Part 031

86 5 0
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

Di kamar Lyra.

Tidak ada hiasan di kamar tersebut seperti di kamar-kamar pengantin pada umumnya, karena kamar pengantin mereka di rumah Aero. Tapi, karena mereka tidak bisa pergi ke mana pun setelah pernikahan, maka mereka harus bermalam di mansion Adiwijaya, tepatnya kamar Lyra.

Aero duduk di tepi ranjang. Ia masih memakai kemeja pernikahannya. Pria itu menunggu Lyra selesai mandi di kamar mandi yang merangkap dengan kamar tersebut.

Terdengar suara gemericik air dari dalam sana. Aero membayangkan Lyra yang tidak mengenakan sehelai benang pun berdiri di bawah rintikan air shower.

Namun, Aero segera menggeleng menghilangkan pikiran kotor dari dalam kepalanya.

Untuk menghilangkan pikiran negatif, Aero mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan kamar. Ada banyak buku di rak. Ada boneka besar juga yang diletakkan di rak yang kosong. Pot bunga hiasan, dan masih banyak lagi. Semuanya tertata rapi.

Gitar itu masih diletakkan di tempat yang sama. Aero mengambilnya lalu memainkan gitar tersebut pelan-pelan.

Sebuah bingkai di meja samping ranjang membuat perhatian Aero teralihkan. Ia meletakkan gitar ke tempat semula lalu mengambil bingkai foto tersebut dan melihatnya.

Ternyata sebuah foto keluarga.

Meski sepasang suami istri itu terlihat sangat muda, Aero tahu kalau mereka berdua adalah Albert dan Hellena. Garis wajah mereka tidak berubah walau sekarang sudah menua. Lalu ada dua orang anak kecil di foto itu dan bayi dalam pelukan Hellena.

Aero yakin kalau anak perempuan di foto itu adalah Tira. Wajahnya tidak banyak berubah. Lalu bayi yang berada dalam gendongan Hellena sudah pasti Lyra. Tapi, anak laki-laki di foto tidak mirip dengan Prajas meski dilihat dari segi mana pun.

Meski pun wajah anak bisa berubah seiring berjalannya waktu, tapi anak kecil di foto jauh berbeda dengan Prajas. Seolah mereka adalah orang yang berbeda, di mana warna rambut dan warna mata mereka juga berbeda. Bentuk hidung dan dagu juga berbeda.

Aero membalikkan bingkai foto tersebut. Di bagian belakang foto ada tulisan : Albert, Hellena, Evan, Tira, dan Lyra.

"Evan? Tapi, pria yang tadi namanya Prajasta," gumam Aero. "Jadi, apakah pria yang tadi benar-benar kakaknya Lyra atau bukan?"

Mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka, Aero segera meletakkan foto itu kembali ke tempatnya. Ia menoleh dan melihat Lyra keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi besar yang menutupi tubuhnya. Rambutnya yang panjang tampak basah membuatnya terlihat lebih cantik dan segar.

Aero mengalihkan pandangannya. Ia tidak berani menatap lama pada wanita yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya itu.

"Kau mau mandi?" tanya Lyra sambil duduk di kursi meja rias.

Aero mengangguk lalu ia masuk ke kamar mandi tanpa menoleh sedikit pun pada Lyra.

Di kamar mandi, Aero melihat banyak sekali sabun, shampo, dan semua peralatan mandi untuk perempuan di rak. Ia membuka salah satu botol sabun dan menghirup aromanya. Aroma yang menyegarkan yang biasa tercium dari tubuh Lyra.

Karena menyukai aroma sabun tersebut, Aero menggunakannya untuk mandi. Ada banyak sikat gigi di wadah. Bahkan sikat gigi baru pun ada. Ada yang warna merah muda dan putih.

Aero memanggil Lyra, "Kak Lyra?"

"Iya?" jawab Lyra dari kamar.

"Apa aku boleh membuka sikat gigi baru?"

"Iya, buka saja. Kalau kau kesulitan, ada gunting di rak kedua dari atas."

Aero memilih sikat gigi berwarna putih. Ia mengambil gunting dari rak yang ditunjukkan Lyra lalu membukanya. Ada banyak pilihan rasa dari pasta gigi. Aero memilih lemon mint.

Lyra telah memakai piyama tidurnya berwarna cokelat muda. Ia mendengar suara Aero yang lagi-lagi memanggil namanya.

"Kak Lyra?"

"Iya?" Lyra melihat ke pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat.

"Aku lupa membawa handuk," kata Aero.

Lyra membawa jubah mandi yang tadi ia pakai lalu ia mengetuk pintu kamar mandi. "Kau tidak keberatan memakai jubah mandiku, kan?"

"Iya, tidak apa-apa." Aero membukakan sedikit pintu kamar mandi. Tangannya muncul dari balik pintu.

Lyra memberikan jubah mandi itu. Pintu kamar mandi pun tertutup.

"Dia tidak membawa baju ganti. Aku harus meminjam kemeja atau piyama pada Ayah," ucap Lyra kemudian berlalu pergi.

Tak lama kemudian, Aero keluar dari kamar mandi. Ia tidak melihat Lyra di mana pun di kamar tersebut.

"Kak Lyra ke mana?" gumam Aero. Ia menghirup aroma dari jubah mandi yang dipakainya. "Wangi sekali."

Tanpa pikir panjang, Aero melepaskan jubah mandinya dan melemparkan begitu saja ke tempat tidur.

Lyra kembali ke kamarnya lalu membuka pintu. Ia terkejut dengan apa yang dilihatnya, sehingga Lyra refleks berteriak dan membelakangi suaminya.

Aero tersentak kaget mendengar teriakan istrinya sehingga ia segera mengambil jubah mandi dari tempat tidur lalu memakainya kembali.

"Ma-maaf, aku kira kau masih di mandi," kata Lyra.

"Maaf, Kak Lyra pasti terkejut." Aero menjadi salah tingkah.

"Ini piyama dan kemeja ayahku. Terserah mau pakai yang mana. Pilih saja, ada 5 pasang baju," kata Lyra sambil menyodorkan baju-baju itu pada Aero tanpa berbalik sama sekali.

Aero menerimanya. "Aku akan memakainya di kamar mandi." Ia pun memasuki kamar mandi.

Lyra menoleh ke belakang. Ia memutar bola matanya lalu masuk dan duduk di tepi ranjang.

Di kamar mandi, Aero merutuki dirinya yang sembarangan telanjang di kamar orang. Padahal orang itu istrinya sendiri.

Setelah memakai kemeja dan celana pendek milik mertuanya, Aero kembali ke kamar. Ia melihat istrinya memakai krim malam sambil duduk di depan cermin.

Aero duduk di tepi ranjang. Lalu ia bertanya, "Apakah aku boleh tidur di sini?"

Lyra menoleh pada suaminya. "Tentu saja."

Aero merebahkan tubuhnya. Tak lama kemudian, Lyra selesai mengoleskan krim malam lalu ia juga merebahkan tubuhnya di samping suaminya.

Pasangan suami istri baru itu sama-sama diam dan menatap langit-langit kamar.

Hening.

Tidak ada yang memulai pembicaraan apalagi ritual malam pertama sebagai suami dan istri yang sudah sah. Tampaknya mereka berdua masih sama-sama canggung meski sudah lama saling mengenal.

Merasa situasi mulai awkward, Aero pun memutuskan untuk bersuara untuk memecah kesunyian, "Karena sekarang aku adalah seorang suami, apa aku boleh memanggil nama Kakak secara langsung tanpa sebutan Kakak lagi?"

Lyra menoleh pada Aero. "Lalu aku memanggilmu apa?"

"Apa saja, Mas juga boleh," celetuk Aero.

"Kalau begitu, aku akan memanggilmu Sayang," kata Lyra tanpa beban.

Aero tersenyum mendengar ucapan Lyra. "Kalau begitu, aku juga akan memanggilmu Sayang, Lyra Sayang."

Lyra tertawa kecil. "Kedengarannya lucu saat kau memanggilku seperti itu."

Aero tersenyum. "Aku juga ingin mendengar Kakak memanggilku."

"Aero Sayang."

◣─────•~❉✿❉~•─────◢

19.17 | 10 Maret 2022
By Ucu Irna Marhamah

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang