Part 13

28.6K 2.4K 241
                                    


Alarm berbentuk doraemon di sebuah kamar yang sangat besar dan mewah membuat perempuan muda yang masih betah memeluk tubuh suaminya mengerjapkan matanya pelan. Saat di rasa sudah terkumpul semua nyawanya, baru lah dia bangun dan mematikan alarmnya. Di lihat jam sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi. Sebagai umat muslim tentu saja dia melaksanakan salat subuh. Walaupun dia bukan tipe yang solehah sekali, tapi dia juga tak mungkin meninggalkan salat lima waktunya. Apalagi setelah menikah. Anaknya yang masih bocah saja sudah salat lima waktu. Masa iya ibunya berleha-leha di dalam kamar dan berpelukan.

Azzura membenahi posisi baju tidurnya dulu sebelum turun dari ranjang. Sebelumnya dia sudah membenarkan posisi selimut suaminya yang melorot. Tadi malam Gavril menggigil hebat dan itu membuat Azzura terjaga sepanjang malam. Dia baru tidur pukul dua dini hari saat suaminya juga baru bisa tidur. Azzura yang memang tipe susah tidur kalau tak mendapatkan posisi ternyaman tentu terganggu dengan kegiatan suaminya yang juga mencari posisi tubuh ternyaman untuk tidur.

"Ngantuk banget, untung gak ada kursus, kalau ada bisa bahaya. Bukannya mentega yang gue cairin. Tapi sabun colek." Gumam Azzura sebelum menyalakan keran untuk berwudhu. Dia mengingat sabun colek yang pernah di pakai salah satu asisten rumah tangganya untuk mencuci sendal. Itu mirip sekali dengan mentega yang dia pakai membuat kue.

Sepuluh menit berlalu, Azzura sudah menyelesaikan salatnya. Dia tak salat di mushola rumah yang biasa di pakai salat anak buah Gavril juga. Tapi dia lebih memilih beribadah di kamar sekalian menjaga Gavril siapa tahu butuh sesuatu.

"Mas? Sejak kapan kamu bangun?" tanya Azzura sembari melepaskan mukenanya. Gavril terbaring dengan posisi tubuh miring, kedua tangannya memeluk guling dan menatap Azzura sangat lekat.

"Sejak kamu mulai pakai mukena," sahutnya pelan. Dia menyibakkan selimutnya dan mulai turun dari ranjang. Azzura yang melihat itu segera berlari. Masa bodo dengan mukena yang belum terlipat itu bisa di kerjakan nanti.

"Kamu mau kemana? Ini masih pagi banget. Tidur aja, Mas. Badan kamu masih demam loh."

"Mau salat dulu, baru istirahat lagi."

"Kamu demam kalau kena air gak enak banget loh. Kamu wudhunya gimana?" tanya Azzura sembari menyangga tubuh suaminya. Walaupun itu percuma karena postur tubuh dan tinggi badan mereka lumayan jauh bedanya. Tapi tak apa, setidaknya Azzura memperlihatkan ketulusannya pada Gavril. Walaupun tak berguna.

"Gak apa-apa,"

"Kamu tayamum aja gimana? Biar gak kena air."

"Ra, Mas beneran gak apa-apa. Lepas, ya. Tolong bikin kopi hitam buat Mas." Ujar Gavril, tangan kirinya melepaskan rangkulan tangan Azzura di lengan kanannya.

Azzura mengerucutkan bibirnya pelan sebelum mengangguk. Dia juga tak bisa melarang suaminya untuk beribadah. Dengan helaan napas panjang Azzura berjalan meninggalkan Gavril menuju pintu. Saat sampai di depan pintu dan bersiap membukanya. Suara Gavril menghentikan gerakan tangannya.

"Pakai gula, ya. Tapi jangan banyak-banyak."

"Tumben pakai gula, gak perlu senyum aku nih?" goda Azzura dengan senyum mengembang. Gavril tersenyum tipis dan menggeleng.

Melihat istrinya sudah keluar kamar, Gavril bergegas berjalan cepat ke kamar mandi. Mual di perutnya sudah tak dapat dia bendung lagi. Berakhir dia memuntahkan semua makanan yang tadi malam yang masuk ke lambungnya. Semangkuk bubur ayam buatan Azzura yang terasa sangat nikmat tadi malam, kini sungguh membuat Gavril ingin muntah saat mengingatnya.

Gavril mencuci wajah dan berkumur di wastafel sebelum menatap wajahnya sendiri yang kini tampak memerah. Kedua tangannya mencengkram pinggiran wastafel saat merasakan mual untuk yang kesekian kalinya.

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang