turun dan membuatkan kopi untuk suami dan susu ibu hamil untuk dirinya sendiri. Jadi, sebelum Azzura melihat tingkah dua bawahan suaminya. Lebih baik Lesi menghindari Fiko.
"Ehem, kerja ya. Bukan pacaran!" Teguran dari suara lembut nan merdu milik istri bossnya membuat Fiko segera melepaskan pelukannya pada pinggang Lesi.
Lesi melihat Azzura sudah berdiri di ambang pintu dengan tubuh bersandar di kusen, kedua tangan bersidekap di depan dada membuat Lesi menelan ludahnya susah payah. Senyum miring serta tatapan mengejek dari Azzura membuatnya panas dingin saat ini.
"Maaf, Non. Saya permisi dulu." Pamit Fiko, dia berlari keluar rumah lewat pintu samping.
Azzura menggeleng pelan dan menghampiri Lesi, oh bukan Lesi. Tapi dia akan membuat kopi untuk suaminya yang saat ini masih betah bergulung dengan selimut tebalnya. Cuaca pagi yang lumayan dingin serta hujan turun tak terlalu deras membuat Gavril betah berbaring di atas ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
RomanceKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...