Part 085

60 3 0
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

Pintu jet terbuka. Terlihat Prajas dan Lyra menuruni tangga jet.

Aero dan Albert langsung bangkit dan berdiri dari tempat duduk mereka.

Prajas menggenggam tangan Lyra sambil berjalan menghampiri orang-orang yang menunggu kedatangan mereka.

Melihat Prajas yang menggenggam tangan Lyra, tentu Aero merasa kesal. Ia pun bergegas menghampiri mereka, tak peduli meski polisi sudah melarangnya.

Saat sudah dekat, Lyra melepaskan genggaman tangan Prajas lalu ia memeluk Aero. Aero membalas pelukan istrinya. Ia membawa Lyra pada keluarganya.

Sementara Prajas masih berdiri mematung. Pandangannya tertuju pada Rose yang juga berada di sana. Wanita paruh baya itu menatapnya dengan tatapan sendu.

Albert diam-diam membawa pistol di balik jasnya. Ia mengeluarkannya lalu menodongkannya pada Prajas.

Gustavo dan Gavin yang berdiri di samping Albert terkejut tentunya, begitu pun dengan orang-orang yang tidak mengira Albert membawa pistol dan ingin menembak putranya sendiri.

Nicholas berusaha membujuk Albert agar tidak membunuh Prajas. "Albert, ingatlah... dia putramu juga. Dia darah dagingmu."

Namun, Albert tidak mau mendengarkan.

Perhatian Prajas teralihkan pada Albert. Ia menatap ayah kandungnya itu dengan tatapan datar. Tidak ada ketakutan sama sekali dari ekspresinya itu.

"Seharusnya dari dulu kau mati. Semua masalah bersumber dari kau seorang," ucap Albert dengan suara bergetar. Butiran bening menggenang di pelupuk matanya.

"Tidak! Jangan, Ayah!" mohon Lyra yang berada dalam pelukan Aero.

"Ayah! Jangan lukai Kak Prajas." Tira juga terlihat khawatir saat ayahnya ingin menembak Prajas. Ia mengguncangkan lengan Sean agar membantu menghentikan ayahnya.

"Tuan Adiwijaya, kau bisa masuk penjara apabila kau menarik pelatuknya," ucap polisi Amerika.

"Kau tidak bisa membunuhnya, dia darah dagingmu. Jika kau sampai menembaknya, kau akan mendapatkan hukuman," kata polisi Indonesia.

Rose melangkah menghampiri Prajas dan ia pun berdiri di depan putranya itu untuk menghalanginya dari Albert. Kini ia berdiri berhadapan dengan mantan kekasihnya itu. Tatapan mereka bertemu.

"Ibu," gumam Prajas.

Rose tidak merespon putranya. Ia tetap diam dan menatap Albert yang berada agak jauh di depannya.

Gustavo menatap tajam ke arah Albert. Ia bersuara, "Jika kau sampai nekat menarik pelatuknya, maka peperangan antara Danuarga dan Adiwijaya akan dimulai. Permusuhan akan berujung peperangan karenamu, Tuan Adiwijaya."

"Aku akan menerima hukumanku sendiri setelah membunuh anak itu," kata Albert.

Namun, Hellena berjalan ke depan Albert dan menarik moncong pistol itu ke lehernya sendiri.

"Hellena, apa yang kau lakukan?!" bentak Albert yang terkejut dengan apa yang dilakukan oleh istrinya.

"Ibu." Tira menangis khawatir. Lyra juga cemas kalau-kalau ayahnya kalap dan menarik pelatuknya. Hal tersebut bisa membuat ibunya terbunuh.

"Dia juga putraku, aku berhak melindunginya," ucap Hellena penuh penekanan.

Prajas mendengarnya. Ia merasa terharu dan juga sedih jika mengingat kebaikan Hellena padanya dulu-dulu.

Albert menautkan alisnya. "Minggir, Hellena!"

"Tembak aku!" ucap Hellena setengah membentak.

Tentu Albert tidak bisa melakukannya. Ia tidak bisa membunuh istrinya sendiri.

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang