◤─────•~❉✿❉~•─────◥
Di dalam mobil, Prajas mengobati luka di lengan Tira dengan telaten. Tira meringis kesakitan. Ia benar-benar tidak tahan melihat darah dan juga kulitnya yang tersayat memperlihatkan bagian dalam dagingnya.
"Jangan dilihat," kata Prajas dingin.
Mungkin wajahnya dan juga nada bicaranya terkesan datar dan dingin. Namun, terselip kekhawatiran di mata Prajas.
Tira sudah diperban. Ia merasa lebih baik. Prajas melajukan mobilnya.
"Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang," tanya Prajas yang tentu saja itu hanya pertanyaan belaka. Nyatanya ia sudah tahu di mana rumah Tira, sebelum ia membuntuti Tira belakangan ini.
"Antarkan aku sampai halte bus saja. Aku akan menghubungi orang-orangku," tolak Tira.
"Pria itu bisa bangun lagi dan mengejarmu sebelum orang-orangmu datang," kata Prajas yang berhasil membuat Tira cukup ketakutan.
Akhirnya Tira terpaksa menyebutkan alamatnya. Setelah itu, keduanya sama-sama diam. Tidak ada yang berniat memecahkan kesunyian yang mulai datang.
Dia kakakku? Dia benar-benar anak dari ayahku? Batin Tira. Ada banyak pertanyaan yang terbesit di benaknya.
Meski baru pertama kali bertemu, sejujurnya Tira merasa aman dan nyaman berada di dekat Prajas. Kewaspadaan dan ketakutannya pada Prajas disebabkan oleh cerita-cerita yang didramatisir oleh Albert agar Tira dan anak-anaknya yang lain merasa takut dan perlu menjauhi Prajas.
"Alih-alih ke rumahku, aku rasa lebih baik kau mengantarku ke rumah sakit," kata Tira tiba-tiba.
"Kau tidak percaya dengan penangananku barusan?" tanya Prajas.
"Itu... aku tidak bermaksud begitu. Aku merasa berterima kasih karena kau telah mengobati lenganku, tapi aku merasa kepalaku dan dadaku sakit. Aku pikir aku harus memeriksanya ke dokter untuk dicek melalui rontgen," jawab Tira yang cerdas.
Ucapan Tira masuk akal. Prajas pun membawa Tira ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa.
Namun, di luar harapan Tira. Ia berpikir Prajas akan pergi setelah mengantarnya sampai ke rumah sakit. Nyatanya pria itu menunggunya di ruang tunggu.
Selesai diperiksa, Tira dan dokter yang memeriksa pun keluar.
"Aku harus memberitahu keluarganya. Apa kau keluarganya atau mungkin kau punya kontak keluarganya?" tanya Dokter pada Prajas.
Prajas melihat pada Tira sekilas lalu ia kembali menatap pada dokter. "Aku kakaknya, apakah terjadi sesuatu dengan kepalanya?"
Tira yang mendengar itu terkejut. Ia mendongkak menatap Prajas. Di saat semua orang sibuk masing-masing dan tidak ingin memperhatikannya, tapi Prajas yang tiba-tiba muncul mengaku sebagai kakaknya.
"Kepalanya terbentur cukup keras, tulang keringnya juga terkilir. Aku melihat rusuknya baik-baik saja, tapi sebaiknya dia jangan beraktivitas terlalu banyak dulu. Dia membutuhkan istirahat selama 3 sampai 5 hari," jelas Dokter.
Prajas mengangguk. "Dia akan beristirahat sampai dia pulih."
Tira tersenyum kecil. Ia senang saat ada keluarga yang peduli padanya.
"Apa kau yang mengobati luka di lengannya?" tanya Dokter.
Prajas mengangguk.
"Kau pasti seorang dokter. Kau tahu betul apa yang harus kau lakukan. Penangananmu sangat sempurna," ucap Dokter memuji keterampilan Prajas.
Prajas hanya tersenyum kecil. "Aku hanya pegawai di sebuah perusahaan farmasi."
Setelah itu, Prajas mengantar Tira pulang. Dalam perjalanan, lagi-lagi mereka terhanyut dalam kesunyian.
"Kau tidak keberatan saat tiba-tiba mengaku sebagai kakakku?" tanya Tira memecahkan keheningan.
Prajas menoleh sebentar pada Tira. "Jika aku lebih muda darimu, mungkin aku akan bilang, kalau aku adikmu."
Tira tertawa mendengar lelucon Prajas.
"Kau harus membawa masalah yang dibuat pria tadi ke pengadilan. Kalau perlu, aku akan siap membantumu sebagai saksi," ucap Prajas.
Tira tidak langsung menjawab.
Karena tidak kunjung mendapatkan respon, Prajas kembali bersuara, "Pasti ada CCTV di jembatan itu. Dengan bukti CCTV tersebut, maka pria tadi akan masuk penjara."
"Dia sangat menakutkan, aku benar-benar takut sampai-sampai tidak bisa berpikir apa pun," gumam Tira tiba-tiba. Ia memasang ekspresi sesedih mungkin.
Prajas mendengarkan.
Tira menatap Prajas. "Rasanya diteror... tidak-tidak, aku merasa seperti dihantui oleh pria yang aku benci. Aku sampai depresi dan hampir kehilangan akal. Aku benar-benar takut."
Prajas tidak merespon.
"Aku tinggal sendirian di sini dari kecil. Bayangkan betapa takutnya aku saat tidak ada siapa pun di sekelilingku," sambung Tira. Ia melirik Prajas untuk melihat reaksinya mendengar cerita Tira.
Sebenarnya Tira bermaksud menyindir Prajas yang melakukan hal yang sama seperti Henry pada Lyra. Ia hanya ingin memastikan, apakah Prajas menyadari kalau sikapnya itu membuat Lyra ketakutan, seperti yang Tira rasakan?
"Memangnya orang tuamu ke mana? Kenapa mereka membiarkan anaknya tinggal sendirian di sini?" tanya Prajas datar.
Ekspresi sedih Tira berubah menjadi ekspresi kesal. Ia membatin, dia benar-benar berhati dingin. Aku pikir dia lebih menakutkan ketimbang Henry.
"Maaf, kita baru pertama bertemu, tapi aku sudah curhat padamu," kata Tira mengalihkan pembicaraan.
"It's okay," sahut Prajas.
"Ngomong-ngomong, luka di lenganmu bagaimana?" tanya Tira.
"Aku sudah mengobatinya sewaktu kau diperiksa oleh dokter tadi," jawab Prajas.
Tira tampak berpikir. Ia memutar otak untuk mencari topik pembicaraan penting. Terlepas dari fakta kalau Prajas adalah kakaknua, sebenarnya ada banyak pertanyaan yang terbesit di kepalanya yang ingin ia tanyakan pada Prajas.
"Aku tidak mengira ada banyak orang baik di sini, aku benar-benar berterima kasih karena kau menolongku. Jika tidak ada kau, mungkin tadi aku sudah mati tenggelam di lautan," ucap Tira. Pandangannya tiba-tiba menyendu. Kali ini ia tidak sedang mendramatisir masalahnya. Ia benar-benar mengatakan itu dari hatinya.
Prajas tidak menanggapi. Ia memilih mendengarkan sambil fokus menyetir.
"Kau orang pertama yang peduli padaku dan mengatakan pada orang lain (dokter tadi) kalau kau keluargaku. Entah kenapa itu membuatku terharu, karena hal tersebut belum pernah diucapkan oleh keluargaku," ucap Tira.
Prajas masih diam tidak menanggapi.
"Terima kasih banyak."
Sampailah mobil Prajas di kediaman Adiwijaya. Tira keluar dari mobil Prajas.
"Sekali lagi terima kasih." Setelah berkata demikian, Tira masuk ke dalam rumah.
Prajas menatap rumah di depannya. "Karena aku juga keluargamu, aku kakakmu, Tira."
Dengan bantuan Prajas sebagai saksi dan ditambah CCTV sebagai bukti paling kuat, akhirnya pengadilan menetapkan Henry sebagai tersangka atas percobaan pembunuhan, teror, dan kekerasan pada Tira. Ia dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tira benar-benar sangat berterima kasih pada Prajas yang mau hadir sebagai saksi di persidangan.
"Sebagai ucapan terima kasih, aku akan mentraktirmu makan siang!" kata Tira semangat sambil memeluk lengan Prajas.
Prajas cukup terkejut dengan reaksi Tira. Ia melihat ke sekeliling lalu ia pun berjalan mengikuti langkah adiknya menuju ke restoran di dekat pengadilan.
◣─────•~❉✿❉~•─────◢
17.07 | 10 Maret 2022
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRONOPHILE
Romance◤─────•~❉✿❉~•─────◥ Siapa sangka jika seseorang yang pernah kau tolak cintanya adalah jodohmu? Mungkinkah dia masih menyimpan rasa padamu dan itulah sebabnya dia memilih untuk menjadi pendamping hidupmu? Tapi, bagaimana jika sebenarnya dia masih me...