Part 082

51 4 0
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

Evan benar-benar berubah. Dulu ia adalah anak yang baik dan polos. Kini menjadi berandalan dan suka membuat onar. Ia juga menggunakan banyak uang untuk berfoya-foya bersama teman-temannya. Hal tersebut tidak diketahui oleh Albert mau pun Hellena, karena mereka sibuk bekerja.

Lyra yang masih duduk di bangku SD dan juga Tira yang masih SMP sibuk dengan sekolah masing-masing. Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan oleh Evan.

Hingga suatu hari, terjadi tawuran antara sekolah Evan dengan sekolah teman-teman Evan.

Prajas yang baru pulang dari ekstrakurikuler PMR terkejut melihat tawuran itu. Ia memilih untuk memasuki mobilnya (Prajas sudah membawa mobil saat masih SMA, karena ia memang sudah punya Surat Izin Mengemudi mobil).

Prajas beteriak kaget saat ada seorang siswa yang terlempar ke kaca depan mobilnya.

Para aparat keamanan pun datang dan mengamankan aera serta menangkap para pelaku.

Prajas mendengar suara ketukan di kaca pintu mobilnya. Ia melihat Evan yang berdarah-darah yang ternyata mengetuk pintu.

Prajas pun membiarkan Evan masuk. Ia melajukan mobilnya meninggalkan lokasi tawuran. Namun, polisi menghentikan mobilnya.

Prajas pun terpaksa berhenti. Polisi menyuruhnya keluar. Prajas menuruti perintah mereka. Salah satu polisi melihat stiker ular di kaca mobil Prajas.

"Kau terlibat perkelahian dengan para siswa itu?" tanya polisi satunya.

Prajas menggeleng. "Tidak, Pak. Saya baru keluar dari kelas setelah latihan PMR."

Polisi memperhatikan baju yang dipakai oleh Prajas. "Seragamnya bersih tidak kotor dan tidak ada darah. Selain itu, warna seragamnya berbeda dengan yang dipakai murid-murid yang tawuran tadi."

"Kalau begitu, kau boleh pergi. Hati-hati di jalan, jangan menyetir dengan kecepatan melebihi batas," ucap polisi.

Prajas mengangguk. "Baik, Pak. Terima kasih."

Setelah itu, Prajas memasuki mobilnya. Ia melihat spion tengah. Evan terkulai lemah di kursi belakang mobil. Prajas segera melajukan mobilnya pergi dari sana.

"Kau terlibat tawuran ini, Evan? Aku tidak mengira kau bisa berubah secepat ini dan menjadi anak nakal. Waktu itu aku memang menyuruhmu melawan para pembully, tapi bukan dengan cara begini," kata Prajas.

Evan tidak menjawab, padahal jelas-jelas Evan masih sadar. Dan pastinya mendengar perkataan Evan.

Sesampainya di rumah, Prajas membawa Evan ke kamarnya diam-diam agar tidak ketahuan ibunya yang tidur di sofa sambil duduk ditemani musik klasik yang menyala.

Prajas mengunci pintu kamarnya. Ia pun mengobati luka-luka di tubuh Evan. Namun, Prajas baru menyadari kalau Evan sedang berada dalam pengaruh narkoba.

"Kau menghisap ganja?" tanya Prajas dengan tatapan tidak percaya.

Keesokan harinya, Evan bangun dan merasa lebih baik. Luka di tubuhnya juga mulai pulih. Ia melihat Prajas berdiri di dekat jendela dan menatap ke arahnya.

"Kak Prajas?" gumam Evan.

"Kau sudah sadar?" tanya Prajas.

Evan mengangguk. "Iya, aku juga merasa lebih baik."

"Aku bukan bertanya tentang apa yang kau rasakan sekarang, tapi aku bertanya, apa kau sadar kalau kau sudah terjerumus terlalu jauh? Kau mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Meski aku tidak tahu jenisnya, tapi jelas-jelas kau menunjukkan gejala-gejalanya semalam," ucap Prajas yang terlihat kesal. Tersirat kekhawatiran di wajah laki-laki yang dua tahun lebih tua dari Evan itu.

Evan bangkit dari tempat tidur. "Terima kasih sudah menolongku, tapi aku harus pergi."

"Kau memiliki kesempatan untuk berubah sebelum menjadi pecandu berat," ucap Prajas.

Evan tidak mendengarkan. Ia tetap melangkah pergi. Saat keluar dari mansion, Evan terkejut dan baru menyadari kalau dirinya berada di mansion Danuarga. Ia baru tahu kalau ternyata Prajas adalah putra dari keluarga Danuarga. Tapi, laki-laki itu tetap bersikap baik dan mengobatinya meski ia tahu kalau Evan berasal dari keluarga Adiwijaya yang notabene bermusuhan dengan keluarga Danuarga sejak lama.

Evan tidak mau berpikir panjang. Ia pun langsung pergi.

Suatu hari, teman-teman Evan meminta Evan membelikan minuman dan juga obat-obatan, tapi Evan kehabisan uang. Ia tidak bisa meminta terus pada ayahnya. Karena ayahnya bisa curiga.

Apalagi belakangan ini Evan menghabiskan banyak uang yang tentunya akan membuat Albert bertanya-tanya, ke mana perginya uang-uang itu. Karena memang pengeluarannya jauh dari kata sedikit apalagi untuk ukuran siswa SMA.

Namun, teman-teman Evan marah dan mengancam akan mengeluarkan Evan dari circle mereka lalu menyebarkan video-video Evan yang mengkonsumsi obat-obatan dan juga melakukan pesta seks bersama mereka pada keluarga Adiwijaya.

Tentu saja hal tersebut tidak diinginkan oleh Evan. Ia tidak ingin nama baik keluarga Adiwijaya tercoreng karenanya. Albert bisa-bisa membunuhnya.

Evan pun terpaksa mencuri uang dari mana pun. Bahkan ia mulai berjudi untuk mendapatkan uang tambahan.

Lama-lama Evan merasa lelah dengan semua kejahatannya sendiri. Ia memutuskan untuk keluar dari lingkaran hitam itu. Namun, sudah terlambat. Teman-temannya memiliki banyak bukti yang bisa dijadikan ancaman untuk Evan agar tidak keluar.

Tidak ada yang bisa membantunya di saat-saat seperti ini. Hingga di suatu hari, Evan meminta bantuan pada Prajas agar bisa keluar dari genggaman teman-temannya.

Prajas pun datang ke base camp dan meminta mereka melepaskan Evan. Karena jika tidak, maka pihak keluarga Adiwijaya akan menindak mereka lewat jalur hukum.

Namun, teman-teman Evan tidak sebodoh itu. Mereka balik menyerang Prajas dan Evan. Bahkan video pesta seks Evan disebarkan di internet.

Evan yang benar-benar berada dititik terendah dalam hidupnya kalap dan membunuh salah satu dari temannya sendiri. Hal tersebut membuat teman-temannya yang lain terkejut termasuk Prajas.

Teman-teman Evan marah dan mengancam akan melaporkan Evan ke pihak berwajib.

Di sini Prajas membantu Evan dengan orang-orang kepercayaan keluarga Danuarga untuk menutup mulut semua orang. Video Evan yang sedang pesta seks pun dihapus dari internet.

Karena bantuan Prajas, Evan merasa sangat berhutang. Ia berterima kasih. Tapi, Prajas tidak ingin berhubungan lagi dengan Evan. Ia menjauhi Evan agar tidak terlibat masalah lebih jauh lagi. Cukup itu yang terakhir menolong Evan.

Namun, masalah tidak berhenti sampai sana. Evan yang sudah kecanduan narkoba itu sering memesan dari bandar. Ia juga masih bermain judi dan memanggil wanita penghibur.

Kenapa ia masih berjudi? Ia ingin menutupi uang-uang yang pernah ia gunakan dulu bersama teman-temannya. Padahal itu tidak ada gunanya sama sekali.

Bahkan saat Evan sudah tumbuh dewasa dan kuliah Evan tidak bisa lepas dari tiga kebiasaanya itu.

Saat memegang perusahaan pusat mau pun cabang, Evan juga menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadinya yang tidak bermanfaat.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, Evan menerima karyawan yang melamar kerja ke Adiwijaya Group bukan karena kemampuan mereka, tapi atas dasar selera Evan.

Jika pelamar kerja tidak sesuai selera Evan, meski pengalaman kerjanya tidak diragukan lagi dan riwayat pendidikannya bagus, maka Evan tidak menerimanya. Sebaliknya, jika ada pelamar yang sesuai dengan kriteria pribadi Evan, meski tidak punya pengalaman kerja dan pendidikan yang tidak jelas, Evan menerimanya.

Itulah sebabnya Adiwijaya Group hancur berantakan.

◣─────•~❉✿❉~•─────◢

16.12 | 10 Maret 2022
By Ucu Irna Marhamah

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang