"Coba coba ulangin lagi Hajime tadi ngomong apaan?" Tanya Shira sambil menatap Iwaizumi dengan serius.
"Hajime ngehamilin anak orang Bun...." Ulang Iwaizumi sambil menundukkan kepalanya. Ia tidak berani menatap Bundanya yang ia yakin pasti sangat marah serta kecewa pada dirinya.
Shira bangkit dari duduknya kemudian menatap putra sematawayangnya itu tak percaya, "Siapa? Siapa yang kamu hamilin?! Tooru? Tooru kan gak bisa hamil!"
"Bukan Tooru Bund..."
"Terus siapa?!"
"Alisa,"
Shira menyerngit heran mendengar perkataan anaknya itu, "Alisa? Siapa Alisa? Kok kamu bisa ngehamilin Alisa?!"
"Pacar Hajime."
"Bukannya kamu pacaran sama Tooru? Kok malah jadi ke Alisa?!"
Iwaizumi diam mendengar pertanyaan Bundanya itu, ia bingung harus menjawab apa.
Shira menggelengkan kepalanya, "Jangan bilang kamu ngeduain Tooru?"
Iwaizumi tetap diam.
"Iya?! Kamu ngeduain Tooru?!"
Shira mengepalkan tangannya, rasanya ia ingin sekali menampar putranya itu. Tetapi ia menahannya.
"Nda tenang dulu coba tenang." Sai(Ayahnya Iwaizumi) mencoba untuk menenangkan istrinya yang sedang memarahi putranya itu.
Shira mengatur nafasnya agar dirinya tenang, dan pada saat ia merasa sudah tenang ia kembali duduk ditempatnya dan menatap Iwaizumi yang menunduk takut.
Karena sang istri sudah tenang, Sai langsung menatap datar Iwaizumi. "Coba kamu jelasin ke Ayah kenapa bisa kayak gitu."
Iwaizumi meneguk ludahnya kasar kemudian ia mendongakkan kepalanya untuk menatap kedua orang tuanya itu. "Bunda inget kan beberapa hari lalu Hajime gak pulang pas malem?"
Shira mengangguk mendengar itu.
"Hari itu Hajime bohong, Hajime gak nginep di rumah Kenma. Tapi Hajime nginep di rumah Alisa,"
"Dan tanpa Hajime sadar, Hajime ngelakuin itu.." Cicit Iwaizumi.
"Maksudnya kamu mabok?" Tanya Sai.
Iwaizumi menggeleng, "Enggak."
PLAK!!
Tepat sesaat Iwaizumi menjawab seperti itu, suara tamparan menggema diruang tamu yang besar itu. Pelakunya adalah Sai. Ayahnya menampar Iwaizumi dengan sangat kencang bahkan sampai meninggalkan bekas tangan disitu.
"Itu tandanya kamu sadar!"
"Berarti itu kemauan kamu sendiri!"
Iwaizumi memegang pipi kanannya yang memanas akibat tamparan sang Ayah. Shira yang melihat kejadian itu rasanya ingin menolong Iwaizumi. Tetapi Iwaizumi salah disini.
"Siapa yang ngajarin kamu kayak gitu?!" Bentak Sai.
"Siapa?! Ayah gak pernah ngajarin kamu kayak gitu!"
"Kamu ngelewatin batas wajar tau gak?! Kelakuan kamu ini sama aja kayak ngerusak harga diri perempuan! Sama aja kayak kamu gak ngehargain Bunda yang udah ngelahirin kamu!"
"Yah udah Yah..." Relai Shira.
Sai menoleh kepada Shira yang duduk disebelahnya. "Gak bisa Bun! Iwaizumi bener-bener udah kelewatan kali ini! Harus dikasih pelajaran!"
Sai kembali menatap Iwaizumi, "Kasih tau Ayah kenapa kamu bisa ngehamilin anak orang kayak gitu?!"
"Hilaf..."
"Hilaf? Hilaf kamu bilang?!" Sai mengepalkan tangannya ia sudah sangat siap untuk meninju putranya itu. Jika Shira tidak menahannya ia pasti sudah meninjunya.
