Part 49

24.4K 3.3K 2.5K
                                    

Typo, kata gak jelas dan kesalahan lain mohon dimaafkan, oke?
Vote dulu wak sebelum baca, happy reading.

~~~

Pukul setengah sembilan malam, Azzura membuka lembar desain toko kue yang akan dia buat. Desain itu full dia kerjakan dengan Allera karena memang mereka berbisnis bersama. Dengan keceriaan Azzura dan sifat kalem Allera membuat mereka memilih membuat cafe dengan nuansa menenangkan dan juga cocok untuk orang introvert. Kenapa seperti itu? Cafe yang bersebelahan dengan toko roti tak terlalu besar bangunannya jadi tak terlalu banyak pengunjung. Mereka tak hanya membuat satu cafe tapi ada sepuluh di daerah yang berbeda.

Azzura masih memutar bolpoinnya sembari berpikir, suasana apalagi yang akan dia tambahkan agar terkesan tenang. Sampai, ingatannya berputar pada kejadian kemarin siang. Dimana suami dan mertuanya membahas tentang Vellin. Bohong jika dia baik-baik saja, bohong jika dia merasa tak ada apa-apa. Dan bohong jika senyum sedari tadi siang tak menyimpan sebuah luka. Itu semua bohong. Dia hanya berusaha menutupi dan tak merusak acara bahagia Lesi dan Fiko karena Azzura menganggap Fiko maupun Lesi seperti saudara bukan bawahan.

Mata tertutup dengan kepala menunduk menikmati detak jantungnya yang semakin terasa sakit. Air mata mulai mengalir dengan isakan pelan membuat Azzura menggeleng. Apakah ini dirinya? Terlalu lemah hanya untuk menangis karena orang yang sudah tiada. Tapi, perasaan sakit juga tak bisa Azzura bohongi. Dia merasakan sakit luar biasa tatkala suaminya berkata 'membuat adik untuk Meli'

Gavril maupun Melati selalu menggembar-gemborkan kalau diantara Vellin dan Gavril tak pernah ada rasa cinta. Tapi, kata-kata mereka yang membahas Vellin seakan menegaskan kalau rasa diantara mereka pernah ada. Tak mungkin orang tak cinta tapi ingat setiap bait kata yang diucapkan.

"Kenapa, Tuhan? Kenapa harus aku lagi?" Isakan Azzura semakin terdengar jelas. Untungnya ruangan tempat main anaknya kedap suara, pintunya juga terkunci jadi aman.

"Kalau belum selesai dengan masa lalu kenapa memulai hubungan baru tapi topik bahasan sering berputar tentang masa lalu. Gue juga punya hati. Gue udah gak punya orang tua, gue gak punya saudara kemana gue harus berkeluh kesah selain sama Tuhan. Gue juga manusia biasa yang punya titik lelah." Gumam Azzura memeluk boneka pisang besar anaknya. Cengkraman sangat erat di bonekanya membuat kain boneka itu robek. Azzura sama sekali tak peduli yang penting dia bisa mengeluarkan rasa marahnya.

Be who you are
Be who you are
Know that life holds more than what you see
Rise up little man, rise up little man ...

Nada dering lagu soundtrack rise up tak membuat Azzura menatap ponselnya karena dia berpikir itu suaminya. Sampai, panggilan kedua baru Azzura mengambil ponselnya. Nama sahabat lama Azzura membuat air matanya semakin turun dengan deras.

"Azzura, gue udah balik ke indo..." Suara riang nan cempreng milik gadis di seberang telepon tak membuat Azzura bereaksi apapun. Dia masih betah menangis dan terisak pelan.

"Zura? Lo kenapa?"

"Syif, gue capek." Gumam Azzura sangat pelan, suaranya juga tersendat membuat Syifa panik.

"Lo kenapa? Berantem sama Om Gavril? Atau kenapa? Jangan nangis, Zura."

"Gue mau ketemu lo, Syif. Sekarang."

"Oke, gue kirim alamat apartemen gue. Atau lo mau gue kerumah lo?"

"Gue ketempat lo, suruh Ica datang juga."

Setelah selesai Azzura berdiri dari duduknya dan meninggalkan ruang main anaknya. Sebelumnya dia mengintip dari balik gorden ruangan tersebut untuk melihat apakah ada banyak pengawal atau tidak, untungnya hanya ada beberapa. Dan itupun bukan pengawal inti.

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang