Part 8

29K 2.5K 195
                                    


Azzura duduk bersebelahan dengan Gavril di sebuah restoran, di sana juga ada Fiko dan Lesi yang duduk bersebalahan seperti dirinya dan sang suami. Apakah itu tak sengaja? Tentu saja itu sudah di sengaja oleh Azzura. Setelah berbelanja Azzura membawa dua asistennya untuk makan sebentar di sebuah restoran milik kakaknya.

"Les, kamu jadi pulang?" tanya Azzura sembari menikmati iga bakar yang dia pesan.

"Jadi, Non. Soalnya obat ibu sudah habis." Sahut Lesi sopan, dia menatap Azzura yang ada di seberang tempatnya duduk dengan senyum merekah.

Lesi sangatlah beruntung bisa menemukan majikan sebaik Azzura. Walaupun mulutnya kadang keterlaluan saat berbincang, tapi sungguh Azzura memiliki hati yang sangat baik. Lesi maupun pegawai Gavril yang lain mengakui hal itu.

"Ya sudah, besok sampai rumah agak siang juga gak apa-apa. Aku mau ngurus surat pindahnya Melisya."

"Seperti biasa saja, Non. Gak enak sama yang lain kalau saya datangnya terlambat."

"Ya sudah terserah kamu," sahut Azzura tak acuh, dia kembali menikmati makan siangnya.

Gavril menatap wajah istrinya yang sudah memerah karena menahan pedas dengan helaan napas panjang. Mau wajah memerah, perut mules atau reaksi yang lain setelah makan pedas Azzura tak peduli sama sekali selama dia bisa menikmati makanannya saat itu. Masalah mules bisa di pikir nanti setelah makan. Obat diare juga sudah banyak, pemikiran gila Azzura terkadang membuat Gavril naik pitam.

"Kamu yakin gak makan, Mas?" tanya Azzura sembari menoleh menatap suaminya. Gavril menggeleng pelan, dia tak menjawab karena masih menghisap ujung rokoknya yang tinggal sedikit.

"Mas, jangan rokok terus nanti kesehatanmu terganggu. Usiamu itu udah kepala tiga, sedangkan istrimu baru dua puluh Tahun. Kamu gak takut aku jadi janda di usia muda?" tanya Azzura dengan sorot mata tajam.

Gavril melirik Azzura tak kalah tajam, dia segera membuang rokoknya yang tinggal sedikit. Dari ucapan Azzura bukankah perempuan muda itu mendoakan agar suaminya cepat meninggal? Memang benar jarak usia mereka terpaut jauh, empat belas Tahun lebih tepatnya. Tapi tak bisakah ucapan Azzura lebih di perhalus lagi?

Lesi dan Fiko yang mendengar ucapan Azzura serta reaksi Gavril menahan senyumnya. Andai saja mereka bukan bossnya, andai saja mereka itu temannya pasti Fiko maupun Lesi sudah tertawa terpingkal-pingkal.

"Cepat makannya, habis ini aku mau mampir ke rumah Mamanya Mas Gavril ngambil bibit bunga."

"Kita ikut, Non?" tanya Lesi polos, Azzura yang masih makan segera menelan makanannya sangat cepat.

"Kamu mau pulang sendiri naik taksi sama Fiko?" Goda Azzura dengan alis naik turun dalam tempo cepat.

Lesi gelagapan sendiri dan segera menggeleng, bisa mati kutu kalau sampai dia ada di tempat hanya ada dirinya dan Fiko. Apalagi kejadian semalam terus berputar di otaknya, sekali saja dia melihat siluet Fiko. Pasti ingatan kejadian itu terulang lagi. Bukan masalah perkataannya, tapi lebih ke sentuhan lembut tangan Fiko di pinggangnya yang membuat Lesi terus kepikiran.

"Sudah semua?" tanya Gavril setelah mereka lama terdiam.

Azzura mengangguk sembari mengaduk jus jeruknya yang tinggal sedikit. Gavril tersenyum miring lalu mengusap pipi bulat istrinya dengan gerakan lembut, sebelah tangannya dia gunakan untuk memanggil pelayan meminta bill.

"Maaf, Pak. Kata Pak Kenzo kalau Mbak Zura yang datang tak usah bayar." Azzura menghentikan acara minumnya dan menatap pelayan Kenzo di iringi helaan napas panjang.

"Tetap total seperti pengunjung lainnya, Mbak. Dan kalau Kak Kenzo tanya saya pernah kesini bilang aja pernah dan bayar full, saya gak menerima gratisan. Karena yang saya butuhkan itu waktu Kakak saya, bukan gratisan makanan seperti ini." Ujar Azzura sangat tegas.

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang