Part 045

81 6 0
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

"Tapi, bagaimana jika kau memakai pengaman?" tanya Lyra hati-hati.

Aero mengernyit. Ia menatap istrinya. "Kenapa aku harus memakai pengaman?"

"Aku... aku hanya belum siap hamil," jawab Lyra pelan.

"Tapi, bukankah ini pertama kalinya untukmu? Kalau aku memakai pengaman, kau akan kesakitan," kata Aero.

Lyra tampak berpikir. Ia tidak mau kesakitan, tapi ia juga tidak mau mengambil resiko kalau seandainya Aero punya penyakit menular karena pergaulan bebas.

"Selain itu, aku juga tidak punya pengaman," ucap Aero.

"Aku punya." Lyra beranjak dari tepi ranjang menuju ke meja rias.

"Kau menyiapkan pengaman? Tapi, kapan kau membelinya?" tanya Aero.

Lyra menarik laci meja rias kemudian ia mengambil alat kontrasepsi dan memberikannya pada suaminya. Ia kembali duduk di samping Aero.

Aero menerimanya dan melihatnya sebentar lalu mengembalikannya pada istrinya. "Tapi, aku tidak bisa memakainya. Benda ini ukurannya terlalu kecil."

"Huh?" Lyra mendongkak menatap suaminya.

Aero melepaskan kemeja putihnya menampilkan tubuhnya yang kekar. Ia menatap Lyra yang terdiam. Tanpa ba-bi-bu, Aero pun melepaskan dua kancing piyama Lyra yang tersisa.

Lyra tidak memberikan penolakan sehingga piyamanya terlepas. Aero bisa melihat belahan dada Lyra yang masih tertutup BRA berwarna hitam berenda.

"Kau akan diam saja? Mau aku yang memimpin permainan?" tanya Aero sambil setengah mendekap Lyra. Tangannya bergerak di punggung Lyra mencari pengait BRA yang dipakai oleh istrinya itu.

BRA hitam itu lolos. Kini bagian atas tubuh Lyra benar-benar telanjang. Aero bisa melihatnya.

Aero menidurkan Lyra sementara dirinya berada di atas tubuh Lyra. Keduanya saling menatap satu sama lain di posisi intim tersebut. Aero merasa senang, karena peningkatan interaksi mereka.

"Sekarang bagaimana?" gumam Aero yang masih terlihat ragu meski sisi lain dari dirinya ingin segera memiliki Lyra sepenuhnya.

Lyra menyentuh bahu kekar suaminya dengan lembut. Aero pun mengecup bibir Lyra yang disambut oleh Lyra. Keduanya berciuman dengan mesranya.

Aero senang, karena Lyra membalas ciumannya, menandakan Lyra mengizinkan Aero menyentuhnya lebih jauh lagi.

Ciuman Aero turun ke leher Lyra, tapi Lyra menghindari ciuman suaminya. "Jangan di sana, geli."

Tapi, Aero tidak mengindahkan penolakan istrinya. Ia tetap melanjutkan.

Lyra memeluk tengkuk Aero.

⏰⏰⏰

Sinar mentari pagi masuk lewat celah-celah ventilasi ruangan kamar. Lyra terlelap dalam pelukan Aero. Kedua makhluk berlainan jenis kelamin itu tidak mengenakan sehelai benang pun di bawah selimut.

Perlahan Aero membuka matanya. Ia menatap istrinya yang berada dalam pelukannya. Wajah lelah Lyra yang tertidur pulas dan sisa keringat di rambutnya yang agak basah membuat wanita itu terlihat lebih cantik dan menggairahkan.

Aero tersenyum mengingat apa yang terjadi semalam. Lyra __istrinya__ telah menjadi wanita seutuhnya. Ia telah menjadi milik Aero sepenuhnya.

Tangan Aero bergerak menyentuh pipi Lyra lalu mengusap lembut rambut basah istrinya itu.

Botol ramuan pemberian Steven di meja isinya tinggal 3/4 lagi.

Aero mendekat dan menarik tubuh istrinya agar lebih merapat padanya. Ia memeluk tubuh Lyra lalu mengecup bibirnya yang sedikit terbuka.

Terganggu dengan ciuman suaminya yang penuh penuntutan, Lyra pun membuka matanya. Keduanya saling menatap di jarak sedekat itu.

Aero melepaskan ciumannya. "Terima kasih, Sayang."

Lyra bergerak membelakangi suaminya. Mungkin ia merasa malu apabila mengingat kejadian semalam.

Aero mengerti. Ia pun memeluk istrinya dari belakang. "Sakit, ya?"

Lyra tidak merespon.

"Tapi, setelahnya kau tidak kesakitan lagi, kan?" celetuk Aero.

Lyra menyembunyikan wajahnya di bawah selimut. "Bukankah kau harus pergi ke kantor?"

"Bagaimana kalau sekali lagi?" pinta Aero membuat kepala Lyra kembali muncul dari bawah selimut.

"Ya, ya, ya? Aku tidak perlu pergi ke kantor. Ada Steven yang bisa menggantikanku seperti biasa," rayu Aero sambil mengecup tengkuk istrinya.

⏰⏰⏰

Alicia tengah duduk di kursi kebesarannya. Ia menghela napas berat.

"Aku merindukan Aero. Dia sedang apa, ya?" gumam Alicia sambil melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 10 siang.

Alicia mengambil ponselnya dan mencari kontak Aero. Saat ia akan menelepon, Alicia tampak ragu.

"Tapi, sekarang dia sudah menikah memiliki seorang istri," gumam Alicia.

"Memangnya kenapa? Aku hanya ingin tahu kabarnya. Lagipula istrinya tahu kalau aku sahabatnya Aero," ucap Alicia lalu ia menekan panggilan.

Panggilan masuk ke ponsel Aero di meja, tapi tidak berbunyi, karena Aero mengaktifkan mode senyap.

Alicia mendengus kesal, karena Aero tidak mengangkat panggilan darinya. "Apa mungkin Aero sedang sibuk di kantornya? Tapi, biasanya jam segini dia sudah tidak ada kegiatan selain menunggu waktunya istirahat makan siang."

Jam 11 siang, Alicia pergi ke Fernanda Gold untuk menemui Aero, tapi ia tidak diperbolehkan masuk oleh security.

"Aku Alicia Steiner, perusahaanku bekerja sama dengan Fernanda Gold. Biasanya aku juga sering datang ke sini menemui Tuan Fernanda. Kalian juga mengenalku, bukan?" tanya Alicia yang terlihat kesal.

"Maaf, tapi kau harus membuat janji. Mohon ikuti peraturannya, Nona Steiner."

"Kenapa bisa begitu? Biasanya aku tidak perlu membuat janji untuk bertemu dengan Tuan Fernanda," gerutu Alicia.

"Sekarang Fernanda Gold mengubah kebijakan. Semua tamu yang datang harus membuat janji temu terlebih dahulu tanpa terkecuali. Hanya anggota keluarga terdekat yang boleh masuk itu pun harus keluarga yang benar-benar dekat."

"Aku tidak percaya Aero membuat kebijakan baru seperti ini," gumam Alicia.

"Kalau Tuan Aero Fernanda, tahu aku ingin bertemu dengannya dan kalian malah menahanku, maka kalian akan mendapatkan masalah. Kalian akan menyesal," ucap Alicia setengah mengancam.

"Tuan Fernanda tidak masuk hari ini, selain itu yang membuat kebijakan baru ini adalah Nyonya Fernanda. Keputusannya sama dengan keputusan Tuan Fernanda. Kami harus mematuhinya."

Alicia tertegun. Ia baru ingat kalau Lyra pernah menggantikan Aero untuk sementara sewaktu Aero sakit. Mungkin saat itulah Lyra membuat kebijakan ini.

Jalang itu, batin Alicia yang terlihat marah.

Sementara itu, Lyra masih berada dalam pelukan Aero yang masih tertidur. Ia membuka matanya lalu menggapai ponsel Aero di meja. Lyra melihat ada 6 panggilan tidak terjawab dari kontak yang sama, tak lain panggilan tersebut dari Alicia.

Lyra melirik pada suaminya yang masih tertidur dan memeluknya dari belakang. Ia menarik tangan Aero pelan-pelan untuk membuka sidik jari ponselnya.

Setelah kunci sidik jarinya terbuka, Lyra menghapus riwayat panggilan tak terjawab itu. Ia juga memeriksa semua pesan chat, riwayat panggilan lainnya, dan semua sosial media milik Aero. Ternyata memang tidak ada yang aneh, kecuali pesan chat dari Alicia yang direspon biasa saja oleh Aero.

Mulai sekarang dan selamanya Aero adalah milikku, karena dia sudah menjadi suamiku. Tidak ada lagi alasan lain. Mau kau rekan kerjanya, sahabatnya, bahkan jika kau sesuatu yang berharga bagi Aero, aku tidak akan membiarkanmu mengambilnya dariku.

◣─────•~❉✿❉~•─────◢

08.44 | 20 Maret 2022
By Ucu Irna Marhamah

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang