Part 57 - Tujuh Bulanan

2.1K 375 13
                                    

     Usia kandungan Andin kini telah memasuki trimester tiga, tepatnya 28 minggu. Selain perutnya yang nampak semakin besar, Andin juga merasa bahwa akhir-akhir ini dirinya lebih sering kelelahan dibanding biasanya dan bagian punggungnya pun terasa nyeri.

Melihat istrinya yang semakin kesulitan menjalankan aktivitas seperti biasanya, Aldebaran pun tidak tinggal diam. Ia selalu menjadi suami yang siaga dan membantu Andin kapanpun.

Seperti pagi ini, Andin terlihat sangat kesulitan untuk memotong kuku kakinya. Tanpa perlu diminta, Aldebaran yang melihat itu pun dengan sigap langsung mengambil alih gunting kuku itu dan memotong kuku kaki sang istri dengan penuh hati-hati.

"Sakit gak? Kalo sakit bilang ya, saya takut kena kulit kamu."
"Gak sakit kok.."

"Makasih banyak ya mas, udah jadi suami siaga yang selalu bantuin aku." ucap Andin.
"Udah jadi tanggung jawab saya."

"Oiya mas, hari ini bakal ada orang EO yang ke rumah buat diskusi acara 7 bulanan nanti."
"Jam berapa?"
"Mungkin nanti sekitar jam 2 an habis makan siang."

"Ya udah nanti saya pulang lebih cepet, kamu jangan capek-capek."
"Ngapain pulang cepet mas? Kan udah ada aku, mama, sama Alana buat ngurusin semuanya.."

"Saya gak mau kamu kecapekan."
"Gak capek kok mas, kan aku cuma duduk aja, lagipula dibantu mama sama Alana juga buat urus semuanya. Udah kamu fokus kerja aja, aku gak apa-apa kok."

"Iya menurut kamu gak apa-apa, tapi kan kesehatan kamu belum tentu begitu."

"Mas, kalau aku ngerasa capek pasti aku istirahat kok. Lagian kan juga ketemunya di rumah, aku gak kemana-mana."
"Udah ya, aku aman kok." sambungnya.

Aldebaran menghela nafasnya.

"Ya udah tapi kalau udah ngerasa capek langsung istirahat, jangan dipaksain. Inget kamu itu gak sendiri, tapi ada anak saya juga di dalem sini." kata Aldebaran sambil mengusap perut Andin.

"Iya papa, makasih ya udah selalu jagain mama sama aku." ucap Andin menirukan gaya anak kecil.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan, tandanya suami Andin itu harus segera berangkat ke kantornya.

"Saya pergi ke kantor dulu ya ndin, inget jangan capek-capek."
"Iya mas.. Kamu semangat kerjanya ya, jangan ngebut." ucapnya sambil merapikan kemeja suaminya.

Selesai berpamitan dengan sang istri, Aldebaran pun meninggalkan Andin di kamarnya.

...

Mama Rossa, Alana, dan Andin tampak berada berkumpul di ruang tengah. Mereka baru selesai meeting kecil dengan orang EO tadi.

"Alhamdulilah ya sejauh ini semuanya berjalan lancar." ucap Mama Rossa.
"Iya alhamdulilah ya mah."

"Aduh makin gak sabar deh aku nungguin keponakan sultanku ini lahir."
"Keponakan sultan?"
"Iya mah, kan abang sultan, mba Andin juga, jadi anaknya juga sultan."
"Haha ada-ada aja kamu ini."

"Aku deg-degan deh, udah semakin deket mau lahiran." ucap Andin.
"Sayang, mama percaya kamu pasti bisa. Apapun prosesnya nanti, gak jadi masalah. Mau normal, mau caesar semua sama. Yang penting kamu dan calon cucu mama ini sehat."

"Makasih ya mah, udah selalu ada buat aku."
"Of course sayang, mama akan selalu ada dan doain kamu, always.."

"Ini mba Andin yang mau lahiran, kenapa aku jadi deg-degan juga ya." timpal Alana.
"Sama sih, mama juga sebenernya deg-degan. Tapi kita harus selalu positive thinking, percaya kalau semuanya akan baik-baik aja."

...

Hari yang ditunggu pun tiba. Berbagai persiapan sudah dilakukan Aldebaran dan Andin. Dari mulai dekorasi, konsumsi, hingga fotografer, semua telah dipersiapkan dengan baik oleh mereka.

Aldebaran menghampiri Andin yang terlihat sedang duduk di tepi ranjangnya. Rupanya, Aldebaran telah memperhatikan sang istri sejak tadi. Andin nampak sedikit gelisah.

"Kenapa kok mukanya gitu?" ucap Aldebaran kemudian duduk di samping istrinya.
"Aku deg-degan aja mas."

"Hey, ada saya disini. Semua akan baik-baik aja."
Andin mengangguk.

"Udah jangan dipikirin ya, kasian anak saya ini bingung liat mamanya gelisah gitu."

"Aku sedih deh mas, di acara kali ini papa sama mama gak bisa ikut."
"Mereka kan juga ada urusan kerjaan ndin, saya yakin kalau mereka bisa milih juga pasti mereka akan dateng ke acara 7 bulanan ini."

"Iya sih mas, aku ngerti. Cuma sedih aja biasanya ada mereka.."

Papa Surya dan Mama Tiara memang sudah izin jauh-jauh hari karena tidak bisa hadir di acara 7 bulanan ini bahkan menemani Andin saat melahirkan nanti. Profesi Papa Surya sebagai seorang dokter membuat dirinya harus menyelesaikan tanggung jawabnya di Amerika selama beberapa bulan.

Hal itu tentu sempat membuatnya bingung. Bagaimana tidak, ia harus melewati momen kelahiran cucu pertamanya itu. Namun apa boleh buat, hal itu memang sudah direncanakan bahkan sebelum Andin menikah.

"Jangan sedih ya, ada saya, mama Rossa, Alana disini yang akan selalu nemenin kamu."
"Udah mending sekarang kita keluar yuk, udah ada banyak tamu yang dateng, gak enak kalau kita kelamaan di kamar." lanjutnya.

Aldebaran dan Andin bergegas keluar dan menghampiri para tamu yang sudah datang. Glenca, Nathan, Rendy, hingga Felice pun turut hadir dalam acara itu.

Acara 7 bulanan kali ini memang sengaja dibuat sederhana. Hanya mengundang keluarga sahabat terdekat, serta anak yatim. Acara pun hanya diisi dengan pengajian tanpa ada acara adat.

Dibuka dengan sholawat, kemudian dilanjutkan dengan membacakan doa-doa dan ceramah. Semua tampak khusyuk berdoa untuk kehamilan Andin. Berbeda dengan Aldebaran yang sejak acara dimulai terlihat tidak fokus dan malah sibuk dengan handphonenya.

Beberapa kali Andin berusaha mengingatkan sang suami untuk menyimpan handphonenya paling tidak sampai acara selesai. Mama Rossa pun beberapa kali memberi kode pada anaknya itu. Namun sayang, Aldebaran seperti tidak menggubris hal tersebut.

Melihat sikap suaminya itu tentu membuat Andin kesal. Acara tujuh bulanan yang sudah lama dinantinya itu jadi terasa tidak berarti lagi.

"Mas, aku gak pernah larang kamu untuk main handphone, tapi tolong jangan sekarang, gak enak diliat sama tamu yang lain." bisik Andin.
"Iya bentar, ini urusan kerjaan penting."

"Sepenting itu? Sampai lebih penting urusan kerjaan dibanding acara ini?"

Mendengar ucapan Andin itu seketika membuat Aldebaran terdiam tanpa perlawanan. Aldebaran tahu betul bahwa acara ini memang sudah lama dinanti oleh sang istri. Ia seperti baru sadar bahwa dirinya telah membuat sang istri kesal bahkan kecewa.

"A-andin saya gak bermaksu—"

Belum selesai berbicara, ucapan itu sudah dipotong oleh Andin.

"Udah nanti aja ngobrolnya mas." bisiknya kesal.

"Mas Al kenapa ya? Gak pernah loh dia begini, dia orang yang selalu menghargai acara apapun itu, bahkan kadang handphonenya juga ditinggal di kamar." batin Andin.

"Astagfirullah Andin kamu gak boleh suudzon, mungkin mas Al emang ada urusan kerjaan yang penting banget, sampai lebih penting dari acara istrinya sendiri."  lanjutnya.

- To be Continue -

Beside Me -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang