Part 39

22.4K 2.5K 1K
                                    

Maaf kalau ada salah kata, kata gak jelas atau hal lain. Saya tegaskan saya ini masih manusia walaupun setengah aliran darah keturunan mermaid.
Selamat membaca.

~~~

Tatapan bingung dari pasangan suami istri yang sedang berdiri diambang pintu membuat gadis cilik yang baru turun dari mobil tersenyum sumringah. Dia berlari menuju Melati dan memeluk kaki omanya sangat erat, Melati yang melihat itu segera mengangkat cucunya dan mencium kedua pipi Melisya penuh kasih sayang.

"Meli mau nginep dirumah Oma," ujar Melisya riang, Melati hanya mengangguk dan tersenyum manis. Sedangkan Gilbert masih menatap wajah sembab cucunya tanpa bertanya. Kalaupun ditanya Melisya tak akan pernah mau menjawab masalah dirumahnya, anak itu berpegang teguh kalau dimarahi ayahnya tak ada yang boleh tahu.

Entah bagaimana awal Gavril mendidik Melisya sampai bocah seusia Melisya bisa tak membocorkan masalah seperti itu. Biasanya pada anak seusia Melisya akan bercerita saat dimarahi orang tua. Tapi tidak dengan Melisya, dia tetap menyimpan rapat-rapat omelan Gavril. Hanya dia dan Gavril yang tahu masalahnya.

"Udah izin sama Daddy?" Tanya Melati sembari berjalan memasuki rumah. Melisya hanya mengangguk pelan membuat Melati tahu, ada yang tak beres didalam rumah anaknya. Sebelumnya Melisya diajak Melati kerumahnya untuk menginap menolak keras karena mau menemani adik. Tapi saat ini bocah itu datang sendiri dan berkata ingin menginap, Melati mengumpulkan pasti ada yang tak beres.

Gilbert mengambil koper yang sebelumnya dibawa Fiko, lelaki muda yang terlihat sangat tampan itu mengangguk pelan dan tersenyum tipis menatap Gilbert.

"Gavril ada masalah?" Tanya Gilbert pelan.

"Orang yang sudah ditargetkan Tuan sejak kematian Bu Vellin hilang lagi, tugas itu ada dibawah kepemimpinan Alister."

Gilbert terdiam sejenak dengan helaan napas panjang, dia berpikir cukup lama. Cara apa yang bisa dia lakukan untuk meringankan beban anaknya. Membantu menemukan lelaki yang sudah membuat Vellin mengakhiri hidupnya dengan cara mengenaskan, lelaki yang sudah lama Gavril kejar namun tak pernah dia dapatkan.

"Alister aja sampai kesusahan?" Tanya Gilbert heran.

"Benar, Pak. Dulu itu ada dibawah kejaran Diaz, saya, Gusta bahkan Vendi. Tapi karena kita juga kuwalahan akhirnya sama Tuan meminta Alister yang turun tangan karena Alister lebih mampu daripada kami. Tapi ternyata, ya seperti itu keadaanya."

"Kalau Alister gak mampu, Gaston saya lepaskan dari tugasnya dan mengejar orang itu." Fiko hanya mengangguk patuh.

"Ya sudah, nanti malam saya kesana. Jangan biarkan Gavril keluar rumah. Kamu kembali kerumah Gavril sebelum anak itu sadar kesalahannya, Meli kaburkan?" Fiko hanya mengangguk karena memang anak majikannya bisa dibilang kabur. Padahal biasanya Gavril sendiri yang akan memilihkan pengawal mana yang akan mengantarkan Melisya kerumah Melati.

"Iya, Non Meli kabur."

"Ya sudah, saya telepon dia dulu biar kamu sama yang lain gak kena amuk."

Gilbert berjalan masuk rumah sembari mengambil ponsel dari saku celananya, dia mencari nomor anaknya sebelum menghubunginya dia menarik napasnya panjang. Dia harus tahu titik masalahnya sebelum menyembur Gavril dengan ultimatum ala Gilberto.

"Halo? Vril, Meli dirumah Papa."

"Iya,"

"Mama yang nyuruh Fiko sama Jeno nganter Meli, mau telepon kamu tadi nomor kamu gak bisa dihubungi."

"Tadi mati ponselnya, besok biar pengawal ngirim buku sama seragam sekolah Meli."

"Gak usah, nanti Papa kerumah kamu. Jangan sampai Papa sampai rumah kamu tapi malah kamu gak ada dirumah."

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang