Part 004

157 9 0
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

⏰ Aero POV ⏰

"Albert, sudah lama menunggu?" sapa ayahku pada pria paruh baya yang duduk di salah satu meja.

Pria paruh baya bernama Albert itu mendongkak menatap Ayah. "Oh, Nicholas?"

Pria paruh baya itu beranjak dari kursi lalu bersalaman dengan ayahku. Mereka juga berpelukan seperti sahabat lama.

Pandanganku tertuju pada gadis yang sedari tadi duduk di samping pria bernama Albert itu. Gadis itu mendongkak menatap ke arahku yang masih berdiri. 

Deg!

Serasa ada godam yang menghantam jantungku. Gadis itu adalah seseorang yang aku kenal dan seseorang yang tidak ingin aku temui lagi.

Tanpa sadar, aku bersuara, "Kak Lyra?"

Lyra tidak menunjukkan ekspresi terkejut sama sekali saat melihatku. Mungkin dia sudah tahu kalau orang yang akan ditemuinya adalah ayahku dan juga aku.

"Oh, kalian sudah saling mengenal?" tanya Tuan Albert sambil melihat ke arahku yang tiba-tiba menyebutkan nama Lyra.

"Baguslah, kalau begitu kalian bisa lebih akrab," ucap Ayah sambil merangkul bahuku.

Aku masih membeku dan pikiranku menjadi kacau.

⏰⏰⏰

Kami berempat menikmati makan malam bersama.

"Jadi, kalian sempat satu sekolah sewaktu Aero di Indonesia?" tanya Ayah yang kelewat penasaran.

Aku enggan merespon. Kulihat Lyra menganggukkan kepalanya.

"Aero adik kelasku," jawab Lyra.

"Oh, jadi Aero lebih muda darimu? Tapi, kau terlihat lebih muda dari Aero," celetuk ayahku.

"Pria memang tumbuh lebih cepat dan lebih besar," kata Tuan Albert.

Kulihat Lyra hanya tersenyum tipis dan terkesan dipaksakan. Tampaknya dia memang terpaksa datang ke pertemuan makan malam ini. Sama sepertiku, aku juga terpaksa.

"Bukankah seharusnya kalian menyapa satu sama lain?" tanya Tuan Albert.

Aku tidak merespon, begitu pun dengan Lyra. Kami sama-sama diam.

Ayah tertawa kecil. "Mereka pasti malu dan canggung, karena sudah dua belas tahun lamanya tidak bertemu."

Lyra makan sambil setengah melamun. Sesekali ia merespon pendek ucapan ayahnya dan juga ucapan ayahku.

Aku merasa kurang nyaman dengan situasi saat ini. Padahal tadi pagi aku memimpikan Lyra, tapi aku tidak mengira sekarang aku bertemu dengannya. Aku harap ini adalah mimpi. Aku mau bangun sekarang juga.

Jika mengingat masa lalu, aku berharap tidak bertemu lagi dengannya. Aku sudah hampir melupakannya, melupakan masa lalu itu.

"Kalian pasti bosan mendengar percakapan dua pria tua. Lebih baik kalian berjalan-jalan menikmati suasana malam di kota. Apalagi Lyra baru tiba di Los Angeles. Dia pasti ingin melihat perubahan kota ini," kata Ayah.

Aku benci saat ayahku mengatakan itu. Namun, pada akhirnya aku pun menurutinya. Tampaknya Lyra juga tidak keberatan.

Di dalam mobil, kami sama-sama diam. Aku fokus menyetir dan Lyra melihat ke jalanan yang kami lewati.

Setelah dua belas tahun lamanya tidak bertemu dengan Lyra, aku rasa tidak ada yang berubah sama sekali darinya. Dia masih sama cantiknya seperti dulu.

Rambut wave berwarna hitam mengkilap, sepasang mata cokelat terang sayu, dan hidung yang kecil mancung. Bibirnya kecil berwarna merah muda. Kulitnya putih mulus. Aku rasa tubuhnya tidak bertambah tinggi atau mungkin karena aku yang kelewat tinggi.

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang