Mungkin baru sekitar lima hari untuk Andin kembali ke apartemennya. Meskipun bukan keputusan yang baik, namun Aldebaran masih mencoba untuk mengikutinya.
Sebenarnya Mama Rossa dan Alana sudah sangat menunggu kehadiran Andin, ditambah dengan lahirnya Arshaka. Keduanya juga sangat menghargai segala keputusan wanita itu. Tak jarang juga bagi mereka untuk melakukan panggilan video kepada Andin.
Setiap hari Aldebaran selalu datang ke unit Andin. Pria itu membawakan beberapa makanan kesukaan sang istri dan juga perlengkapan untuk anaknya. Semua makanan favorit sang istri tak pernah lupa menjadi barang bawaan wajib bagi dirinya.
Berbeda dengan hari biasanya, sejak tadi pagi Aldebaran belum mengunjungi Arshaka. Memang sejak pagi tadi ia sudah mendapat kabar dari sang suami bahwa dirinya ada proyek yang cukup jauh, jadi mungkin hari ini ia tak bisa mengunjungi istri dan anaknya.
Malam ini Arshaka nampak lebih rewel dari biasanya, Andin pun juga sudah nampak kewalahan menenangkan tangisan bayi itu.
"Cup... cup... cup... sayang kenapa nak? Kok daritadi nangis?" tanya Andin sambil menimang sang anak.
"Tumben banget ya non, adek nangis terus. Sini coba bibi gendong." ucap bi Sari sambil mengulurkan tangannya.Andin pun memberikan bayi itu kepada bi Sari. Bukannya diam, tangisan Arshaka justru semakin keras. Hal itu lah yang membuat Arshaka kembali pada gendongan Andin.
"Kamu kenapa sih nak, udah jam sembilan ini. Biasanya juga jam segini udah tidur."
"Kangen papanya kali non?"
"Mas Al hari ini baru ada proyek baru bi, jadi belum sempet kesini.""Coba non, ditelpon."
"Kebiasaan mas Al dari dulu pasti kalo pergi nggak pernah bawa powerbank bi, tadi aja aku chat terakhir handphonenya nggak aktif.""Ya udah terus ini Shaka gimana non?"
"Biar aku tenangin aja bi, bibi tidur dulu aja.""Beneran non?"
"Iya bi."Andin mencoba mengelilingi seluruh ruangannya, ia menimang Shaka dengan penuh kesabaran. Sesekali ia juga bernyanyi untuk membuat Shaka tertidur.
"Sayang kenapa? Kangen papa ya? Besok kita ketemu papa kok, sekarang tidur dulu ya." ucapnya pada sang anak.
Tangisan bayi itu masih belum berhenti, suaranya semakin nyaring seolah ingin menyampaikan sesuatu. Tak habis pikir, Andin membawa Shaka ke kamarnya.
"Minum susu dulu yuk nak."
Andin membawa Shaka pada gendongannya, memposisikan bayi itu pada posisi sempurnanya.
Ia mengelus kepala Shaka dengan lembut, "Capek ya daritadi nangis terus, nyusunya kenceng banget ini. Besok kita bakal ketemu papa kok, sabar ya sayang."
Perlahan bayi itu memejamkan matanya, sepertinya usaha Andin kali ini sudah berhasil.
"Huft, akhirnya tidur juga ini bayi." ucapnya sambil memindahkan Shaka pada tempatnya.
Wajahnya mirip sekali dengan Aldebaran saat sedang tidur. Rindu sekali rasanya melihat pria itu, apakah selama kepergiannya Aldebaran masih bisa tidur setenang itu? Pertanyaan itu lah yang saat ini berada di kepala Andin.
...
Pagi ini Aldebaran berencana untuk pergi ke apartemen Andin lebih awal. Bukan tanpa sebab, ia pergi lebih pagi lantaran kemarin dirinya tidak mengunjungi sang anak dan istrinya itu.
Ia mengendalikan mobilnya dengan kecepatan sedang, saat dalam perjalanan Aldebaran sengaja mampir ke sebuah tempat makan guna membawa sarapan untuk Andin. Hampir sepuluh menit ia berbaur bersama kerumunan ibu-ibu berdaster yang ingin membeli hal serupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside Me -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Terlepas dari bagaimana cara kita bertemu. Senang bisa mengenalmu." - Aldebaran Galendra *** Aldebaran Galendra, seorang businessman yang memiliki wajah tampan dan namanya terkenal di kalangan pembisnis sukses lainnya. Sifatnya yang cuek, dingin...