EP. 9. Call Me
********
Langit biru menyambut pagi dengan cerah, menuntun manusia untuk memulai aktivitasnya, menjalankan apa yang telah direncanakan, dan mewujudkan apa yang diharapkan.
Suasana riuh di gedung SMA bergengsi itu menyapa Senin pagi. Seluruh siswa menyambut Senin pagi dengan semangat positifnya, memberantas kemalasan yang ada di dalam diri setelah melewati akhir pekan yang menyenangkan.
Terlihat Langit mengendap-endap di belakang Jingga yang tengah berjalan santai menuju ruang kelas, cowok itu berusaha sebisa mungkin agar langkah kakinya tidak terdengar.
Setelah mendapat moment yang pas, lantas dengan cepat Langit berhambur meletakkan kedua telapak tangannya di belakang mata Jingga. Dan tentu saja hal itu membuat Jingga menghentikan langkahnya seketika.
Gadis itu tidak perlu terkejut untuk mengetahui siapa orang yang pagi-pagi begini sudah jahil menutup matanya. Tentu saja Jingga bisa langsung menebak dia adalah Langit, satu-satunya orang yang tidak pernah bosan menjahilinya.
"Lepasin, nggak?" Pinta Jingga dengan nada malas.
"Bilang dulu kalau aku ganteng." Jawab Langit diiringi senyum jahil.
"Langit yang paling ganteng di antara yang paling jelek." Balas Jingga dengan seringai usil.
Langit yang mendengar itu otomatis mendengus kesal seraya melepaskan tangannya yang menutupi mata Jingga, kemudian beralih merangkul pundak gadis itu dan melangkah bersama menuju kelas. "Ngeselin banget, sih."
"Dihh, emang nggak ganteng. Ngaca sana di cermin toilet." Jingga lalu menjulurkan lidahnya meledek, Langit langsung memanyunkan bibirnya lucu.
BRUUUK. . . .
Dan di saat mereka tengah asyik saling meledek, seseorang tiba-tiba menabrak dari arah belakang hingga membuat keduanya jatuh tersungkur secara bersamaan. Benar-benar sambutan pagi yang menyebalkan.
"Duhh, maaf-maaf. Kalian nggak apa-apa?" Tanya si penabrak terdengar khawatir seraya berusaha membantu mereka untuk kembali berdiri.
"It's okay. No problem. Cuma lecet doang, kok." Langit mencoba maklum. Mungkin orang yang tersebut sedang terburu-buru sehingga tak sengaja menabrak mereka. "Ji, kamu baik-baik aja, kan?" Lanjutnya melirik ke arah Jingga.
Sambil meringis, Langit mengusap-usap lengannya yang sedikit lecet tanpa melihat siapa orang yang telah menabrak mereka. Pun dengan Jingga, dia sibuk membersihkan kotoran pada lututnya yang sedikit terluka.
"Nggak apa-apa, Lang. Cuma lutut aku perih banget." Sahut Jingga yang masih setengah berjongkok karena kesulitan untuk berdiri. Terlihat lututnya memar akibat benturan dengan lantai. Ringisan kecil sesekali keluar dari bibir kemerahannya.
"Kalian terluka. Lebih baik diobatin di UKS."
Mendengar suara yang tidak asing, Jingga menoleh. Dia sedikit terkejut kala mengetahui orang yang sudah menabraknya dan Langit adalah Biru.
Langit yang khawatir melihat lutut Jingga yang terluka, refleks berjongkok dan meminta dia untuk naik ke punggungnya.
"Aku bilang kaki aku perih, Lang. Bukan patah sampai nggak bisa jalan." Jingga memukul punggung Langit gemas. Apa cowok itu pikir ini drama Korea yang jatuh tersandung saja harus dipapah atau digendong?
Langit nyengir lebar, lalu mengulurkan tangannya setelah dia kembali berdiri, bermaksud ingin membantu Jingga untuk bangkit. "Kali aja gitu mau aku gendong kayak di drakor. Ayo."
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...