Jadwal Aldebaran siang ini adalah meeting bersama rekan kerjanya di salah satu hotel bintang lima di Jakarta. Tentu ia tidak sendiri, melainkan di dampingi oleh Rendy, asisten pribadinya.
Aldebaran sampai lebih dulu dibanding Rendy, lantaran asisten pribadinya itu berangkat dari kantor dan terjebak macet yang cukup parah.
Disisi lain, Andin kembali berusaha menelpon sang suami berkali-kali namun sayang kali ini tidak ada respon sama sekali. Hal itu tentu membuatnya cemas sekaligus khawatir akan kondisi Aldebaran.
Apa yang terjadi? Bagaimana kondisinya sekarang? Mengapa dia tidak merespon apapun? Sungguh seperti bukan Aldebaran yang biasanya.
Berbagai macam pertanyaan terus memenuhi isi kepala Andin. Sampai tiba-tiba ia terpikir akan satu hal. Mengapa ia tidak mencoba menghubungi asisten pribadi suaminya itu?
Tanpa berpikir lama lagi, Andin pun segera menelpon Rendy untuk menanyakan dimana keberadaan suaminya itu dan bagaimana kondisinya.
"Assalamualaikum pak Rendy.."
"Waalaikumsalam bu Andin, ada yang bisa saya bantu?""Pak Rendy tau gak ya mas Al ada dimana? Atau mungkin pak Rendy baru sama mas Al? Soalnya saya telpon daritadi gak ada respon, terus tadi kata Felice juga mas Al gak di kantor."
"Oh iya bu, pak Al sedang ada meeting di The Nines Hotel siang ini. Kebetulan saya juga sedang menuju kesana.""Meeting?"
"Iya benar bu...""Mas Al meeting diluar? Kenapa semalem bilang kalo meetingnya di kantor?" batin Andin dengan banyak pertanyaan.
"Kok berangkatnya sendiri-sendiri? Gak bareng sama mas Al sekalian?"
"Tadi katanya pak Al ada urusan diluar bu, dan saya dari kantor.""Urusan diluar? Urusan apa ya?"
"Kalau itu saya kurang tahu bu, karena tadi pak Al gak bilang apa-apa.""Oh gitu.. Tapi daritadi saya coba telpon mas Al kok gak diangkat ya?"
"Oiya bu, tadi pak Al sempat mengabari saya kalau baterai handphonenya habis dan beliau tidak membawa powerbank. Pak Al juga sempat bilang ke saya, kalau beliau sudah sampai disana dan saya diminta langsung menuju restoran hotel tersebut kalau sudah sampai.""Oh gitu ya pak Rendy, kalau gitu makasih infonya ya."
"Iya sama-sama bu."Aneh sekali, rasanya ini seperti bukan Aldebaran yang Andin kenal dulu. Aldebaran yang selalu menyempatkan waktu untuk sekedar memberi kabar pada keluarganya, terutama sang istri. Bahkan tidak jarang, ia meminjam handphone asisten pribadinya jika handponenya mati.
...
Aldebaran yang sudah sampai di hotel itu langsung menuju restoran tempat ia melakukan meeting bersama rekan kerjanya.
Clara Amelia, rekan kerja Aldebaran yang berasal dari Surabaya. Ia merupakan CEO dari salah satu brand skincare terkenal yang bersedia menjadi investor utama dalam proyek baru Aldebaran nanti.
Tidak membutuhkan waktu yang lama baginya untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan Aldebaran. Entah karena memang ia melihat peluang yang bagus atau ia memang punya alasan tersendiri dibalik itu? Entahlah.
Ini bukan kali pertama Aldebaran dan Clara bertemu. Sebelumnya mereka sempat dua kali bertemu di kantor Aldebaran untuk membahas kontrak kerjasama ini.
Meeting kali ini tidak hanya ada mereka berdua. Tapi juga ada tiga teman Clara lainnya yang juga merupakan rekan bisnisnya.
Tak lama setelah Aldebaran sampai di restoran itu, meeting pun dimulai. Mereka membahas tentang berbagai rencana bisnis kedepan sembari makan siang bersama. Ya bisa dibilang, meeting kali ini tergolong cukup santai.
Ditengah meeting itu berlangsung, tiba-tiba Clara jatuh pingsan tanpa sebab. Wajahnya tampak pucat dan lemas setelah ia baru kembali dari toilet, padahal sebelumnya ia tampak baik-baik saja. Entah apa yang sebenarnya terjadi.
Salah satu teman Clara yang bernama Sisil seketika meminta tolong pada Aldebaran untuk membawa temannya itu ke kamar 825 dan berkata bahwa itu adalah kamar yang Clara tempati selama di Jakarta.
Aldebaran yang kebetulan merupakan satu-satunya pria disana pun langsung sigap menggendong Clara lantaran tiga temannya yang lain adalah perempuan.
...
Andin masih tampak cemas memikirkan kondisi sang suami sejak tadi. Ia memilih untuk berdiam di kamar agar orang rumah tidak curiga akan apa yang sedang terjadi.
Saat sedang mencoba mengalihkan pikiran dengan memainkan handphonenya, tiba-tiba Andin melihat ada sebuah notifikasi dari seorang temannya yang kebetulan sedang makan siang di restoran hotel itu.
"Ndin, ini suami lo kan? Kebetulan gue lagi makan siang disini terus gak sengaja liat suami lo gendong perempuan lain." tulis teman Andin itu.
DEG!
Pikiran Andin yang semula sudah mulai tenang seketika kembali meracau. Berbagai pertanyaan memenuhi isi kepalanya.
Siapa perempuan itu? Kenapa dia sampai menggendong perempuan lain? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa mungkin inilah alasan mengapa dia berubah akhir-akhir ini?
Tak tahan dengan ratusan pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya, Andin pun bergegas menuju hotel itu dan berpamitan pada mama Rossa dengan alasan ingin bertemu dengan temannya di suatu restoran.
...
Disisi lain, Aldebaran yang masih dalam posisi menggendong Clara itu sedang menuju ke kamar 825 yang ada di lantai delapan. Ia tidak sendiri melainkan diantar oleh salah satu teman Clara yang bernama Michelle.
Sesampainya mereka di depan kamar itu, Michelle pun langsung mempersilahkan Aldebaran membawa Clara ke dalam kamar agar ia bisa istirahat.
Disitu Aldebaran sempat curiga. Bagaimana tidak, Michelle berkata bahwa itu adalah kamar yang Clara tempati selama di Jakarta. Namun nyatanya, satu koperpun tidak terlihat di kamar itu.
"Kok aneh, kamar ini masih bersih kayak belum ditempatin. Gak ada koper satupun juga disini." batin Aldebaran.
Aldebaran masih berusaha berpikir positif. Yang ia pikirkan adalah keselamatan rekan kerjanya itu, hanya sebatas rasa empati dan manusiawi pada seorang temannya.
Setelah merebahkan tubuh Clara dalam ranjang itu. Aldebaran pun berniat untuk kembali turun ke restoran dan meminta Michelle saja yang menemani Clara disana agar tidak menimbulkan rasa curiga pada siapapun yang melihatnya.
Namun saat Aldebaran membalikkan badannya, ia cukup terkejut lantaran Michelle sudah tidak ada disana. Entah kemana dan kapan perginya ia, sampai seorang Aldebaran tidak merasakan pergerakannya sama sekali.
"Ini kenapa tiba-tiba gue ngerasa ngantuk banget ya?" batin Aldebaran.
Disaat yang sama, tiba-tiba Clara membuka kedua matanya. Rupanya ia tidak benar-benar pingsan. Semua yang terjadi itu rupanya adalah bagian dari rencana yang sudah ia susun dengan sangat rapi, dibantu oleh tiga orang temannya.
Aldebaran yang menyadari bahwa dirinya telah dijebak itu pun seketika marah. Ia mencoba berontak dengan berjalan menuju pintu kamar dengan harapan bisa segera keluar darisana, tapi rasanya seperti sia-sia saja lantaran pintu kamar itu telah dikunci dari luar.
Aneh sekali rasanya. Aldebaran merasa bahwa dirinya itu masih sadar, pikirannya seperti berontak setelah mengetahui apa yang terjadi. Namun ia tidak bisa melakukan apapun, dirinya merasa sangat mengantuk dan kepalanya terasa pusing. Persis seperti orang yang mabuk.
"Untung tadi gue udah sempet kasih obat tidur ke minuman dia, jadi aman deh sekarang. Dia gak akan bisa berontak dan gak bisa kemana-mana juga.." batin Clara sambil tersenyum penuh kemenangan.
- To be Continue -
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside Me -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Terlepas dari bagaimana cara kita bertemu. Senang bisa mengenalmu." - Aldebaran Galendra *** Aldebaran Galendra, seorang businessman yang memiliki wajah tampan dan namanya terkenal di kalangan pembisnis sukses lainnya. Sifatnya yang cuek, dingin...