Selepas kepergian Andin, hari-hari Aldebaran berubah seratus delapan puluh derajat dari biasanya. Jika setiap pagi ia harus berangkat ke kantor namun kali ini tidak. Dirinya jarang sekali menampakkan diri di perusahaan yang ia pimpin itu.
Biasanya juga pria itu kerap menjahili adik perempuan satu-satunya itu, namun untuk kali ini ia lebih suka menyendiri di kamarnya. Dirinya hanya keluar kamar untuk sekedar makan, bahkan ia lebih sering membawa makanannya ke kamar.
Mengetahui hal itu sebenarnya Mama Rossa sangat iba melihat kondisi anak laki-lakinya ini. Namun dirinya dan Alana paham jika kondisi Aldebaran saat ini sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun.
Karena sikapnya akhir-akhir ini membuat Aldebaran sempat terjatuh sakit. Kabar ini juga sudah sampai ke telinga asisten pribadinya, Rendy.
Rencananya pagi ini Rendy ingin menjenguk bosnya itu sambil membawakan beberapa berkas yang belum sempat Aldebaran tanda tangani.
"Kemarin saya coba tanya Bu Rossa katanya Pak Al sakit, apa saya coba jenguk aja ya sekalian bawain beberapa berkas yang belum Pak Al tanda tangani."
Pria yang tak pernah lepas dari pomade nya itu pun langsung menuju rumah bosnya. Tak lupa ia juga membelikan kue coklat kesukaan Aldebaran.
Sekitar hampir setengah jam perjalanan ia tempuh, kini akhirnya Rendy sampai juga di rumah Aldebaran.
"Assalamualaikum." ucap Rendy saat memasuki rumah itu.
"Waalaikumssalam, eh Rendy." balas Mama Rossa."Permisi bu, apa Pak Aldebaran nya ada?"
"Ada Ren, dia di kamar.""Pak Al sudah sembuh bu?"
"Demam nya sih udah turun kemaren, tapi tetep aja masih murung didalem kamar belum mau keluar.""Kalo gitu saya izin masuk ke kamar Pak Al ya bu."
"Iya Ren silahkan, tolong hibur Aldebaran ya." ucap Mama Rossa sambil mengelus pundak Rendy.
"Baik bu, akan saya usahakan."Di depan pintu kamar Aldebaran pun, Rendy ragu untuk masuk. Karena ini adalah kali pertama bagi dirinya untuk masuk ke kamar pribadi bosnya itu.
Dengan perlahan ia pun memberanikan dirinya, ia ketuk pintu itu dengan sangat pelan namun masih terdengar.
"Masuk..." ucap Aldebaran dari dalam.
"Permisi pak..."Aldebaran agak terkejut mengetahui siapa yang datang ke kamarnya itu, "Eh Ren?"
"Maaf pak kalo saya lancang masuk kamar bapak, tadi saya juga sudah izin sama Ibu Rossa."
"Nggak apa-apa ren, sini duduk."Aldebaran mengarahkan Rendy pada sofa yang ada di sudut kamarnya itu.
Saat pertama melihat Aldebaran, rasanya Rendy seperti kehilangan sosok bosnya yang sangat berwibawa itu. Rambut yang selalu klimis tidak terlihat disana, bahkan bulu-bulu halus yang berada di wajah Aldebaran kini sudah mulai lebat. Penampilannya yang sekarang seperti bukan Aldebaran yang ia kenal.
"Ini kok tumben banget kamu kesini nggak ngabarin saya dulu, ada apa Ren? Kantor aman kan?"
"Aman kok pak, kemaren saya tanya Bu Rossa katanya Pak Al sempet sakit jadi saya kesini buat jenguk bapak sekalian bawain beberapa berkas yang perlu bapak tandatangani.""Iya kemaren saya sempet sakit tapi sekarang udah sembuh kok, mana berkasnya biar saya tanda tangani."
Rendy memberikan tiga tumpuk berkas itu kepada Aldebaran. Ia melihat Aldebaran sangat tidak berdaya saat ini, matanya sembab seperti orang yang kekurangan waktu tidur. Dirinya ingin sekali bertanya apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Aldebaran, namu Rendy juga takut jika itu melanggar batas privacy nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside Me -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Terlepas dari bagaimana cara kita bertemu. Senang bisa mengenalmu." - Aldebaran Galendra *** Aldebaran Galendra, seorang businessman yang memiliki wajah tampan dan namanya terkenal di kalangan pembisnis sukses lainnya. Sifatnya yang cuek, dingin...