Part 059

57 5 0
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

"Aku berhubungan baik dengan pemilik Danuarga Hospital. Kalau kalian mau, aku akan menghubunginya dan meminta bantuan padanya untuk mendapatkan informasi mengenai si Prajasta ini. Meski Prajasta masih memiliki tali keluarga yang tidak terlalu jauh dengannya, dia pasti akan membocorkan informasi Prajasta, karena yang dilakukan Prajasta adalah kejahatan," kata Gustavo. Pria paruh baya itu mengambil ponselnya dan mencari kontak nama orang yang akan ia hubungi.

Albert masih terlihat khawatir, begitu juga dengan Aero.

Meski sedari tadi Aero diam, sebenarnya ia yang paling khawatir dan panik di antara yang lainnya.

Gavin beropini, "Tapi, aku pikir... Prajas tidak mungkin melukai Lyra. Bukankah mereka saudara? Maksudku, meski seayah, mereka tetap saja saudara. Apalagi kalau Prajas mencintai Lyra. Pria gila mana yang melukai wanita yang dicintainya."

Gustavo berhenti scrolling ponselnya lalu ia menoleh pada putranya. "Saudara?"

"Iya, sebenarnya Prajas adalah putraku," kata Albert yang terlihat keberatan mengakuinya.

Gustavo memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jasnya. Ia menatap Albert. "Jadi, sebenarnya kau adalah ayahnya?"

Albert mengangguk berat.

"Kalau begitu, ini tidak ada hubungannya dengan keluarga Danuarga," kata Gustavo.

"Kenapa bisa begitu? Jelas-jelas dia putra keluarga Danuarga. Kau tidak mau membantuku? Yang dia bawa menantuku," gerutu Nicholas.

"Tidak, meski tidak tertulis secara resmi dalam surat kenegaraan, status Prajas bukanlah putra Danuarga, tapi dia putra Adiwijaya. Mau bagaimana pun, seorang anak akan membawa nama belakang ayahnya. Karena kau ayahnya, itu artinya dia membawa nama belakangmu, Tuan Adiwijaya," ucap Gustavo.

"Ah, aku pusing dengan peraturan-peraturan aneh keluarga kalian," gerutu Nicholas sambil memijit pelipisnya.

"Aku akan mencari putriku sendiri, terima kasih sudah repot-repot menolongku," kata Albert seraya berdiri dan pergi.

"Albert," panggil Nicholas. Tapi, Albert tidak mengindahkan ucapan besannya. Ia tetap melanjutkan langkahnya.

"Albert, berhenti bersikap egois hanya untuk kali ini saja. Yang kita bicarakan adalah putrimu dan calon cucumu! Mereka dalam bahaya!" gerutu Nicholas.

Langkah Albert terhenti.

"Kembalilah dan cari jalan keluar bersama. Kau tidak bisa melakukannya sendirian," kata Nicholas.

Albert menghela napas berat lalu ia pun terpaksa kembali duduk.

"Aku mau ke luar sebentar," kata Aero kemudian berlalu tanpa menunggu jawaban dari siapa pun.

"Bocah itu," gumam Nicholas sambil menatap punggung putranya yang pergi dan menghilang di balik pintu.

"Aku ikut!" Gavin beranjak dari sofa kemudian ia segera menyusul Aero.

"Anak itu," gumam Gustavo. Ia kembali mengeluarkan ponselnya dan menelepon kontak bernama Michael Danuarga. Namun, panggilannya tidak terhubung. Gustavo berkali-kali mencoba menelepon, tapi hasilnya tetap tidak bisa terhubung.

"Sepertinya dia sedang sibuk dan mungkin mematikan teleponnya," kata Gustavo sambil meletakkan ponselnya ke meja.

"Ini memang salahku, tapi aku tidak tahu akhirnya akan begini," gumam Albert yang terlihat sangat menyesali perbuatannya di masa lalu.

"Kalau tahu wanita yang kau cintai adalah putri dari keluarga Danuarga, kenapa malah melanjutkan hubungan kalau pada akhirnya kau tidak bisa bersama dengannya? Jika benar-benar mencintainya, kenapa tidak menikahnya saja? Setidaknya kau harus bertanggung jawab karena telah menidurinya apalagi sampai mengandung dan melahirkan anak yang tidak jelas nama belakangnya itu. Kau tidak tahu penderitaan apa saja yang dialami wanita itu selama kau tidak berada di sisinya," ucap Gustavo agak sarkas.

