Part 061

73 5 2
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

Prajas mengantarkan Lyra pulang sampai depan gerbang mansion Adiwijaya. Ada beberapa bodyguard yang berjaga di mansion besar itu, salah satunya adalah Darius yang saat itu masih menjadi bodyguard biasa (belum menjadi kepala bodyguard).

Darius menatap pengendara mobil sport biru itu yang kini melaju pergi meninggalkan area mansion Adiwijaya.

Dua bodyguard membukakan gerbang untuk Lyra. Gadis itu pun memasuki mansion. Ia terlihat sangat senang.

Sore harinya, Lyra memilih gaun yang bagus dan sopan yang akan ia pakai untuk menemui ibunya Prajas.

"Lyra?" Hellena mengetuk pintu kamar putrinya.

"Iya, Bu?" Lyra membuka pintu.

"Kau jangan pergi ke mana-mana, ya. Sebentar lagi ayahmu dan juga Evan pulang dari kantor. Kita makan malam bersama, ya," kata Hellena.

Lyra tampak berpikir. Ia pun menjawab, "Tapi, aku mau keluar malam ini. Mungkin aku makan malam di luar."

Hellena mengernyit. "Makan malam di luar? Bersama siapa?"

"Teman." Lyra tersenyum agar tidak mencurigakan.

"Tapi, ayahmu akan marah jika kau tidak ikut makan malam. Setidaknya makan malam bersama meski sedikit
Setelah itu, kau bisa pergi bersama temanmu. Kau tahu sendiri seperti apa ayahmu, kan?" Setelah mengatakan itu, Hellena berlalu pergi tanpa menunggu jawaban dari putri bungsunya.

Lyra membuang napas kasar. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi Prajas.

"Iya, ada apa Lyra?" tanya Prajas dari seberang sana.

"Maafkan aku, Mas. Ibuku menyuruhku makan malam bersama. Ayahku akan marah kalau aku pergi meninggalkan makan malam keluarga. Kita ke menemui ibumu setelah aku makan malam, ya," kata Lyra penuh penyesalan.

"Tidak apa-apa, aku mengerti."

"Maaf ya, Mas." Lyra mengigit bagian bawah bibirnya.

"Tidak apa-apa, Sayang. Kenapa meminta maaf? Itu bukan salahmu," kata Prajas.

Makan malam keluarga Adiwijaya.

Albert, Hellena, Evan, dan Lyra menyantap hidangan makan malam. Lyra makan sedikit dan pelan-pelan.

Albert yang menyadari itu bertanya, "Lyra, apa makanannya tidak enak? Kenapa kau makan sedikit-sedikit begitu?"

Lyra mendongkak menatap ayahnya. Ia tersenyum kaku. "Aku sedang diet. Jadi, aku makan sedikit saja."

"Tapi, kau tidak gendut. Makan yang benar," ucap Albert.

Lyra segera menyahut, "Ada lemak berlebih di lengan dan punggungku, jadi belakangan ini aku rajin berolahraga dan mengatur pola makanku."

Albert mengedikkan kepalanya. "Yang penting jangan sampai kau sakit."

"Iya, Ayah."

Hening.

Semuanya fokus dengan makanan.

"Oh ya, tahun ini Tira sudah bisa memegang perusahaan cabang milikku di Los Angeles. Aku harap dia bisa mengerjakan tugasnya dengan baik. Saat kau lulus, kau juga akan mengurus Adiwijaya Blitztar, Lyra," kata Albert.

Evan melirik ayahnya kemudian ia melihat pada Lyra.

Lyra menghentikan aktivitasnya untuk sejenak lalu mendongkak menatap ayahnya. "Aku baru saja masuk universitas, Ayah."

"Ya, aku hanya memperingatkanmu. Kau harus bersyukur, karena aku menyuruhmu memegang Adiwijaya Blitzar, cabang perusahaanku yang ada di dalam negeri. Tira melewati banyak hal. Dia tinggal di Amerika sejak kecil agar terbiasa dengan budaya di sana, karena dia harus mengurus perusahaan cabang yang di sana," kata Albert.

Lyra mengalihkan pandangannya. Evan melanjutkan makan tanpa berniat ikut campur dalam pembicaraan.

Hellena mengusap bahu suaminya. "Mas."

Jam menunjukkan pukul 8 malam.

Lyra terlihat cantik dengan gaun merah selutut berbalut blazer hitam. Ia memoles bibirnya dengan lipgloss.

Terdengar suara mobil sport yang berhenti di depan gerbang mansion Adiwijaya. Lyra segera keluar dari kamarnya lalu menuruni tangga dan keluar dari mansion.

Lyra tersenyum melihat mobil Prajas di depan gerbang. Bodyguard membukakan gerbang sedikit untuk Lyra.

Gadis itu memasuki mobil Prajas kemudian mobil itu pun melaju meninggalkan aera mansion Adiwijaya.

"Kau cantik sekali hari ini," ucap Prajas.

Lyra tersenyum. "Terima kasih."

Sesampainya di mansion Danuarga, Prajas merangkul pinggang Lyra agar masuk bersamanya.

Ada bingkai besar di ruang tamu. Dalam foto tersebut ada Prajas yang terlihat tampan dengan setelan jasnya ia berdiri di samping wanita paruh baya yang duduk di kursi. Wanita itu terlihat cantik dan anggun.

"Aku hanya tinggal bersama ibuku di sini. Aku tidak punya adik dan juga kakak," ucap Prajas.

Ya, memang tidak ada pelayan atau bodyguard di mansion sebesar itu. Tidak seperti mansion-mansion lain yang dipenuhi pelayan dan bodyguard. Mansion Danuarga yang satu ini sangat sepi seolah tidak ada penghuninya.

Namun, meski pun begitu, mansion tersebut terlihat bersih dan nyaman. Mungkin pemilik mansion memakai sistem pelayan datang dan pulang setelah pekerjaan selesai.

Lyra mendongkak menatap Prajas. Ia penasaran dengan ayah dari pacarnya itu, tapi Lyra tidak ingin bertanya yang mungkin saja bisa membuat Prajas tersinggung.

Lyra tersenyum. "Mas Prajas pasti anak manja."

"Kenapa?" tanya Prajas.

"Karena Mas Prajas anak tunggal," jawab Lyra.

Prajas tersenyum. "Iya, sih. Aku memang manja pada ibuku."

Rose menyambut kedatangan Lyra dengan baik. Ia senang melihat putranya yang bahagia saat bersama Lyra.

Mereka bertiga makan malam bersama. Sebelum pulang, Lyra memberikan kado ulang tahun untuk Rose.

Rose menerimanya. "Terima kasih, Lyra."

Setelah Prajas dan Lyra pergi, Rose membukanya, ternyata isinya kaset musik klasik favoritnya.

Sebelum memutuskan memberikan kado apa untuk Rose, Lyra menanyakan hal yang disukai oleh Rose pada Prajas. Jadi, Lyra tahu apa yang harus ia berikan sebagai kado.

Rose tersenyum kecil. "Gadis manis itu."

Prajas tampak fokus menyetir mengantarkan Lyra pulang. Sementara Lyra melihat ke jalanan yang dilalui oleh mobil.

"Aku tidak tahu di mana ayahku," ucap Prajas tiba-tiba.

Lyra menoleh pada Prajas.

Prajas melanjutkan, "Ibuku bilang, ayahku sudah mati. Kadang Ibu mengatakan kalau Ayah masih hidup dan tidak bisa aku temui. Kadang Ibu bilang, Ayah pantas mati, tapi kadang Ibu juga bilang kalau Ayah pantas hidup dalam penderitaan. Dari kecil, aku tidak pernah bertemu dengan ayahku. Bahkan aku tidak tahu seperti apa wajah ayahku."

Lyra terlihat sedih. "Seandainya Mas Prajas bertemu dengan ayahnya Mas Prajas, apa yang akan Mas lakukan?"

Prajas menggeleng. "Aku tidak ingin bertemu dengannya. Tapi, jika tidak sengaja bertemu, aku hanya ingin bertanya, kenapa dia meninggalkan ibuku? Hanya itu. Dia tidak tahu betapa sulitnya ibuku saat  membesarkanku sendirian dan harus tinggal di luar negeri tanpa ada seseorang di sisinya."

Lyra mengusap bahu Prajas.

"Tapi, aku harap ucapan ibuku benar kalau ayahku sudah mati agar aku tidak perlu repot-repot bertemu dengannya," sambung Prajas. "Maaf, aku malah membahas ini."

"Tidak apa-apa, aku akan mendengarkan saat Mas Prajas ingin bercerita," ucap Lyra.

Tiba-tiba mobil Prajas berhenti agak jauh dari gerbang mansion Adiwijaya.

"Kenapa berhenti di sini?" tanya Lyra.

Prajas menatap Lyra lalu ia mendekatkan wajahnya.

◣─────•~❉✿❉~•─────◢

11.10 | 10 Maret 2022
By Ucu Irna Marhamah

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang