Part 62 - Berjuang Sendiri

2.2K 361 20
                                    

     Sinar matahari mulai memancarkan cahayanya. Burung-burung juga sudah mulai bernyanyi bersaut-sautan satu sama lain. Pagi ini nampak cerah, namun tidak dengan suasana hati seorang wanita yang baru saja bangun dari tidurnya.

Andin membuka matanya perlahan. Sepi, itulah yang ia rasakan saat ini. Biasanya disampingnya selalu ada seorang pria yang sudah menatapnya dengan penuh cinta. Biasanya juga ada satu kecupan yang selalu mendarat di keningnya sebagai ucapan selamat pagi.

Rasanya pagi ini begitu hampa bagi wanita ini. Andin bangkit dari tidurnya, mengikat rambut sebahunya itu lalu menuju ke kamar mandi.

Ia berjalan ke arah meja makan, terlihat bi Sari yang sudah sibuk menyiapkan beberapa santapan untuk mereka sarapan. Perasaan Andin kembali sepi, biasanya di meja makan ia temukan pemandangan mama mertua dan adik iparnya yang sudah siap untuk makan bersama.

Namun sekarang semuanya sudah berbeda, kini Andin harus hidup sendiri jauh dari mereka. Andin mencoba menyalakan ponselnya yang ia matikan sejak kemarin. Terlihat jelas banyak panggilan tak terjawab dan beberapa pesan yang masuk, siapa lagi kalau bukan Aldebaran.

Tak ingin mengambil pusing, Andin pun mengabaikan semua pesan yang masuk itu. Tak hanya sampai disitu, Andin dengan terpaksa juga harus memblokir nomor milik Aldebaran agar suaminya itu tidak memiliki akses untuk menghubunginya. Dirinya memutuskan untuk menuju meja makan guna sarapan.

"Eh non Andin, selamat pagi non..." sapa bi Sari yang melihat Andin berjalan kearahnya.
"Pagi bi."

"Non Andin matanya bengkak banget, pasti semalem nangis terus. Ya Allah kasian non Andin." batin bi Sari.

"Sini non sarapan dulu, bibi udah buatin makanan buat non Andin."
"Makasih ya bi."

"Oiya non, tadi waktu bibi belanja sempet kepikiran mau beliin non Andin susu hamil, tapi bibi nggak tau merknya jadi belum bibi beliin deh. Maaf ya non."
"Nggak apa-apa bi, nanti aku bisa beli sendiri kok."

"Non Andin serius? Nanti bibi temenin ya non."
"Iya bi, lagian juga supermarket nya nggak terlalu jauh dari sini kan. sekalian hari ini juga aku mau kontrol."
"Ya udah kalau gitu.."

"Ini calon cucu usianya udah berapa bulan sih, kok kayaknya udah gede aja." tanya bi Sari sambil mengelus perut Andin.
"Alhamdulillah udah tujuh bulan bi."

"Syukurlah, semoga sehat sampai nanti ya non."
"Amin, makasih bi."

Sebenarnya selama mereka mengobrol, ingin sekali bi Sari bertanya apa yang sedang terjadi pada Andin saat ini. Ia tak tega jika Andin harus menanggung bebannya sendiri.

"Eh non, kalo boleh bibi tau sebenernya---"

Belum selesai bi Sari berbicara, tiba-tiba dering telepon Andin berbunyi. Terlihat jelas pada layar handphonenya kontak bertuliskan 'Papa' dengan emoji hati berwarna hitam dibelakangnya.

"Maaf bi papa telpon, aku angkat dulu ya."
"Oh iya non, silahkan." ucap bibi sambil meninggalkan Andin.

"Halo assalamualaikum pa."
"Waalaikumssalam sayang, kamu apa kabar? Baik kan?"

"Alhamdulillah baik pa, papa sama mama gimana disana?"
"Alhamdulillah kami juga sehat nak."

"Kok papa tumben banget jam segini telepon, disana pasti udah malem kan?"
"Iya nih ndin, katanya ada yang kangen sama anak perempuannya." timpal Mama Tiara.

Andin sedikit tersenyum, ia paham betul pasti papanya ini merasakan apa yang saat ini sedang terjadi pada dirinya.

"Oiya ndin, kemaren gimana acaranya lancar kan?"
"Alhamdulillah lancar pa, sayangnya papa sama mama nggak dateng."
"Maafin papa ya nak, ini juga kayaknya papa sama mama bakal lebih lama disini."

Beside Me -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang