Tak jauh dengan Andin, hari-hari Aldebaran juga penuh sepi. Bahkan ia juga merasa tidak ada yang peduli lagi. Lantaran mama dan adiknya pun jarang mengajaknya berbicara semenjak kejadian hari itu.
Aldebaran tidak pernah sekalipun bosan mencari keberadaan sang istri. Harinya ia habiskan hanya untuk mencari Andin ke tempat yang sering didatangi. Segala urusan kantor juga ia percayakan begitu saja pada Rendy.
Jadwal makan dan istirahat yang tidak teratur akhirnya membuat Aldebaran jatuh sakit. Isi pikirannya hanya dipenuhi oleh Andin dan calon anak mereka.
Aldebaran juga jarang sekali pulang ke rumah. Hanya sesekali ia pulang ke rumah untuk memastikan mama dan adiknya itu baik-baik saja. Sebab baginya, untuk apa ia pulang jika tidak ada 'rumah' didalamnya?
Seperti waktu itu, Aldebaran dengan sabar menunggu kehadiran sang istri di sebuah taman yang hampir Andin datangi tiap hari untuk sekedar jalan-jalan sore.
Aldebaran duduk di sebuah bangku yang biasa Andin duduki ketika ia mulai merasa lelah karena berjalan. Hanya kicauan burung serta hembusan angin yang setia menemaninya.
"Biasanya kamu duduk di bangku ini kalau udah kecapekan jalan ndin. Terus kamu minta saya untuk beli es krim disebrang sana. Saya selalu larang kamu, tapi lama-lama gak tega juga liat muka kamu."
"Kamu dimana sih ndin? Saya benar-benar merasa gagal jadi suami yang baik untuk kamu, saya gagal jadi ayah yang baik untuk anak kita."
Tak terasa, air mata perlahan menetes dan membasahi pipi Aldebaran.
"Apa sudah gak ada pintu maaf sedikitpun untuk saya? Apa kamu benar-benar benci dan gak mau ketemu saya lagi?"
Aldebaran berdiri dan berjalan disekitar bangku itu. Ia menendang batu atau apapun benda yang ada di dekatnya. Seolah ia tak tahu lagi harus melampiaskan semua amarahnya itu pada siapa.
"Suami macam apa saya ini, tega membiarkan istri yang lagi hamil pergi sendirian tapi gak tau kemana.. Andai saya berangkat meeting sama Rendy hari itu, pasti kejadiannya gak akan seperti ini."
Perasaan bersalah itu terus menyelimuti benak Aldebaran. Seakan tak ada kesempatan lagi untuknya memperbaiki setiap kesalahan yang ada.
Ditengah kekalutan Aldebaran itu, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Siapa lagi kalau bukan Mama Rossa.
Berbeda dengan sang adik, Alana, sepertinya Mama Rossa sudah mulai bisa mencerna setiap hal yang terjadi. Ia berpikir tidak ada salahnya untuk mendengar penjelasan lengkap dari Aldebaran terlebih dahulu.
Bukan dengan tangan kosong, Mama Rossa masuk ke dalam kamar Aldebaran sambil membawa makanan sekaligus obat untuknya.
"Al.."
"Ma..""Gimana keadaan kamu? Is it better?"
"Iya masih begini ma, cuma udah sedikit lebih baik dari kemarin.""Ya udah kamu makan dulu gih, habis itu diminum obatnya biar cepet sembuh."
"Iya gampang nanti ma.""Jangan gampang-gampang, udah makan dulu sekarang, atau mau mama suapin?" ucapnya sambil tertawa kecil.
"Hehe, aku bisa sendiri kok ma.""Kasihan Al.. Hati ibu mana yang tega liat anaknya sakit seperti ini. Belum lagi dengan masalah yang terjadi belakangan." batin Mama Rossa.
"Kenapa ngeliatin aku kayak gitu ma?"
"Gak apa-apa, mama cuma seneng aja liat kamu makannya lahap begini." ucapnya sambil tersenyum.Setelah selesai dengan urusan makannya, Mama Rossa pun segera menyuruh anak laki-lakinya itu untuk meminum obatnya.
"Makasih ya ma, udah perhatian sama aku."
"Sayang, don't say like that.. Kamu itu anak mama, sudah tanggung jawab mama untuk sayang dan perhatian sama kamu.""Boleh mama tanya sesuatu?"
"Tanya soal apa ma?""Sebelumnya mama minta maaf ya. Mama bukan bermaksud untuk ikut campur atau gimana. Tapi mama rasa, mama perlu tau cerita lengkapnya dari kamu."
"Iya nggak apa-apa ma, aku malah seneng kalau mama mau dengerin cerita aku."Mama Rossa tersenyum. Bagaimanapun juga, Aldebaran tetaplah anak laki-laki kesayangannya. Anak yang begitu sayang dan perhatian dengan keluarganya, apalagi sang mama.
"Jadi boleh mama tau tentang kejadian hari itu? Apa yang sebenarnya terjadi sampai Andin akhirnya pergi seperti ini?"
"Aku dijebak sama rekan kerja aku ma.."
"Dijebak? Maksudnya? Mama masih belum ngerti sama semuanya.""Iya jadi hari itu aku ada jadwal meeting di restoran hotel, sama Rendy juga. Dan kebetulan aku sampai dulu, karena waktu itu kita gak berangkat bareng dari kantor."
"Okay terus?"
"Ya singkat cerita kita mulai meeting duluan karena Rendy masih kejebak macet. Gak lama setelah itu, tiba-tiba Clara pingsan. Karena saat itu cuma aku yang laki-laki disana, akhirnya aku yang gendong dia sampai ke kamarnya karena dia tinggal di hotel itu selama di Jakarta."Pelan-pelan Aldebaran menjelaskan dengan sangat rinci akan apa yang sebenarnya terjadi tanpa mengurangi atau melebih-lebihkan.
"Makanya belakangan ini aku juga jarang pulang ke rumah kan? Itu karena aku terus cari Andin. Meski aku sendiri juga gak tahu harus cari dia kemana, tapi aku gak akan nyerah ma, aku akan cari Andin kemanapun sampai ketemu."
"Tapi kamu udah coba minta tolong Nathan atau Glenca?"
"Aku sempet kepikiran itu ma, tapi aku gak mau ngerepotin mereka. Aku rasa ini juga aib dalam rumah tanggaku sama Andin, aku mau coba selesaiin sendiri."
Mendengar semua penjelasan sang anak, perlahan rasa kepercayaan Mama Rossa mulai kembali. Ia tahu betul bahwa Aldebaran adalah sosok yang sangat cinta dengan istrinya sehingga tidak mungkin melakukan hal bodoh itu.
"Al, mama janji akan bantu kamu, meski mungkin mama gak bisa bantu banyak, tapi mama akan berusaha."
"Makasih untuk bantuannya ya ma, tapi aku rasa mama gak perlu bantu aku. Aku gak mau ngerepotin mama lagi, ini masalah rumah tangga yang harus aku selesaiin sendiri.""Lagipula.. ini semua salahku ma.." lanjutnya sambil memukul-mukul kepalanya.
Tak terasa air mata Aldebaran mulai membasahi pipinya.
"Hey Al.. Aldebaran stopp!" kata Mama Rossa sambil berusaha mencegah Aldebaran.
"Aku gak bener jadi suami ma, aku udah buat Andin hancur."
Tangisnya semakin pecah. Seolah tidak ada gunanya lagi ia hidup.
"Ini bukan sepenuhnya salah kamu Al, kamu hanya dijebak sama wanita gak tahu diri itu. Jangan sakiti diri kamu sendiri please.."
"Aku minta maaf ya ma, aku udah buat mama kepikiran terus."
"Mama yang harusnya minta maaf Al, mama terlalu cepat menyimpulkan sesuatu sampai mama gak percaya sama anak mama sendiri. Maafin mama ya sayang." kata Mama Rossa sambil mengusap bahu Aldebaran."Makasih ya ma, makasih udah percaya sama aku."
Aldebaran memeluk Mama Rossa erat. Baginya saat ini, kepercayaan dari orang terdekatnya adalah hal yang sulit ia dapatkan.
- To be Continue -
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside Me -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Terlepas dari bagaimana cara kita bertemu. Senang bisa mengenalmu." - Aldebaran Galendra *** Aldebaran Galendra, seorang businessman yang memiliki wajah tampan dan namanya terkenal di kalangan pembisnis sukses lainnya. Sifatnya yang cuek, dingin...