Part 76 - Rumah

2.6K 411 19
                                    

Sejak keputusan Andin kemarin, senyum Aldebaran kembali utuh seperti dulu lagi. Meskipun kondisinya saat ini belum sepenuhnya pulih, dirinya tetap memaksakan pulang.

"Ayo ndin, saya mau pulang sekarang." rengeknya seperti anak kecil.
"Apa sih mas, badan kamu aja masih lebam gitu, jahitannya juga belum kering banget kan."

"Tapi udah nggak sakit ndin, ayo lah saya kangen banget sama Shaka."
"Kamu bisa nurut sedikit aja nggak sih mas." omel Andin

Ditengah-tengah perdebatan mereka, dua orang suster dan seorang dokter datang guna memeriksa kondisi terkini Aldebaran.

"Permisi pak..."
"Saya izin memeriksa kondisi bapak dulu ya."

"Gimana dok? Saya boleh pulang hari ini kan? tanya Aldebaran setelah seorang suster selesai memeriksanya.

"Menurut hasil pemeriksaan, kondisi bapak sudah lebih baik dari kemarin, mungkin hanya sisa bekasnya saja pak."

"Jadi saya boleh pulang hari ini kan dok?"
"Jika bapak yakin dan bapak sudah merasa mampu bapak bisa pulang hari ini."

"Tuh ndin, dengerin."
"Suami saya beneran boleh pulang hari ini dok?" tanya Andin memastikan.

"Jika dirasa sudah mampu, boleh bu. Karena secara medis, kondisi pak Al sudah membaik."
"Saya mampu kok dok." jawab Aldebaran menyela.

"Baik pak, jika bapak yakin untuk pulang hari ini nanti bisa mengurus administrasinya."
"Baik dok, terimakasih."

Selepas kepergian kedua suster dan dokter tersebut, Andin melirik Aldebaran dengan tatapan sinisnya.

"Kenapa natap suaminya gitu?"
"Lagian kamu maksa banget sih, sok-sokan kuat mau pulang hari ini."

"Kamu nggak suka ya saya pulang sekarang?"
"Bukannya nggak suka mas, kamu tuh terlalu maksain diri kamu padahal aku tau kamu masih ngerasa sakit kan."

"Ndin, ini badan saya, yang tau gimana kondisinya ya cuma saya."
"Terserah kamu lah mas, susah banget ngomong sama orang keras kepala kayak kamu."

"Saya udah kangen banget sama Shaka ndin."
"Anaknya dijadiin tumbal terus, ya udah bentar aku urus administrasinya dulu."

Melihat istrinya yang daritadi hanya memarahi dirinya, Aldebaran justru merasa senang. Rasanya ia telah berhasil membawa Andin kembali 'pulang'.

Semua urusan administrasi sudah Andin selesaikan, kini saatnya untuk mereka kembali ke apartemen Andin. Aldebaran turun dari ranjangnya secara perlahan. Sebenarnya tumpuan kakinya masih belum terlalu kuat, namun dirinya tetap memaksakan untuk pulang.

"Jalan belum bener aja udah maksa pulang." sindir Andin.
"Suaminya kesusahan jalan bukannya dibantuin malah dimarahin terus."

"Ya abisnya kamu ngeyel banget mas, susah banget dibilangin istrinya."

Mereka menuju sebuah taksi online diiringi dengan perdebatan kecil mereka. Saat ini keduanya sudah berada didalam taksi. Selama dalam perjalanan, Aldebaran tak lepas dari senyumnya. Raut bahagia terpancar di wajahnya.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Andin.
"Senyum kan ibadah ndin, masa nggak boleh." jawab Aldebaran.

Sekitar dua puluh menit mereka menempuh perjalanan, kini keduanya sudah sampai pada sebuah apartemen yang menjadi tempat persembunyian Andin selama ini.

Baru saja mereka memasuki unit itu, keduanya sudah disambut dengan suara tangisan seorang bayi.

"Assalamualaikum...." ucap Aldebaran.
"Waalaikumssalam, eh pak Al."

"Loh ini, anak mama kenapa kok nangis?" tanya Andin.
"Kayanya kangen mamanya ini, nangisnya juga baru aja."
"Sebentar ya sayang, mama bersih-bersih dulu."

Beside Me -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang