Maaf kalau ada typo, kata kurang jelas atau kesalahan lain.
Saya juga manusia yang tak luput dari kesalahan dan dosa.🙏~~~
"Mama juga tak pernah bahagia setelah berpisah dengan papamu, kebencian Mama pada Papamu juga sebuah kebohongan, Zura. Perasaan Mama masih utuh seperti dulu sejak kita pertama bertemu, Mama mencoba untuk dekat dengan lelaki yang kamu tahu sendiri siapa. Tapi tak berhasil sama sekali. Mama tak pernah melihat sebagai sosok dirinya, Mama melihatnya sebagai sosok Ervi, Zura." Gumam Lalita pelan di iringi kekehan, Azzura menoleh menatap wajah mamanya yang sedang menunduk.
Terlihat lebih sayu dari dulu memang, kantung mata sangat tebal, kerutan halus yang dulu sama sekali tak ada kini terlihat ada di setiap sudut wajahnya. Rambut yang dulu berwarna kecoklatan kini nampak mulai memutih.
Lalita memang berubah, walaupun perubahan Lalita tak semencolok Ervi tapi Azzura tetap mengetahuinya. Dia tahu setiap sudut wajah bahkan ekspresi orang tuanya, dan saat ini sangat berbeda dengan dulu. Entah dari Ervi maupun Lalita mereka sama-sama berbeda.
"Mama mencari sosok Papa di dirinya?"
Senyum tipis Lalita serta anggukan pelannya membuat Azzura ikut menyinggungkan senyum tipis. Ternyata benar, dari mereka tak pernah ada yang bisa lepas begitu saja dari Ervi. Sosok yang sangat penyayang, ramah, murah senyum dan hangat menjadi alasan kuat untuk Lalita belum bisa melupakan ayah dari anak-anaknya. Ikhlasnya bohong, kata melepaskan juga bohong. Dia membohongi semuanya bahkan juga dirinya sendiri.
Dan untuk Azzura, dia tak menampik kalau dulu, dulu sekali sebelum kedatangan Novi. Dia mengakui kalau Ervi adalah sosok papa idaman. Selalu bertutur kata lembut, guyonan khas bapak-bapak yang sangat Azzura sukai. Tak pernah memarahi bahkan main tangan. Pertama kali dia di bentak, di marahi setelah kedatangan Novi bahkan lebih parahnya Ervi berani menampar anak gadisnya karena membela Novi.
Rasa kecewa yang awalnya sedikit, tapi hari demi hari terus berkelanjutan. Di isi kecewa-kecewa lagi yang terus menerus hadir di hidup Azzura dan di ciptakan oleh Ervi membuatnya bimbang dengan perasaannya sendiri. Jika mengingatkan kekecewaannya terhadap Ervi, dia sangat membenci sosok papanya. Tapi saat mengingat dulu Ervi yang hangat, baik, dermawan, bahkan selalu mengutamakan anak perempuannya. Jujur, Azzura merindukannya sangat-sangat merindukannya.
Bukan Ervi yang sekarang. Tapi, Ervi yang dulu sebelum kehadiran sosok Novi di dalam keluarganya.
"Tak pernah menemukan sosok Papamu di dirinya. Dia orang yang berbeda dengan suatu kebetulan memiliki sifat yang hampir sama. Tapi dia bukan Papamu, Zura. Dia bukan sosok yang Mama cari."
"Andai semua ini gak terjadi, Ma. Andai Novi gak pernah hadir di hidup Papa, andai semua ini bisa di kembalikan seperti dulu. Mungkin kita masih ketawa bahagia di dalam ruang keluarga bersama Papa dan ketiga mendiang Kakak,"
Benar kata Gavril, Azzura hanya perlu duduk berdua bersama Lalita untuk menceritakan semuanya. Mengeluarkan keluh kesahnya selama ini dan mencari titik tengahnya. Bukannya menghindar dan semakin merumitkan sebuah masalah. Sampai kapanpun, sebuah masalah tak akan pernah selesai kalau mereka sama-sama menghindar.
Awalnya Azzura menolak dengan lantang karena merasa dirinya tak bersalah disini, dia hanya korban. Tapi, dengan penuh kelembutan dan penuh cinta Gavril memberi pengertian pada Azzura kalau tak ada yang salah maupun benar di dalam masalah keluarga istrinya. Mereka hanya kurang komunikasi menjadikan semuanya memiliki asumsi sendiri tentang keluarganya yang lain. Di imbuhi bisikan-bisikan setan akan semakin runyam dan memperpanjang masalah itu sendiri.
"Semua sudah terjadi, Ra. Kita sudah tak bisa bersama lagi apalagi setelah kepergian ketiga kakakmu. Harapan itu semakin pudar dan berubah menjadi hitam, kini hanya ada Mama sama kamu. Hanya kita yang masih terikat keluarga erat. Mungkin, kamu masih memiliki hubungan yang kuat dengan Papamu. Tapi melihat Papamu yang sekarang, Mama jadi cemas kalau dia sudah tak memikirkanmu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Mas Suami. (End)
عاطفيةKisah perjalanan rumah tangga Gavril Azzura yang tak pernah berjalan mulus. Dimana dendam masih membara, sakit hati belum sembuh betul, rasa cemburu dan merasa diduakan dengan orang yang sudah tiada, perjuangan Azzura untuk menutup telinga dari ucap...