Sai menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan, "Kamu gak mikirin gimana nasib cewek itu? Bisa dibilang kalo kayak gini yang paling di rugiin pihak cewek!"
Iwaizumi diam mendengar itu, yang dikatakan Ayahnya benar juga. Yang sangat dirugikan dalam hal ini adalah Alisa, ia harus menanggung malu serta menerima caci maki ataupun cibiran dari orang-orang sekitarnya.
Sai kembali duduk kemudian menatap Iwaizumi datar, "Kamu bakal tanggung jawab?"
Iwaizumi mengangguk, "Iya..."
"Oikawa udah tau kalo kamu ngelakuin hal kotor ini?"
"Udah."
"Kamu udah minta maaf ke Oikawa?"
"Buat apa? Hajime gak salah ke Oikawa," Ucap Iwaizumi.
Shira menatap Iwaizumi heran, "Kok buat apa? Kamu udah ngeduain Tooru loh."
"Kamu tau gak? Sesuatu yang paling gak bisa dimaafin dalam hubungan itu apa?" Shira mengatakannya dengan nada yang meninggi.
"Selingkuh." Sambungnya.
"Selingkuh itu kesalahan paling fatal dan gak bisa dimaafin di dalam hubungan."
"Meskipun kamu emang masih pacaran sama Tooru ya kamu gak boleh selingkuh!"
"Pas pacaran aja kamu udah selingkuh apa lagi pas nikah!" Bentak Shira.
Iwaizumi diam mendengar itu, memang di lubuk hatinya ia ingin mengatakan maaf kepada Oikawa. Tetapi itu sangat sulit terucap di mulutnya.
Melihat Iwaizumi yang tak kunjung menjawab, Sai kembali berkata. "Kamu tau rumah Alisa kan?"
Iwaizumi mengangguk.
"Lusa kita dateng kerumahnya buat ngomongin ini."
Iwaizumi mengangguk lagi.
Sai bangkit dari duduknya sambil merangkul Shira yang sudah lemas karena mendengar perkataan putranya itu.
"Minta maaf ke Oikawa. Dia anak baik-baik," Setelah mengatakan itu Sai dan Shira melangkahkan kakinya untuk meninggalkan ruang tamu.
Iwaizumi menatap punggung kedua orang tuanya itu, bisa dilihat punggung Bundanya bergetar. Ia yakin Shira pasti menangis disitu.
"Sai, aku gak pernah ngajarin Hajime kayak gini. Sama sekali enggak...." Samar Iwaizumi mendengar perkataan Bundanya itu.
Sai mengeratkan rangkulannya kepada Shira, "Maaf... Kayaknya karena aku jarang di rumah dan ngedidik Hajime, jadinya dia kayak gini."
Iwaizumi sangat tidak enak kepada orang tuanya, apalagi pada saat mendengar mereka mengatakan itu. Ini sama sekali bukan salah Ayahnya, sama sekali bukan. Ini murni kesalahannya sendiri. Dan Iwaizumi tahu itu.
Ia mengusap wajahnya kasar, "Kacau."
•••••
"Hah? Lu serius Shi?!" Tanya Kenma tak percaya.
Akaashi mengangguk kemudian menyodorkan sesendok obat kepada Kenma. "Serius, gua denger dan ngeliat pake mata dan kuping gua sendiri."
Kenma meminum obat itu dan memegang sendoknya, "Lu gak salah denger kan? Ini Bang Iwa loh anjir Bang Iwa."
"Pendengaran gua gak mungkin salah Ken..." Akaashi mengambil sendok yang Kenma pegang.
"Terus? Dia mau tanggung jawab?"
"Katanya sih iya."
"Om sama Tante tau gak?"
"Kurang tau kalo itu."
"Shi kita harus ketemu Bang Iwa sih Shi!"
Akaashi mengangguk, "Iya! Tapi lu emang udah sembuh?!"
Kenma mengangguk, "Udah!"
"Ya udah jam 8 kita kesono!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PT. Mencari cinta sejati [✓]
RandomOrang kalo udah jatuh cinta itu kalo gak bucin ya bulol.