Nicholas melirik Gustavo dan Albert bergantian.

Albert menunduk. "Di awal, dia tidak bilang kalau dia adalah putri dari keluarga Danuarga. Aku mencintainya, sangat mencintainya. Dan kecelakaan kecil itu terjadi. Dia mengandung anak itu. Aku benar-benar panik saat dia bilang dia berasal dari keluarga Danuarga. Aku berusaha meminta persetujuan pada ayahnya untuk menikahinya, tapi ini yang aku dapatkan."

Nicholas dan Gustavo memperhatikan Albert yang membuka satu per satu kancing kemejanya.

Ada dua bekas luka lubang peluru di dada kanan Albert. Nicholas dan Gustavo saling mendelik.

"Ayahnya akan menyetujui hubunganku dengan putrinya jika aku terlahir kembali dan bukan berasal dari keluarga Adiwijaya."

Albert membuka lebih banyak kancing kemejanya. Ada luka sayatan juga di perutnya. Meski waktu sudah berjalan dengan cepat, namun luka sayatan itu masih membekas di sana.

"Menurutmu, apa yang bisa kulakukan saat itu? Pulang pun aku harus ngesot," kata Albert.

Nicholas dan Gustavo tidak memberikan tanggapan.

"Setelahnya aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku kehilangan kontak dengannya," ucap Albert.

"Itu cukup sadis," komentar Gustavo.

"Mungkin kau menganggap pernikahan antara Adiwijaya dan Danuarga sudah dianggap biasa saja di tahun-tahun belakangan ini, tapi tidak di zamanku," ujar Albert.

Nicholas yang tidak mengerti dengan masalah rumit berkepanjangan dan turun-temurun dari keluarga Danuarga dan Adiwijaya pun memilih diam dan mendengarkan.

Terdengar suara langkah kaki memasuki rumah. Ketiga pria paruh baya itu menoleh ke pintu melihat wanita paruh baya berambut pirang curly yang memasuki rumah dan menatap terkejut ke arah mereka bertiga.

"Jessica," gumam Nicholas.

Wanita yang tak lain adalah Jessica itu melihat pada Albert yang kemejanya terbuka lalu ia melihat pada Nicholas dan Gustavo yang duduk berhadapan dengan Albert.

Jessica menutup mulutnya sambil menunjukkan ekspresi syok. "A-apa yang kalian lakukan?"

Nicholas segera bangkit dari tempat duduknya lalu mengibaskan tangannya. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan."

"Oh, kau benar-benar sudah gila. Aku juga hampir gila karenamu," ucap Jessica kemudian berlalu pergi setelah mengatakan itu.

"Jessica, tunggu!" Nicholas berlari menyusul mantan istrinya.

Albert dan Gustavo menatap punggung Nicholas yang menghilang di balik pintu.

"Mereka kenapa?" gumam Albert kebingungan.

"Lebih baik kau menutup kemejamu kembali," kata Gustavo yang mengerti keadaan.

Albert pun mengancingkan kemejanya.

"Kau tahu bagaimana nasib wanita yang kau hamili itu?" tanya Gustavo.

Albert mendongkak menatap Gustavo sambil masih mengancingkan bajunya.

Gustavo melanjutkan, "Wanita itu dipindahkan oleh ayahnya ke New York, Amerika, karena dianggap sebagai aib. Di keluarga Danuarga, wanita yang hamil tanpa suami akan diasingkan dan dicap buruk. Itu sebabnya dia harus membesarkan anaknya di New York. Di sana dia melahirkan dan membesarkan anaknya.

Setelah anaknya tumbuh besar, dia kembali ke Indonesia. Orang-orang mungkin mengira kalau dia menikah dengan orang luar negeri dan melahirkan di luar negeri juga lalu bercerai dan kembali ke Indonesia."

Albert mencerna cerita Gustavo. Ia membayangkan betapa sulitnya wanita yang pernah ia cintai itu membesarkan anak mereka. Namun, tetap saja itu tidak membuat Albert berubah pikiran. Ia tetap membenci Prajas yang membuat keluarganya mendapatkan masalah bertubi-tubi.

"Aku rasa ucapan putraku ada benarnya. Jika Prajasta adalah kakak dari putrimu, maka dia tidak mungkin melukainya. Dia juga mencintai putrimu. Apa mungkin dia akan melukai putrimu?" kata Gustavo.

◣─────•~❉✿❉~•─────◢

07.35 | 10 Maret 2022
By Ucu Irna Marhamah

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang