Part 055

69 3 0
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

Tamparan keras mendarat di wajah Evan membuat Lyra tersentak kaget dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya.

"Kau harus kembali ke tempat itu!" bentak Albert.

Hellena menenangkan suaminya. "Mas, jangan sakiti Evan. Dia putra kita, Mas."

"Dia anak tertua dan juga satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga, tapi dia seperti ini!" geram Albert yang murka.

Lyra menunduk. Ia merasa bersalah, karena telah menyerahkan Evan pada Albert. Ia tidak mengira Albert akan memukul Evan di depan Lyra.

Evan mendecih sambil menyentuh pipinya yang terasa panas. Ia menatap tajam pada ayahnya. "Ayah pikir, kenapa aku seperti ini?!"

Albert menunjuk wajah Evan. "Karena kau memang anak gagal dan tidak berguna. Aku menyesal punya anak sepertimu, Evan!"

Evan masih menatap Albert dengan tatapan tajam. "Sekarang aku mengerti, kenapa Prajas sangat membenci Ayah."

Lyra menatap Evan lalu ia melihat pada ayahnya.

"Jangan menyebut nama itu di depan wajahku!" bentak Albert. "Dia sama sepertimu! Tidak seharusnya dia lahir ke dunia ini!"

Evan tidak peduli dengan amukan ayahnya. Ia tetap melanjutkan perkataannya, "Ayah selalu ingin semuanya berjalan sesuai kemauan Ayah. Tanpa sadar, Ayah menghancurkan satu per satu anak Ayah. Dimulai dari Prajas, aku, Tira, dan sekarang Lyra. Apakah Ayah bahagia melihat anak-anak Ayah menderita? Ayah senang semuanya berjalan sesuai rencana Ayah? Ayah macam apa kau ini?"

Albert kembali memukul putranya, tapi Hellena menahan suaminya. "Mas! Berhenti melukai Evan, dia bisa terbunuh!"

Lyra membuang muka kemudian ia berlalu keluar dari mansion Adiwijaya. Ia sudah tidak tahan dengan apa yang dilihatnya.

"Lyra?! Kau mau ke mana? Aku belum selesai berbicara denganmu!" teriak Albert. "Aku tidak menyuruhmu pergi! Lyra!"

Lyra tidak peduli dan tidak ingin mendengar apa-apa lagi. Ia memasuki mobilnya lalu melajukannya meninggalkan mansion Adiwijaya.

Sesampainya rumah, Lyra menghempaskan bokongnya ke sofa dan menangis tersedu-sedu.

Snowy dan Browny berlari menghampirinya. Kedua kucing itu seolah mengerti dengan kesedihan Lyra dan mencoba menenangkan majikannya itu.

Jam menunjukkan pukul 1 siang. Lyra memasak untuk makan siang, karena Aero sudah pasti pulang lebih awal seperti biasanya.

Saat fokus memasak, Lyra mendengar suara bel berbunyi. Ia mengernyit. "Kenapa Aero menekan bel? Bukankah dia membawa kunci?"

Lyra mematikan kompor lalu pergi ke depan untuk membuka pintu. "Apa mungkin ada tamu yang datang?"

Lyra menghentikan langkahnya melihat seorang pria berjaket dan berhelm berdiri di depan pintu. Ada kotak di tangannya. Lyra bisa melihatnya, karena pintu depan terbuat dari kaca. Orang di dalam rumah bisa melihat ke luar, sebaliknya yang di luar rumah tidak bisa melihat ke dalam.

"Siapa dia?" gumam Lyra. Namun, Lyra melihat kotak paket di tangan pria itu. Mungkin pria itu seorang kurir pengantar paket.

Untuk berjaga-jaga, Lyra membawa payung dan menyembunyikannya di balik punggung. Ia pun membuka pintu. Ternyata benar ada paket untuknya. Lyra menerimanya. Setelah itu, kurir pengantar paket pun pergi.

Lyra segera mengunci pintu. Ia meletakkan kotak tersebut ke meja. "Paket dari siapa ini? Kenapa tidak ada nama pengirimnya?"

Karena penasaran, Lyra membukanya. Isinya gaun berwarna merah gelap. Lyra membentangkannya. Gaun merah tersebut terlihat begitu indah dengan jahitan menyerupai bunga Mawar yang menghiasi bagian belahan dada dan punggungnya.

"Sangat cantik," ucap Lyra. Ia melihat ada kartu di dalam kotak paket tersebut. Lyra membacanya.

~10/03|7| Gaun cantik untuk wanita yang paling cantik.~

Lyra tersenyum kecil. "Apakah Aero yang memberikan kejutan ini untukku? Angka 10/03 adalah hari ini. Lalu angka 7 ini apa maksudnya?"

Jam 2 siang, Aero pulang dan melihat Lyra menyajikan makanan ke meja. Aero tersenyum melihat istrinya memakai gaun merah yang mempesona.

"Kau cantik sekali hari ini, Sayang." Aero mendekat dan mengecup pipi istrinya.

Lyra hanya tersenyum. "Jadi, biasanya aku jelek?"

"Biasanya juga cantik, tapi hari ini kau terlihat lebih-lebih cantik lagi," gombal Aero.

"Terima kasih," ucap Lyra.

Aero menatap tubuh istrinya dari atas sampai bawah dan sebaliknya lalu ia bertanya, "Kapan membeli gaun ini? Sebelumnya aku tidak pernah melihatmu memakainya."

Lyra menghentikan aktivitasnya untuk sejenak mendengar pertanyaan Aero. Ia menatap suaminya dengan ekspresi penuh tanya.

"Tumben membeli baju sendiri. Biasanya kau akan mengajakku berbelanja," ucap Aero.

"Bukan kau yang membelinya untukku?" tanya Lyra kebingungan.

Aero menggeleng. "Aku pernah membelikanmu baju dan gaun, tapi aku tidak ingat pernah membelikanmu gaun yang ini."

Lyra terdiam untuk sesaat. Jika bukan Aero yang memberikan gaun ini, lalu siapa?

Melihat istrinya yang mendadak terdiam, Aero pun bertanya, "Mungkin ini memang gaun milikmu yang dibawa ke sini saat pindahan setelah pernikahan, tapi kau lupa dengan gaunmu sendiri."

Lyra masih terlihat bingung, karena jelas-jelas gaun itu baru saja datang satu jam yang lalu lewat paket. Sudah pasti gaun itu bukan miliknya.

Namun, Lyra tidak terlalu memikirkannya. Ia dan suaminya pun makan siang bersama.

"Di mana kakakmu?" tanya Aero sambil melihat ke sekeliling.

"Tadi pagi setelah kau berangkat kerja, aku mengantarnya ke mansion Adiwijaya," jawab Lyra pelan.

"Apa ayahmu marah?" tanya Aero.

Lyra mengangguk. "Mungkin Ayah akan mengirimkan Kak Evan kembali ke Indonesia atau direhabilitasi di sini. Aku tidak tahu apa keputusannya. Aku langsung pulang saat mereka bertengkar."

Aero menganggu mengerti.

Malam harinya.

Lyra menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun merah itu terlihat cantik dan pas di tubuhnya, tapi Lyra jadi tidak menyukainya. Ia pun melepaskan gaun itu dan membuangnya ke wadah sampah du sudut kamar. Lyra mengambil jubah mandinya.

Pintu kamar mandi dibuka. Aero keluar dari kamar mandi hanya mengenakan boxer hitam. Sementara handuk putihnya digunakan untuk mengelap rambutnya yang basah.

Giliran Lyra yang mandi. Wanita itu menutup pintu kamar mandi. Saat mencium aroma sabun mandinya sendiri, Lyra menjadi mual. Ia pun muntah.

Aero mendengar suara Lyra yang sedang muntah. Ia segera mengetuk pintu kamar mandi.

"Sayang? Kau baik-baik saja?" tanya Aero.

"Aku baik-baik saja," sahut Lyra dari kamar mandi.

"Kepalamu sakit?"

"Tidak, aku baik-baik saja, kok. Apa aku boleh memakai sabun mandi milikmu?" tanya Lyra.

"Iya, pakai saja," jawab Aero.

Akhirnya Lyra mandi menggunakan sabun milik Aero. Saat menyentuh bahunya, Lyra jadi teringat mimpi buruknya kemarin malam di mana Prajas memperkosanya. Sungguh mimpi yang sangat menakutkan dan membuatnya cukup syok ketika bangun.

"Kenapa aku bermimpi seperti itu? Aku dan dia tidak pernah melakukan hal seperti itu di masa lalu. Tapi, mimpi itu terasa nyata dan menakutkan."

◣─────•~❉✿❉~•─────◢

15.12 | 10 Maret 2022
By Ucu Irna Marhamah

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang